---- [ 🎭 ] ----
Ia berjalan di antara jingga menuju sebuah kegelapan, hanya untuk mendapati dua moncong senapan terarah tepat ke kelapanya.
Apa yang musuhnya pikirkan? Padahal, kalau mau si pemuda bisa lolos dengan mudah. Tentu saja kematian lebih menjadi opsi utamanya. Namun, apa enaknya mati diberondong peluru? Pasti sakit.
"Minggir." Satu kalimat singkat itu mampu membekukan seluruh tempat.
Sorot dingin dari satu lensa hazel itu terasa mematikan. Ya, karena hanya dengan mendengar suara langkahnya di kegelapan saja, para mafia bisa merinding.
"Apa kau berniat membunuhku?"
Siapa yang berani menantang Dazai Osamu?
Dalam mafia, sebuah perkataan beredar dan dipercayai sebagai rumor bahkan legenda.
"Kesialan terbesar dari musuh Dazai adalah mendapati Dazai sebagai musuh mereka."Pria itu tidak seharusnya ditantang.
Seharusnya tidak. Namun, dunia bawah adalah tempat yang dipenuhi dengan kematian. Kadang kau harus membunuh untuk tetap hidup, meski artinya memperjuangkan segalanya seperti bunuh diri, hanya demi menghilangkan satu nyawa.
"Apa yang bisa kau lakukan sekarang---kau sendirian dan terkepung! Bahkan, bagi seseorang sepertimu kematian adalah satu-satunya masa depan!" Musuhnya berpidato.
Dazai menyeringai tanpa perlu repot-repot menatap situasi. Lagipula ini persis seperti perkiraannya. Mungkin, mati karena tertembus peluru bukan hal yang terlalu buruk.
Pemuda yang tidak lebih dari usia tujuh belas tahun itu menghela napas dengan wajah masam. "Sudah kuduga jadinya akan begini ...."
"Tempat ini akan menjadi kuburanmu, Dazai Osamu!"
"Kalau bisa ...." Atmosfer turun pada tingkat yang bahkan membuat para kriminal merinding bersamaan dengan gema suara itu. Seringai yang tidak berasal dari dunia, seorang iblis kini mengangkat kepalanya dan menatap mereka. "Kalian melakukannya dengan cepat. Soalnya aku benci rasa sakit."
"K-kau?!"
Tidak ada yang berubah. Meski si pemimpin gemetar saat menghadapi tekanan yang pemuda itu berikan. Kini dia mengerti kenapa Dazai Osamu begitu terkenal di dunia bawah Yokohama.
"TEMBAAAK!"
Hujan peluru dari jarak yang dekat harusnya sudah membunuh pemuda berlakab eksekutif itu. Nyatanya ... yang mereka dapati adalah seorang pemuda lain, menunduk, sementara peluru terhenti di depannya seolah ada dinding tak kasat mata yang menahan mereka.
"Cih! Sudah kuduga kau akan diam saja! Aku bisa kerepotan kalau kau mati di tempat seperti ini, kuso Dazai!" Tanpa memedulikan musuh di depannya, pemuda bersurai jingga mengomeli Dazai.
"Ah~ Chuuya! Sudah kuduga kau akan mengganggu ...! Kenapa? Mereka cuma membantuku mewujudkan impian." Dazai berkata dengan senyum yang bisa dibilang tulus, kontras dengan ekspresinya beberapa saat lalu.
"Aku tidak bisa membiarkan orang lain membunuhmu dengan mudah!" Chuuya berdecih saat menatap sekumpulan orang dengan dingin. Tidak ada lagi kata-kata, tangannya terangkat dan sedetik kemudian, peluru yang terhenti berbalik arah, menyerang mereka yang menjadi musuh sang pengendali gravitasi.
"Yah~ semuanya mati dalam satu serangan," keluh Dazai, menghampiri kumpulan mayat, memeriksa kalau-kalau masih ada yang bernapas, "seperti biasa kau menghancurkan kesenanganku, Chuuya."
"Bersiaplah, sekarang kau yang akan kubunuh," ujar Chuuya dengan nada datar.
"Membosankan~ aku pass, Chuuya cari orang lain saja~!"
"MAU KE MANA KAU, SIALAN?! MARKAS ADA DI SEBELAH SANA?!" Chuuya menunjuk arah sebaliknya dari yang dituju Dazai. Kesabarannya sudah mencapai batas.
Pemuda yang sebagian besar tubuhnya dibalut perban terhenti, menoleh dengan wajah yang begitu heran. "Hm? Chuuya tidak tahu, ya? Sungainya ada di sebelah sana."
---- [ 🎭 ] ----
KAMU SEDANG MEMBACA
BSD (Bungou Sengklek Dogs)
Fiksi Penggemar(Oneshot/drabble) BSD random ______________ Bungou Stray Dogs © Asagiri Kafka & Harukawa_35