2016
Juyeon menunduk di depan Yuta, tidak berani menatap Tuan besarnya tersebut. Dia benar-benar merasa bersalah, dia tidak tahu jika akibat tindakannya yang menolak para siswi itu membuat Tuan Muda kecilnya menjadi sasaran penindasan dari siswi di kelasnya. Dia bahkan pulang lebih awal dan tidak mengikuti sesi belajar mandiri gara-gara dia sudah merasa bersalah dan menunggu Yuta untuk datang menghukumnya.
"Sudahlah, kita lihat saja, jika tindakan mereka semakin keterlaluan aku akan turun tangan, tapi untuk saat ini, Juyeon, jika kau ingin balas dendam, cari tahu dulu siapa yang melakukannya baru hancurkan, mengerti?" Juyeon mengangguk mengerti.
"Maafkan saya sekali lagi, Tuan Na." Yuta mengangguk, dia menepuk bahu Juyeon sebelum pergi dari tempat tinggal kelompok Rowoon. Dia memutuskan untuk menjemput putra sulungnya, sembari tidak lupa ia akan membelikan Jaemin alat lukis yang baru.
Yuta tadi di kantor saat mendengar kabar jika putra bungsunya, sekali lagi menjadi korban penindasan. Yuto mengatakan kali ini gara-gara Juyeon yang menolak tawaran ketua kelasnya untuk berkeliling dan bertindak kasar pada si ketua kelas.
Tadi harusnya Yuta yang menjemput Jaemin, namun dia meminta sang istri saja yang menjemputnya, biar nanti Dejun dia yang jemput. Yuta mengendarai mobil sembari menghembuskan nafas lelah, dia melonggarkan dasi yang dikenakannya. Yuta tidak pernah habis pikir dengan pola pikir anak sekarang, mereka akan menyerang orang yang sebenarnya tidak punya salah pada mereka. Anak-anak sekarang cenderung langsung menindas anak lain yang dirasa menghalangi jalan mereka atau anak yang merebut namja/yeoja incaran mereka.
Saat ini Yuta sudah ada di depan sekolah putranya, dia duduk bersantai di dalam mobil sembari menunggu putra sulungnya keluar. Dia menurunkan posisi kursi yang ia duduki dan meletakkan kedua tangan di belakang kepala, menatap langit-langit mobil. Dia memikirkan putra bungsunya, tahun ini adalah tahun pertama putra bungsunya keluar dari rumah, bahkan belum ada setahun tapi putra bungsunya sudah mengalami hal yang bisa saja membuatnya trauma.
TOK TOK TOK
Yuta menoleh saat mendengar kaca mobilnya diketuk, dia menemukan Johnny berdiri di luar mobilnya. Yuta memutuskan untuk keluar dari mobil dan menemui salah satu temannya itu.
"Kusut sekali wajahmu." Celetuk Johnny, Yuta hanya mendengus.
"Anakku jadi korban penindasan lagi." Ujar Yuta.
"Jaemin?" Yuta mengangguk.
"Kali ini apa?" tanya Johnny.
"Seorang siswa kelas tiga adalah anak baru di sekolah ini, dia meminta Jaemin untuk mengantarnya ke perpustakaan, tapi tiba-tiba seorang siswi yang katanya adalah ketua kelas siswa baru tersebut datang, dan berusaha menarik perhatian siswa tersebut lalu sempat juga mendorong Jaemin, tapi siswa baru itu merasa terganggu dan risih, dia menolak dan sempat juga berlaku kasar, lalu siswa baru ini membawa Jaemin pergi dari hadapan siswi itu. Katanya siswa baru ini tampan, jadi banyak yang mengincarnya, dan karena siswa ini lebih memilih Jaemin, Jaemin yang jadi sasaran." Johnny yang mendengar itu menghembuskan nafas pelan.
"Anak-anak sekarang mengerikan ya? Anak yang tidak tahu apa-apa menjadi incaran, dianggap menghalangi jalan padahal anak itu tidak tahu menahu mengenai apa yang terjadi pada sekitarnya." Ujar Johnny, Yuta mengangguk setuju.
"Kau menjemput anak sulungmu?" tanya Yuta, Johnny mengangguk.
"Dia tidak bawa kendaraan hari ini, jadi aku diminta maenya untuk menjemput, toh aku juga sedang senggang, sekalian nanti membelikan pesanan si bungsu." Jawab Johnny.
"Aku juga harus membelikan alat lukis baru untuk Jaemin, siswa kelas tiga itu merusak alat lukis Jaemin yang merupakan kado dari Winwin, juga membasahi beberapa buku Jaemin." Ujar Yuta.
"Bagaimana tanggapan Winwin?" tanya Johnny.
"Aku belum tahu, karena aku belum pulang sama sekali, Winwin tadi yang menjemput Jaemin jadi aku tidak tahu bagaimana tanggapan Winwin. Aku juga tidak yakin Jaemin akan cerita. Yang aku harapkan satu, Jaemin tidak jatuh sakit." Ujar Yuta diakhiri dengan helaan nafas.
"Dia akan baik-baik saja, jika kau butuh sesuatu, kau bisa minta tolong padaku, atau yang lain." Yuta hanya mengangguk.
"Papa!" Yuta segera menoleh dan menemukan Dejun berlari kecil ke arahnya. Senyum Yuta terkembang, setidaknya anak sulungnya baik-baik saja dan tidak terluka, itu sudah membuatnya lega.
"Pulang sekarang?" tanya Yuta yang baru saja mendapat ciuman di pipi oleh Dejun. Johnny di samping Yuta menatap iri sahabatnya, sudah kemarin Yuta secara terang-terangan pamer anak manisnya yang cerita lewat telpon, sekarang dia disuguhi anak sulung Yuta yang bersikap manis pada pria itu. Kedua anaknya boro-boro menciumnya, mereka bersikap baik kalau ada maunya, pusing Johnny pada kedua anaknya itu.
"Iya, tapi kita beli alat tulis dulu untuk Didi, alat tulisnya dirusak oleh seseorang." Yuta mengangguk.
"Ayo segera pulang dan beli, Papa takut didimu jatuh sakit." Dejun mengangguk. Yuta menatap Johnny.
"Aku duluan John!" Johnny mengangguk, Dejun membungkuk sopan dan pamit pada Johnny. Kedua Nakamoto itu segera pergi dari hadapan Johnny.
"Dad, lihat apa?" tanya Hendery yang baru tiba, Johnny menatap putra sulungnya.
"Kau tidak mau mencium pipi daddy begitu?" tanya Johnny.
"Daddy, ayo pulang, sepertinya daddy demam."
_OUR BOY 22_
Winwin mengusap kepala Jaemin dengan lembut, putra bungsunya baru saja cerita jika alat lukis pemberiannya dirusak seseorang. Winwin melihat dengan jelas seperti apa rusaknya alat lukis milik putranya.
"Mama maaf, Nana tidak bisa jaga alat lukis dari Mama dengan baik." Lirih Jaemin, Winwin mencium pucuk kepala putranya.
"Tidak apa sayang, sudah ya, kau sejak tadi sudah minta maaf, sekarang mau makan ya? Mama sedih lihat Nana tidak mau makan." Jaemin bukannya beranjak, dia malah memeluk Winwin yang berbaring di sampingnya.
"Mama, Nana tidak nafsu makan, Nana salah, Ma..." Winwin mengusap punggung putra bungsunya.
"Tidak ada yang salah di sini sayang, tidak apa, Mama tidak marah, alat lukis itu bisa diganti yang baru. Mama lebih khawatir jika Nana yang terluka." Ujar Winwin menenangkan.
"Mama benar tidak marah?" Winwin menggeleng.
"Sama sekali tidak, sudah jangan bersedih, sekarang makan ya? Atau mau Mama suapi?" tanya Winwin, Jaemin melepaskan pelukannya.
"Nana makan sendiri, Ma." Winwin tersenyum, dia beranjak dari tempatnya dan pergi untuk mengambil makan malam untuknya dan Jaemin, dia juga tidak nafsu makan karena anaknya tidak mau makan sejak tadi.
Saat dia hendak kembali ke kamar, ia mendengar pintu rumah terbuka, dia melihat Yuta dan Dejun yang baru saja pulang.
"Kenapa baru pulang Pa? Gege?" tanya Winwin sembari berjalan mendekat.
"Tadi beli alat lukis dulu, Ma." Jawab Dejun.
"Itu untuk siapa?" tanya Yuta.
"Untukku dan Nana, aku tidak nafsu makan melihat dia sedih begitu, Gege dan Papa segera ganti baju dan makan juga ya? Di meja makan sudah ada makanan, aku urus Nana dulu." Yuta dan Dejun mengangguk patuh. Winwin pun segera kembali ke kamar putra bungsunya. Dia melihat Jaemin yang tengah duduk dekat jendela besar di kamarnya.
"Nana, ayo sini makan dulu sama Mama." Jaemin menoleh dan segera mendekati Mamanya yang meletakkan makanan di meja yang ada di kamar Jaemin.
"Gege dan Papa sudah pulang?" tanya Jaemin.
"Sudah, mereka sedang bersih diri, ayo sayang makan dulu." Jaemin mengangguk patuh. Dia dan Winwin menikmati makan malam di kamar Jaemin, sedangkan Yuta dan Dejun makan di meja makan sembari Yuta mendengarkan cerita Dejun mengenai kegiatannya seharian ini.
_OUR BOY 22_
KAMU SEDANG MEMBACA
[BL] OUR BOY
Fanfiction⚠️‼️ B X B ‼️⚠️ ‼️Don't Like Don't Read‼️ "Jangan sampai aku mengangkat senjataku lagi hanya untuk menghabisi nyawa satu sekolah." -Nakamoto Yuta Start : 04/12/2021 End. : -