Chapter 6 : Api, Es, dan Hellbeast

97 18 0
                                    

Belial merasa ada yang janggal. Seperti tiba-tiba ia ditransfer ke dimensi lain. Di tempat yang sama, namun dimensi berbeda. Mau tak mau, ia harus mencari jalan keluar dari sini.

"Masa lompat lagi, sih..." pikirnya, mengingat ia memiliki trauma kecil akibat jatuh dari ketinggian kemarin malam.

Andai saja Astaroth di sini, pasti ia akan tau apa yang harus dilakukan. Belial berusaha membuka pintu kereta gantung itu, yang sebenarnya ia tidak mengerti. Yang jelas, pintunya tidak mau terbuka.

Belial tidak terpikir apa-apa lagi selain mencoba untuk mendobraknya, meski sangat berisiko karena ia bisa langsung jatuh bila pintunya sudah terbuka.

BUK! BUK! BUK!

Entah berapa kali ia menghantam pintu tersebut dengan tubuhnya, hasilnya nihil. Untuk beberapa saat, dia merasa panik menyelimuti tubuhnya.

Tenang, Belial. Tarik napas.

Belial menarik napasnya dan berusaha berpikir, hanya untuk sadar bahwa tindakan gegabahnya tadi hanya memperburuk suasana. Kabel di atasnya kini mengeluarkan suara lagi, firasatnya buruk.

"Mampus," gumamnya, ketika kereta tersebut mulai bergerak turun dengan pelan.

Ini gawat, semakin lama maka kecepatan kereta ini akan berakselerasi. Dia harus cepat pergi sebelum kereta ini menabrak kereta lainnya.

Selagi kereta mulai mengayun turun, Belial memusatkan fokusnya. Mendobrak lagi bukanlah hal yang cemerlang. Pintu kereta ini memiliki aturan kunci yang sedemikian rupa diatur, dan hanya dapat diakses dari luar oleh petugas. Itu pun, juga membutuhkan bantuan mesin di pusat kontrol karena kunci di luar terhubung dengan mekanisme kunci dalam pintu. Jadi, mustahil untuk mendobraknya.

"Ah!" Anak itu tersadar. "Logam. Kunci dan gembok di luar terbuat dari logam. Kalau saja aku bisa melelehkannya dengan api..." Belial mencari celah baginya untuk menjalankan rencananya. Perhatiannya hanya tertuju pada jendela terdekat dengan kunci pintu, tempat Olivia tadi berada.

Tanpa menunggu, Belial mengepalkan tangannya kuat-kuat dan melayangkannya ke jendela.

PRAAANG!

Bunyi kaca yang pecah terdengar, Belial berhasil membuat lubang di jendela tersebut. Tidak besar, namun setidaknya muat untuk tangannya. Begitu tangannya menyentuh udara luar, ia baru sadar betapa dinginnya di luar sana, ditambah lagi hembusan angin yang kencang karena kini kecepatan jatuh kereta sudah bertambah. Dengan cuaca dingin begini, pasti akan membutuhkan waktu lebih lama untuk melelehkan logam tersebut.

"Oke, ayo kita coba, jangan kecewakan aku," Belial menarik napasnya, berbicara pada dirinya sendiri. Ia berusaha konsentrasi. Sebelumnya dia tidak pernah mencoba untuk mengontrol kekuatannya, jadi ia tidak ada ide bagaimana cara menggunakannya. Bahkan, kekuatan kecilnya saja baru muncul pagi ini, bukan? Bagaimana caranya dia akan mengatur suhu apinya untuk melelehkan logam tebal?

"Ayo... ayo," gumamnya, gelisah namun berusaha untuk tetap konsentrasi. Belial hanya memikirkan ada api yang muncul dari tangannya.

"Ah!" serunya ketika merasakan panas yang familiar dari telapaknya. Segera ia mendekatkan tangannya pada logam yang setengah membeku itu. Sesekali ia melirik ke sebelah kiri untuk mengecek seberapa dekat lagi dia dengan kereta lainnya. "Ugh, ayo, dong!" gerutunya kesal.

Tidak lama, ia merasakan tetesan air ke tangannya. "Ya! Iya! Begitu, bagus!" seru Belial. Sekarang ia membayangkan api yang lebih besar, untuk mempercepat prosesnya. Namun ia harus hati-hati. Tidak mau juga, kan jika satu kereta terbakar? Bisa-bisa dia jadi Belial Panggang.

Belial memfokuskan konsentrasinya, hingga targetnya sudah meleleh. Yang ia tahu, sekarang pintunya agak miring sedikit, karena pegangan pada kunci dan engsel yang meleleh. "Sedikit lagi," ujarnya. Keretanya semakin dekat dengan kereta di depan.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang