Chapter 12 : Warlock

72 16 0
                                    

"Kamu yakin?" tanya Belial pada anak laki-laki lainnya.

"Yakin banget, dong!" balas suara ceria milik Dantalion.

"Sst, jangan berisik, katanya gamau ketahuan?" bisik Astaroth, menarik baju Dantalion.

Malam tiba, mereka yang sudah mengembalikan ambulans sekarang berada di pekarangan hotel, bersembunyi di semak-semak. Mereka berencana untuk menghabisi tiga klon dari mereka itu di malam hari. Sebenarnya, sangat riskan karena malam ini, akan digelar pesta api unggun dan bakar-bakaran di pekarangan hotel. Namun, tidak ada pilihan lain karena tidak ada yang tahu sampai kapan penyihir-penyihir itu berada di sana, menggantikan mereka, atau lebih buruknya, tidak ada yang tahu tujuan mereka. Bisa saja kan mereka menyerang Olivia atau manusia lainnya? Mau tak mau mereka harus bertindak.

"Ah, mulai ramai, ya..." gumam Belial. Astaroth mengangguk, "Coba saja mereka berada di kamar atau koridor hotel. Kita bisa menghabisi mereka tanpa pikir panjang seperti ini."

Di depan mereka, sudah dipasang beberapa meja dengan alat barbeque yang berisi makanan dan kursi di pinggir taman yang berbentuk melingkar. Terdapat beberapa air mancur di setiap sudut pembukaan jalan, kilauan lampu membuat tempat itu seperti di dunia peri. Selang beberapa meter dari sisi taman, ada tumpukan kayu bakar di tengah taman untuk api unggunnya. Semakin lama pun, semakin banyak anak yang datang. "Apa yang harus kita lakukan? Berbaur dengan yang lain?" tanya Dantalion.

"Ya, tidak ada pilihan lain lagi. Kita akan masuk ketika para siswa itu sudah berkumpul semua. Kita akan berpencar dan mencari target masing-masing. Belial, klonmu pasti sedang bersama Olivia, sementara aku dan Dantalion akan mencari klonku dan Andreas. Jika kami sudah menemukan target kami, aku akan menurunkan suhu udara di sini. Jika kamu sudah menemukan targetmu dan merasa udara dingin, beri kami sinyal dengan lempar apimu diam-diam ke arah kayu-kayu di tengah untuk mencuri perhatian orang-orang. Dengan begitu, kita bisa menyergap target dan menghabisi mereka tanpa saksi mata," kata Astaroth, menjelaskan strategi mereka. Keduanya mengangguk.

"Bagaimana jika gagal?" tanya Belial. "Apa ada rencana cadangan?"

Astaroth menggigit bibirnya, jelas tidak ada. Belial yang cukup mengerti dari ekspresi Astaroth hanya bisa menghela napas dan menatap ke depan. "Berbaur... ya. Dengan rambut merah, silver, dan putih seperti ini? Ditambah mata kita menyala dalam gelap, bukan?!"

"Ya, memangnya mau gimana lagi, bodoh?!  Makanya kita pilih malam hari, kan?" balas Astaroth, meninju kepala Belial dan Dantalion pelan, tertawa kecil. "Haha, iya iya. Jangan begitu, dong, kakek tua," ucap Belial, mendapat tatapan mematikan dari Astaroth.

Mereka menunggu dan mengawasi pergerakan, menit demi menit berlalu. Tidak lama, terdengar derap kaki yang berdatangan ke taman.

"Wahh, indah sekali tamannya kalau malam hari! Banyak makanan juga!" "Benar, kita harus banyak berfoto di sini!" "Hmm, aku gak sabar untuk acaranya dimulai!" Suara anak-anak itu mulai terdengar di telinga mereka. "Itu tanda untuk kita. Ayo masuk dan berbaur," bisik Astaroth, berdiri kemudian disusul lainnya.

"Goodluck, kalian," ucap Belial, melangkahkan kaki untuk berpisah dengan Astaroth dan Dantalion. Dantalion mengedipkan matanya sambil tersenyum, "Easy."

Belial berjalan masuk ke tengah kerumunan, melirik kesana kemari secara diam-diam. Berkat gelapnya malam, rambutnya tidak terlihat begitu merah. Dia berjalan mengelilingi taman, memerhatikan sekitar. Kebanyakan dari anak di sana berpakaian rapi, sangat kontras dengan mereka bertiga yang baru saja melalui hari penuh kejutan. Apalagi Belial dan Astaroth yang berlumuran darah.

Ah, aku ingin lihat Olivia. Pasti dia begitu cantik pula malam ini.

Ia tetap berjalan, melanjutkan pencarian targetnya. Misi ini harus selesai dengan cepat atau akan timbul masalah besar. Belial begitu fokus dalam pencarian, sampai ia melihat pasangan yang datang dari jalur taman selatan.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang