Morax berjalan ke depan untuk membuka jendela dengan lebar. Ia memanjat pijakan pada jendela tersebut, hendak melompat.
"Tuan Muda, jangan gegabah seperti itu! Anda bahkan tidak tahu siapa dan apa yang anda akan hadapi!" seru Stolas, berjalan cepat mendekat untuk mencegah anak itu terjun dengan menahan kakinya. Morax melirik ke Stolas, memandang pelayan itu dari atas dengan mata merah menyalanya.
"Ayah sedang tidak ada, jadi aku yang pegang kendali penuh untuk saat ini. Aku tahu apa yang aku lakukan. Maka laksanakanlah perintahku, Stolas," tegas Morax sekali lagi, mengirimkan tatapan mengancam pada Stolas.
Sang Hellbeast menundukkan kepalanya dan melepaskan pegangan, menghela napas. Kalau itu perintah tuannya, apa boleh buat?
"Baik. Saya akan perintahkan para pengawal untuk membiarkan orang tersebut masuk, namun saya akan mengatur strategi pertahanan berikutnya jika anda dalam keadaan terancam," ucap Stolas serius, mengalah dari ego tuan mudanya. Benar, ia sangat kenal Morax, pasti anak itu akan mengurus masalahnya sendirian tanpa melibatkan orang lain. Ia menduga kemungkinan besar Morax akan membuat dimensi berdua sehingga bila terjadi kekacauan, hanya Morax yang... hancur.
Maka dari itu, Stolas akan memberi pengawal perintah untuk berjaga di sekitar daerah dimensi yang akan dibuat Morax, jika keadaan di sana berlangsung terlalu lama, maka Stolas akan berusaha untuk menghancurkan dimensi itu dan masuk dengan paksa.
"Deal. Aku tunggu, ya," balas Morax singkat, rambutnya diterpa angin kencang dari luar. "Baik, Tuan Muda. Saya akan segera kembali." Pangeran tersebut hanya mengangguk, membiarkan pelayannya berubah wujud dan terbang ke arah gerbang.
"Ah..." hela anak itu dengan lelah. Rasanya matanya sangat berat, ingin sekali ia menutupnya. Sudah berapa hari, sudah berapa lama ini? Selama dua minggu ia begitu fokus pada penelitiannya. Bahkan memeriksa ponselnya pun tidak sempat...
Awalnya, karena jadwalnya hari ini luang dan penelitiannya sudah selesai, ia berencana untuk menikmati waktu istirahatnya dan mencoba menghubungi Astaroth mengenai hasil dari perkamen tersebut.
"Seharusnya sih, mereka sudah berangkat, ya... Ah, taulah. Padahal aku mau langsung kasih tau mereka, malah ada orang ini, ayah pergi pula, ugh," gerutu Morax kesal, wajahnya terlihat sangat konyol.
Tidak lama kemudian, ia bisa melihat gerbang istana dibuka dari kejauhan. 'Orang' yang sedaritadi dicegat di luar, sekarang berjalan masuk di antara taman-taman dengan santai.
Morax menarik napas. Tangan kirinya ia angkat secara perlahan menghadap langit, berkonsentrasi. Sebuah busur dengan bentuk yang unik, seperti terbuat dari logam mulia dan permata bewarna biru serta ungu berpendar, dilengkapi dengan senar berwarna ungu muncul secara perlahan, bak terbentuk dari serbuk berkilau.
Disusul dengan tangan kanannya, jari-jari lentiknya memegang senar tersebut dengan halus dan menariknya ke belakang. Sebuah panah dengan tipe model yang sama dengan busurnya muncul. Morax memejamkan mata.
"Wahai langit dan angin yang berkuasa di atas Jinnestan, aku, Morax, memanggilmu. Berikan aku malam hari," ujar Morax dalam, dengan perlahan ia membuka matanya untuk melihat langit sore yang sekarang berwarna biru tua. Kini anak itu mengarahkan busurnya semakin tinggi ke atas langit, menarik panahnya dan berseru dengan lantang.
"dan atas nama Belphegor, aku bersumpah untuk melindungi Lapsae Caelum dengan seluruh jiwaku. Wahai perisai malam, terbentuklah atas tangisan angin!"
Dengan begitu, panah tersebut ia lepaskan, melambung tinggi dan terang pada langit yang penuh bintang. Cahaya panah tersebut begitu indah menyala ketika terjun ke arah tanah di bawahnya.
Tiga puluh meter, dua puluh meter, limabelas meter...
"Ayo, Morax. Kau pasti bisa lakukan ini. Tarik napas... lompat," gumam anak itu pada dirinya sendiri, sebelum memberi tekanan besar pada dasar pijakannya, memusatkan angin pada kakinya. Detik berikutnya, ia berada di udara, tepat di atas tempat orang asing itu menunggunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasy[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...