Chapter 107: Malaikat vs Pangeran Teler di Kamar Mandi

62 10 0
                                        

Hosh hosh

"Sudah tenang sedikit?" tanya Zadkiel, ia menyodorkan segelas air pada remaja laki-laki yang kini beristirahat di atas kasur. Keringat dingin membasahi wajahnya, masih teringat betapa dinginnya hawa yang sempat ia rasakan tadi.

Andreas menerima gelas tersebut dan meminumnya dalam sekali teguk, lalu mengangguk.

"...Ya."

Zadkiel kemudian berjalan ke arah cermin rias besar tempat 'Seraphim' berusaha meraih Andreas, ia menyentuh cermin tersebut dengan tangannya.

Wajah Zadkiel tampak merintih untuk sesaat begitu merasakan sesuatu yang janggal.

"Ada apa, Tuan Ziel? Anda tidak beristirahat? Sudah jam lima pagi."

Teguran kecil dari Andreas membuat Zadkiel menoleh, sebenarnya merasa heran. Harusnya ia yang bertanya ada apa pada Andreas!

"Aku akan tutup ini untuk sementara," ujar Zadkiel, kemudian menciptakan sebuah kain lebar, mengibaskan dan menutup cermin di meja rias tersebut.

"Aku akan beristirahat nanti, tidak masalah. Kami sedang berbincang di kamar kakakku, lalu temanmu tiba. Aku hendak kembali ke kamarku ketika mendengarmu terjatuh," lanjut malaikat tersebut, kemudian menghampiri Andreas untuk memeriksa suhu tubuhnya.

Andreas tampak berpikir sesaat, 'kami' pasti berarti para kakak adik malaikat, kemudian 'temanmu' pasti Belial? Si pemilik kamar, makanya mereka bubar.

"Kau sangat pucat. Mau kupanggilkan Kak Raphael?" tawar Zadkiel, mendapatkan gelengan kepala dari Andreas.

"Ah, tidak perlu, Tuan Ziel. Terimakasih banyak atas tawarannya, saya hanya tidak bisa tidur, itu saja." Jawaban itu diselingi sebuah senyuman tipis dari bibirnya yang masih agak kebiruan. Zadkiel menghela napasnya.

"Seraphim telah bergerak."

Andreas menoleh begitu mendengar kalimat tersebut.

"Bukankah dia memang sudah bergerak sejak awal?" tanya Andreas kebingungan, menaikkan satu alis.

"Tidak. Selama ini, Seraphim hanya mengawasi dari takhtanya di atas, membiarkan anak buahnya, Warlock, bekerja. Hal paling dekat yang pernah ia lakukan selama ini adalah menyamar sebagai Barbatos dan menahanmu di rumahnya," jawab Zadkiel cepat dengan datar.

Andreas tertegun, benar juga...

"Tampaknya ia mengetahui bahwa kita sadar atas rencananya dan memutuskan untuk turun tangan secara langsung sekarang. Dia menginginkan dirimu untuk dikorbankan sebagai tumbal percobaannya agar Calliope dapat hidup kembali."

"...Kalau begitu. Jika aku menyerahkan diriku sendiri, apakah kalian semua akan terhindar dari segala efek buruk yang bisa terjadi?"

Zadkiel membuka matanya lebar, terkejut mendengar pertanyaan itu.

"Jangan berpikir aneh-aneh, itu sama saja dengan bunuh diri. Tetap berada di sini, Andreas. Kami akan memperjuangkan alam semesta dengan apapun yang kami punya," tegas Zadkiel, melihat cahaya yang hampir hilang di mata Andreas.

"Tapi semua akan lebih baik jika aku menye—."

"Tidak. Seraphim memiliki dendam pada Kak Luci, Kak Yofi, dan padaku. Mungkin pada Belial dan Ramiel juga. Tindakan cerobohmu bisa membahayakan kami semua."

Andreas menatap Zadkiel dengan kosong, lampu ruangan yang telah dinyalakan membuat suasana lebih baik.

"Cermin adalah pintu ke dimensi lain. Aku tidak begitu menguasai dimensi, namun Kak Jophiel cukup master di bidang tersebut. Dari yang aku dapatkan ketika aku menyentuh cerminmu tadi, Seraphim berhasil merusak perbatasan antara waktu dan dimensi. Kau pasti melihat Calliope juga tadi, kan?"

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang