Chapter 89: Solomon Tukang Ganggu

50 9 0
                                    

"Zzzzz."

Belial membuka matanya secara perlahan, sinar matahari menerangi ruangan yang kini sudah mulai jelas di penglihatannya. Ia mengucek matanya, berusaha mengingat malam sebelumnya. Oh Tuhan, dia ingin tidur kembali.

"NGOOOOK."

Bangsat. Memang anak anjing.

BUK!

Belial dengan kesal bangun terduduk, secara tidak sengaja membuat tubuh Dantalion yang menibannya ikut terlempar ke lantai. Uniknya... anak itu masih tertidur meski kepalanya terbentur.

"Pagi," sapa suara manis, membuat Belial menoleh ke belakang. Pangeran berambut biru kehijauan sedang duduk dengan sopan di atas sofa, tangannya melambai ke pangeran yang baru bangun itu.

Belum merasakan nyawanya kembali 100%, Belial hanya mengangguk pada sapaan itu, kemudian mata lelahnya menyapu ruangan.

Astaroth dan Morax tidur berpelukan di atas kasur mereka. Ramiel tidur di atas karpet. Gusion tidur di atas beanbag berwarna kuning, mulutnya terbuka lebar. Halphas dan Malphas tidur di sofa dengan posisi yang aneh... seperti anak bayi kembar dalam kandungan. Belial sendiri tertidur di beanbag tempat ia duduk semalam, Dantalion sebagai parasit awalnya tidur di sampingnya, lama kelamaan jadi saling tiban.

Sekumpulan set permainan monopoli, kartu, catur, dan lainnya berada di tengah ruangan, dilengkapi sembilan gelas dan beberapa botol minuman keras yang sudah kosong. Awalnya mereka cuma merokok (kecuali Morax, Halphas, dan Malphas, mereka menggunakan vape. Eligor tidak merokok), tapi karena ide si kembar, mereka lanjut bermain games. Permainan idiot, yang kalah harus habiskan segelas alkohol dalam satu teguk. Jam 4 pagi mereka semua sudah tumbang, cukup mengejutkan Belial bahwa Eligor yang minum sangat banyak sudah bangun dan tampak baik-baik saja.

Kalau diurutkan, mungkin toleransi alkohol mereka dari paling kuat ke rendah itu Eligor, Gusion, Astaroth, Dantalion, Belial, Halphas, Malphas, Morax, lalu Ramiel. Yang terakhir benar-benar payah, dia tepar paling pertama setelah muntah-muntah di kamar mandi.

"Jam berapa..." gumam Belial ketika ia merasa konsentrasinya pulih, berusaha merogoh kantung untuk menyalakan ponsel. Jam tujuh pagi.

"Apa ada pelayan yang kemari tadi?" tanya Belial, menoleh ke Eligor. Pria di atas sofa menggeleng.

"Belum ada. Aku bangun jam 6 tadi. Kau tidak kembali ke kamarmu? Mungkin pacarmu sudah bangun," jawab Eligor, mendapatkan anggukan Belial. Benar, anak itu harus kembali ke kamarnya karena Phenex pasti bakalan kesal sendiri mencarinya.

"Haaaah," hela Belial, ia mendorong dirinya sendiri untuk berdiri dan meregangkan tubuh. Rambut merahnya kini acak-acakan, kaos putihnya kusut.

"Kalau begitu aku ke kamarku dulu. Aku titip bangunkan anak-anak ini untuk sarapan ya, Eli. Terimakasih," ujarnya, mendapatkan sebuah 'oke!' dari Eligor. Laki-laki itu kemudian menyeret kakinya sendiri dengan lemas, membuka pintu dan berjalan keluar.

Kegiatan pagi ini di istana sama seperti biasa. Para pelayan sibuk menyapu dan membersihkan koridor, semuanya sudah rapih dengan seragam mereka.

"Selamat pagi, Yang Mulia."

"Selamat pagi, Tuan Muda."

"Pagi," balas Belial singkat, ia benar-benar tampak kacau. Kepalanya sedikit sakit, lingkaran hitam di bawah matanya tampak lebih jelas karena kurang tidur. Lantai tiga dikhususkan untuk kamar tidur dan kamar tamu khusus (khusus raja, ratu, pangeran, dan putri) sementara lantai dua untuk kamar tamu biasa. Untungnya, Belial tidak perlu naik turun tangga karena kamar para pangeran lainnya berada satu tingkat, meski beda sisi istana.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang