"Hehehehe..." tawa Jophiel menyeramkan, ia nyengir begitu melihat tumpukan hadiah permintaan maaf yang diberikan Belial kepadanya.
"Kak, jangan begitu. Serem," komentar Gabriel, ia mengernyitkan dahinya.
"Oh, iya kah?" tanya Jophiel kembali ke asalnya, memiringkan satu kepala. Camael hanya menganggukkan kepala sambil manyun.
Ekspresi cemberutnya mengatakan segalanya: 'Awalnya aku mau kasih kakak sesuatu karena kelihatan sedih, tapi keduluan lagi!'
"Hmm. Aku buka yang mana dulu, ya... Kata mas yang merah gaboleh dibuka," gumam wanita itu, menangkap perhatian seorang kakak yang sedang duduk di kursi rias, menghias kukunya.
"Buka yang merah."
"Kata mas gaboleh, kakak," tolak Yofi, ia menyingkirkan beberapa tas belanja yang berwarna merah ke sudut kamar. Uriel tampak sangat curiga, radar kesucian (kalo kata Gabriel) miliknya aktif!
"Mas... Siapa? Belial?" tanya Camael shock, kakak perempuannya mengangguk.
"Sulit dipercaya, tapi nyata..." hela Gabriel, ia teringat momen ketika bertemu dengan Jophiel sebagai murid SMA di Terrestrial, menggandeng tangan Belial begitu saja. Awalnya Gabe kira itu hanya act, malah jadi betulan.
"Yofi, kamu adikku. Gak boleh lakukan hal yang haram," omel Uriel, ia berjalan mendekat Jophiel yang sedang duduk di kasur dan menjewer telinga adik perempuannya.
"Tapi liat, liat Kak Luci sama Kak Michi!" protes Jophiel, membuat wajah lainnya semakin 'itu lebih gak diduga lagi!'
"Bebaskan Yofi saja, Uriri. Kalau adik dan kakak kesayangan kita semua itu kenapa-kenapa, kita goreng saja kekasihnya," ujar Raphael tiba-tiba, membuat yang lain menoleh.
"Kakak! Gak gitu juga!"
Malam itu rasanya mengingatkan mereka pada masa-masa Celestial hanya dihuni oleh segelintir malaikat agung. Mereka berkumpul di pagi, siang, sore, dan malam hari, berbincang manis seperti ini.
Jam dinding di kamar Belial dan Jophiel berdetik setiap kalinya, menunjukkan bahwa saat ini sudah jam 3 pagi. Penerangan dari lampu-lampu yang berwarna kuning keemasan di sana memberikan kesan mewah begitu terpantul dengan dinding dan furnitur lainnya. Jophiel sedang duduk di kasur, sibuk dengan kado-kado barunya.
Gabriel sedang duduk di kursi yang menghadap ke meja makan kecil bersama Camael, hanya saja Camael sedang ngambek. Uriel sudah kembali ke meja rias dan melanjutkan sesi kecantikannya, Raphael duduk membungkuk dan angkat barbel (suka-suka dia aja, deh...).
"Kak Zadkiel, diam saja? Gak mau duduk?" tawar Gabriel, menepuk ke kursi di sebelahnya.
"Ya bagus kalo diam. Kalo keganti ke yang sinting itu justru kita yang jadi gila," bisik Camael pada Gabriel pelan.
"Cammy manis. Bicara apa?" tanya Zadkiel, tiba-tiba berada di belakang adiknya.
"Ha—? AAAAAAAAA!!"
Sebuah fakta: Camael itu sebenarnya penakut!
"Kau menendangku malam itu, kurasa Cammy tidak akan keberatan jika aku menendangmu sebagai balasan?" tanya Zadkiel dengan ekspresi semi-gila, membuat Cammy keringat dingin.
"Kiel, coba lihat Camael. Kayak anak anjing poodle coklat yang ketakutan, bukankah dia sangat menggemaskan?" rayu Raphael, membuat Zadkiel terdiam.
"...Benar. Anak anjing poodle coklat. Menggemaskan," komentar Zadkiel setuju dengan datar, kemudian menarik Camael ke pelukannya untuk ia elus.
'Anak anjing'... Camael gak tau harus ambil itu sebagai pujian karena dibilang lucu atau hinaan.
![](https://img.wattpad.com/cover/298212053-288-k976495.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasy[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...