Tidak jauh di hadapan mereka, kini tampak seorang malaikat yang tertawa. "Reuni keluarga?" tanyanya, menahan tawa dengan melingkarkan lengan di perutnya yang ingin terpingkal-pingkal.
"Jangan banyak bicara, Seraphim. Bahkan Cherubim dan Ophanim meninggalkanmu karena otakmu yang telah rusak itu. Setidaknya kami memiliki keluarga di sini," jawab Lucifer, naluri untuk melindunginya kembali muncul.
"Hah? Enak saja kau bawa-bawa saudara kembarku. Mereka pecundang, tidak ingin terlibat dengan urusan Celestial sehingga memutuskan untuk menjauh dari semua ini. Pendosa dilarang bicara, kau sudah diusir dari surga, Lucifer," balas Seraphim ketus.
"Memanfaatkan adik-adik yang lebih lemah darimu sebagai pion untuk melaksanakan rencana bejatmu itu... benar-benar pecundang, Sera," komentar Michael, menyilangkan kedua lengannya.
"Ah, sudahlah. Kalian berdua terlalu banyak bicara, simpan saja tenaga untuk lawan aku di akhir. Yah, secara logika Lucifer dan Michael pasti ditempatkan terakhir. Kalian membuat rencana yang sempurna, aku akui. Aku akan menghancurkan anak kalian di depan mata kalian, kemudian membunuh kalian secara perlahan setelah putra kalian mati."
"Bangsat..." Lucifer menggeram kecil, tangannya gemetar menahan amarah. Michael tidak berbuat apa-apa selain menggenggam tangan Lucifer yang memutih, memberinya kode untuk tidak meledak.
"Ahahaha," tawa Seraphim, kembali ke posisi bersantai.
"Ray of Light: Loving Kiss."
Suara-suara prajurit mulai terdengar bergemuruh, entah asalnya darimana. Pasalnya, seluruh malaikat yang telah mereka habiskan sejak fase pertama kini... hidup kembali. Skill Seraphim bahkan mencapai makhluk yang telah mati untuk bangkit kembali dan berjuang di sisinya?
"Kita akan habiskan dia. Aku akan sapu parasit kecilnya," ujar Camael, terbesit dendam di suaranya. Mendengar ucapan itu, Raphael, Michael, dan Lucifer yakin bahwa ketiga adik mereka mampu menangani serangan kali ini. Tiga malaikat itu kembali ke tempat mereka di balik perisai aegis, berlindung dari hal yang akan Camael lakukan.
Ribuan prajurit itu kini menghampiri jenderal, wakil jenderal, dan satu komandan yang berada di tim tersebut. Sebuah ultimatum untuk penyapuan musuh yang absolut. Sang Wakil Jenderal membuka lengannya dengan lebar, seolah-olah hendak menerima sesuatu.
"Simulacrum Paradisa," ujar Camael lantang, suaranya terdengar berat.
Awan berubah warna menjadi keemasan, terbuka untuk menyibakkan langit biru gelap di baliknya.
"Infinite Arrows."
Ratusan, ribuan anak panah segera menghujam tanah Celestial. Suara lesatan panah dan jeritan terdengar dimana-mana. Panah tersebut dengan keji menusuk ksatria Seraphim, menyapu sebagian dari mereka dengan mudah. Ultimatum Camael tidak memedulikan rekan atau lawan, sehingga kini Jophiel dan Zadkiel terbang dengan cepat ke arah musuh yang belum tersapu sekaligus untuk menghindar.
Camael dapat merasakan kulitnya teriris oleh hujan panahnya sendiri, membuat dirinya tersenyum puas. Dengan begitu, kekuatan pasifnya bisa diaktifkan—kekuatan yang membutuhkan penggunanya untuk terluka berat agar dapat digunakan.
"Temperance: God's Right Hand."
BRAK!!!
"Cammy terlihat dendam sekali," komentar Zadkiel pelan, mendapat anggukan setuju dari kakaknya.
"Mhmm. Zadkiel, giliranmu untuk melepaskan ultimatum."
Seraphim melihat malaikat berambut biru itu terbang ke arahnya, kemudian berhenti di tengah udara untuk mengangkat tangan kanan, tangan kirinya berkacak pinggang.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasía[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...