"..."
Tatapan dingin Michael pada Ramiel membuat anak itu berjaga, dengan posisi berusaha melindungi ayahnya yang terluka.
"Tenang," tegur Lucifer, ia menggenggam lengan anaknya yang tegang.
"Ramiel." Michael memanggil nama itu, membuat pangeran yang dipanggil sedikit terkejut dengan hangatnya suara tersebut. Ia sedikit mengernyit.
"Panggil dia papa."
"...Papa," balas Ramiel, merasa asing dengan sosok di hadapannya. Yang ia bisa tangkap jelas sekarang hanyalah fakta kalau malaikat di depannya punya wajah dan tubuh sama persis dengan ayahnya.
"Jangan takut," ujar Michael, ia mengulurkan tangannya. Sebuah cahaya kecil muncul di sana.
"Hangat? Kita memiliki cahaya yang sama. Ramiel, kau lahir dari cahaya yang aku dan Lucifer buat," jelasnya, meredupkan cahaya yang ada di tangannya.
Michael mendongakkan kepala untuk merasakan air hujan, kemudian bergumam kecil, "sayangnya ayahmu terlambat melahirkanmu."
"Hah?" tanya Ramiel, tidak begitu menangkap maksud Michael.
"Badai ini mengguyur Jinnestan dengan deras. Badai yang tidak asing dari tubuhku. Ini badai buatanmu, bukan? Kau punya kekuatanku. Kekuatanku dan ayahmu." Michael berjalan mendekati Ramiel, kemudian menyentuh dahi anak tersebut dengan jarinya.
Seketika—
"Michi. Apa kamu tau kenapa cahaya yang menghasilkan kita terbelah dua, bukannya menghasilkan satu malaikat saja?"
Suara yang sangat muda: Luciel ketika masih remaja. Parasnya masih sangat segar, sifatnya juga masih sangat periang. Kontras sekali dengan sifatnya sekarang yang agak gila.
"Kakak!"
Kedua malaikat itu menoleh ke arah adik kecil mereka yang sedang berlarian mengejar seekor kupu-kupu, sebelum anak—yang mungkin usianya, 5 tahun?—itu jatuh ke awan.
POOF!
"Raphy!" seru Michael khawatir, ia kini mengangkat anak yang kini tertawa terbahak-bahak. Terdapat gumpalan awan kecil di hidungnya.
"Raphy... Jangan lari-larian! Nanti terluka," omel Michael, tidak menjawab pertanyaan Luciel yang kini cemberut.
"Raphy bisa sembuh cepat!" tawa anak kecil itu, memeluk Michael yang masih menggendongnya. Kakak yang lebih tua hanya menghela napas.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Michi~"
Michael menoleh ke sumber suara.
"Kenapa cahaya terbagi menjadi dua saat pertama kali melahirkan malaikat agung? Bukankah itu pertanyaan yang sama dengan mengapa cahaya yang melahirkan Kak Seraphim, Kak Cherubim, dan Kak Ophanim terbagi menjadi tiga? Mereka kembar tiga dan kita kembar dua. Raphael lahir dari cahaya kita juga, namun sebagai satu malaikat utuh yang tidak terbagi," oceh Michael panjang lebar, sesekali menepuk punggung Raphael untuk membuatnya tidur.
"Otakku gak bisa memproses serumit itu, tolong katakan dengan singkat!"
"Haah... Intinya, kelahiran malaikat-malaikat pertama akan dibagi berkat cahaya yang terlalu kuat. Cahaya kita membagi kekuatan menjadi dua, Luci. Karena dunia mungkin akan kacau jika kita adalah satu orang. Terlalu kuat. Makhluk yang sempurna. Tidak ada yang sempurna di dunia ini," jelas Michael, mendapatkan senyuman iseng dari Luciel.
"Aku ada ide~"
"Jangan katakan isi idemu itu."
"Bagaimana jika kita menggabungkan dua cahaya yang terpisah sehingga menghasilkan satu cahaya yang mutlak dan sempurna? Cahaya memproduksi cahaya. Menarik, bukan? Sebuah reproduksi yang abadi, Michael. Kita akan membagi jiwa kita menjadi beberapa serpihan dan menciptakan apa yang dihindari cahaya selama ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasía[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...