"Oke, tante! Olivia sedang beli roti, nih. Om tante dan adik sukanya apa?" seru gadis periang itu, matanya menyusuri rak di toko roti tersebut. Suara di balik telfon itu membalas.
"Ah, kenapa kamu jadi yang bawa makanan? Gak usah repot loh padahal, tante juga udah siapin kue di rumah."
"Aduh, pacar Belle manis benar. Ayah mau yang blueberry, ya!" seru suara kecil seorang pria, tampaknya ia sedang menyetir.
"Hus, malah ngomong!" omel sang istri. Olivia hanya terkekeh mendengar mereka, kemudian mengambil satu roti blueberry dari rak.
"Oke, Om! Ada lagi?" tanya Olivia, rambut pirangnya kali ini ia lilit ke bahu kanannya, membuat kesan dewasa pada anak itu. Ia memutuskan mengenakan kaos santai dan celana panjang untuk mengunjungi rumah Belial setelah mendengar kabar kalau orangtuanya akan menjemput adik angkat barunya.
"Hmm, dasar ayah. Tante apa ya, melon? Adek mau apa?"
"...Ah, strawberry, kalau boleh..."
"Oh, boleh lah, ahaha! Sama seperti kakakmu ya, sukanya strawberry."
"...Terimakasih banyak, mama."
Olivia tersenyum mendengar suara yang asing itu, suara seorang gadis, entah usia berapa? Mungkin SD kelas akhir, atau SMP kelas awal? Kedengerannya sangat pemalu.
"Mhmm, sudah Olivia ambil nih tiga-tiganya. Kalau begitu Olivia bayar dulu abis itu langsung ke rumah om dan tante, ya. Hati-hati nyetir mobilnya, om!"
"Terimakasih Olivia, telfonnya tante matikan dulu, ya. Olivia juga hati-hati di jalan!" balas mama, kemudian sambungan terputus. Olivia memasukkan ponselnya kembali ke dalam kantung, lalu berjalan ke arah kasir untuk membayar roti yang ia beli.
"Haaah," hela gadis itu, matanya tertuju pada dinding kosong dan melamun. Jujur saja, belakangan ini banyak banget yang menghantui pikirannya... Dia tidak bisa tenang setiap saat.
"Tigapuluh ribu rupiah."
Kok aku kepikiran soal Belle terus, ya... Terakhir kali telfon dia ga kenapa-kenapa sih. Tapi tetep aja—
"Halo kak?'
"Ah!" seru Olivia kaget, tersadar dari lamunannya. Petugas kasir di hadapannya itu menatapnya dengan aneh, ibarat ngomong cantik sih, tapi budeg.
"Tiga puluh ribu, tunai atau?" ulang pegawai tersebut, membuat Olivia segera mengeluarkan dompetnya. Lagi-lagi, aku terganggu dengan pikiranku sendiri, agh.
"Tunai, ini ya, maafkan aku. Terimakasih!" ucap gadis itu membungkukkan tubuhnya, sebelum memberikan uang dan mengambil bungkus plastik berisi roti yang sudah ia beli. Lalu anak itu membuka pintu, membuat bel di atasnya berbunyi dan berjalan ke luar. Hari sabtu ini langit tampak begitu cerah, orang-orang juga ramai berjalan di trotoar. Burung-burung gereja mengepakkan sayapnya di udara, banyak pula yang menawarkan dagangannya di sisi jalan.
Sekarang dia ada dimana, apa sudah bertemu dengan orangtua aslinya?
Apa ada sesuatu yang terjadi padanya di bawah sana?
Apa ada penyerangan?
Ahh, ini keterlaluan. Apa aku harus turun ke Jinnestan? Tapi bagaimana? Para raja katanya menutup portal, kan...
Cuma kalau berhasil ke sana pun, bagaimana dengan Terrestrial? Bagaimana dengan tugasku? Kakek dan nenek bagaimana juga?
Fokus, Olivia, fokus. Kamu tidak seharusnya jatuh cinta. Ini kelewatan, malah jadi budak cinta, jatuhnya! Ingat keluargamu di Terrestrial!
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasía[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...