Chapter 68: Laundry Baju Drama Korea

70 14 0
                                    

Arc 9: Tainted Wings across the Hollow of Shadows

(Arc 9: Sayap Ternoda Melintasi Kekosongan dari Bayangan)

"Hebat. Kita tidak merasakan apa-apa saat tidur, tapi begitu bangun rasanya sakit banget meski sementara," ucap Halphas, meraba kepalanya sendiri yang masih pusing. Malphas yang ada di sebelahnya sudah lebih tenang, hanya saja sorot matanya masih hampa.

"Dek," panggil Gusion, tiba-tiba berjalan dan berjongkok di hadapan mereka. Ekspresi Gusion tidak begitu bisa ditebak, namun yang jelas, wajah pria itu dipenuhi rasa penyesalan. Sepertinya 'mimpi' itu tadi membawa dia ke sebuah momen yang tidak ingin ia ingat.

"Ya, bang?" tanya Halphas Malphas bersamaan, disusul rangkulan hangat dari kakak mereka. Entah apa yang dimimpikan oleh si kembar, tapi mereka kebingungan melihat abangnya tiba-tiba menjadi seperti ini.

"Abang minta maaf," bisik Gusion pelan, menepuk punggung kedua adiknya. Masa lalu adalah masa lalu. Kalau ia harus hidup dalam kebohongan demi adiknya, maka hiduplah ia dalam kebohongan. Tidak—seisi keluarga greed sudah hidup dalam kebohongan begitu Malphas 'dilahirkan'. Gusion turut menyalahkan dirinya yang pernah memiliki rasa kebencian mendalam pada Halphas tanpa mengerti apa yang terjadi.

"Aneh lu ah. No homo brother," komentar Malphas, menaikkan satu alis sebelum Gusion tertawa dan menjauh. Ia hampir kehilangan dua adiknya, jadi wajar saja ia seperti itu? Kakak sulung itu kemudian menoleh ke pangeran lainnya.

Ramiel yang sedang mengobrol kecil dengan Belial, Eligor dan Morax yang berusaha menganalisa apa yang terjadi, serta Astaroth yang tampak lesu mendengarkan celotehan tidak penting Dantalion. Tapi syukurlah, semuanya mulai membaik! Mereka hanya basah kuyup, itu saja.

"Semuanya sudah enakan?" tanya Belial, bangun dari duduknya. Ia sudah merasakan tenaganya kembali, secara dia memang yang bangun pertama dan memiliki waktu lebih banyak. Semuanya yang di sana mengangguk.

"Kalau begitu, kita ada di—," ucapan Belial terpotong oleh Ramiel.

"Aku jelaskan sedikit. Kalian semua tidur dan bermimpi. Aku tidak tahu apa kalian makan minum sesuatu di mimpi kalian, tapi kalian diracun. Tiba-tiba seorang malaikat agung muncul dan mengatakan waktu kalian sisa tiga menit dan hilang begitu saja. Aku membawa kalian dan mencari celah. Ketemu lorong di palung bawah, masuk ke sana dan kita terarah ke lautan terbuka ini. Ketika aku melihat kastil ini aku segera berpikir kalau ini tempatnya. Benar saja, ada kantung udara di sini. Kemudian aku bangunkan kalian, begitu saja," jelas Ramiel, mendapati wajah kebingungan yang lain.

"Begitu saja, katamu. Apa kamu terluka?" tanya Eligor, menghampiri untuk memeriksa Ramiel. Laki-laki berambut hitam itu segera menggelengkan kepala.

"Robek otot abdomen dan beberapa luka terbuka karena karang, tapi sudah sembuh," jawabnya, mengingat rasa nyeri yang ia tahan selama perutnya terikat erat dengan dua kereta dan membawanya tanpa bantuan sedikit pun.

"Wah, ekstrem sekali. Diracun lewat mimpi, ya... Setelah kuingat, aku mimpi makan pie blueberry  kesukaanku. Tapi terimakasih atas kerja kerasmu, Ramiel," pikir Morax.

"Ah... Aku makan steak. Meski hanya sedikit."

"Aku minum air yang sangat banyak karena haus."

Belial menyadarinya, pola serangan itu. Gila, siapa yang bisa melakukan hal mematikan ini? Kalau tidak ada Ramiel, mereka pasti sudah mati. Katanya malaikat agung? Wajar saja. Akan tetapi, membuat orang lain tertidur dan memberikan sesuatu lewat mimpi? Belial seperti kenal dengan cara itu.

"Gabriel?" kata Belial asal, membuat yang lain menoleh. Nyambung saja sih, karena waktu itu dia juga dibuat Gabriel untuk tidur dan dikirim pesan berupa mimpi. Bedanya kali ini racun.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang