A/N: Chapter ini mengandung unsur cerita yang kurang cocok untuk pembaca di bawah usia 16 tahun. Proceed on your own risk!
"Tuan Asmodeus?" panggil Sytry untuk kesekian kalinya, melambaikan tangan di depan wajah pria tinggi tersebut. Mereka berlima sedang berjalan dalam mall lagi, hendak pergi ke tempat pusat belanja pakaian untuk menemani Asmodeus (entah mengapa mereka menurut seperti anak baik).
"Yaaa," balas Asmodeus, pandangannya masih menghadap ke depan. Sytry memanyunkan bibir, melihat perubahan sikap tuannya sejak membisikkan sebuah kalimat tadi, terlalu pelan untuk didengar Sytry atau pun 3 anak lainnya. Andai saja Sytry mendengarnya, mungkin ia bisa menghibur Asmodeus.
"Loh, ngambek?" tanya Asmodeus akhirnya menoleh pada Sytry, tertawa kecil. Hubungan raja dan pelayan itu tidak tampak kaku, justru malah seperti ayah dan anak. Sytry mengalihkan pandangannya dari raja itu, menatap ke arah tiga bocah di dekatnya.
Dantalion tampak celingak-celinguk ke sekeliling, Astaroth sesekali membuka ponselnya, dan Belial iseng memilin rambutnya sendiri menggunakan jarinya.
"Ah, kita ke sini saja!" seru Asmodeus, berjalan masuk ke salah satu outlet yang menjual pakaian formal dan perhiasan. Dantalion menatap ayahnya bingung, katanya lagi mau cari yang ngetrend, kok malah ke sini?!
Belial berjalan masuk setelah yang lain memisahkan diri, matanya menyapu barang-barang di sana. Ia melirik ke bagian aksesoris yang menangkap matanya. Laki-laki berambut merah itu melangkahkan kakinya menuju rak-rak yang memajang jepitan rambut.
"Ah iya. Aku jadi teringat Olivia pernah bilang dia suka aksesoris rambut... Apa aku belikan?" gumam Belial, melihat aksesoris tersebut satu per satu. Salah satu darinya ada yang berbentuk pita dengan hiasan kain transparan, di tengahnya terdapat manik berwarna merah muda berbentuk bunga. Belial tersenyum sendiri membayangkan gadis yang ia taksir itu mengenakannya.
Belial mengambil napasnya, hendak memilih aksesoris itu dan membayarnya. Kalau Asmodeus akan membawanya ke Jinnestan lusa, apa ia akan memiliki kesempatan untuk menyatakan perasaannya dulu sebelum pergi? Bagaimana jika ini adalah hari terakhirnya di dunia manusia?
"...Hari ini, atau besok... Aku harus ngomong," gumam anak itu dengan kecil, mengeluarkan kartu yang ia selipkan pada casing ponselnya. Belial meneguk ludahnya sendiri, berusaha meyakinkan diri. Iya... dia harus berbicara pada Olivia, kalau tidak, mungkin Belial akan kehilangan satu-satunya kesempatan.
"Bel, di sana, rupanya," sapa Astaroth, mendatangi Belial yang berada di kasir, di tangan Belial terdapat sebuah tas kecil berisi kotak yang membungkus aksesoris tadi. Anak itu menoleh, melihat sahabatnya yang disusul Dantalion. "...Iya. Kalian sudah selesai?" tanya Belial, melihat Dantalion yang tampak kelelahan.
"Sudah, lihat, dong tuh!" seru Dantalion, menunjuk dua sosok di belakangnya yang baru kembali dari kasir. Wajah Asmodeus tampak begitu ceria, tangannya membawa dua, tiga, tidak—tujuh?! tas belanja. Sytry di sebelahnya seperti biasa terdiam, fokus menjilat lolipop yang baru dibeli.
"Haaaai, aku udah selesai nih, mau pulang? Yuk, sudah sore juga! Danny, papa nginep rumahmu, dong..." seru Asmodeus, memamerkan hasil belanjaannya dan meminta belas kasihan Dantalion. Anak itu menghela napasnya. "Hahh, kenapa iblis kayak papa bisa jadi raja, sih..."
"Dantalion, bukankah itu pertanyaanku padamu saat di ambulans?" tanya Astaroth, menyindir kedua avatar dari dosa besar hawa nafsu di sana. Dantalion melirik Astaroth, memanyunkan bibirnya dan mengangguk. Belial memiringkan kepalanya melihat iblis-iblis konyol itu, terlalu bingung hendak membalas apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasy[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...