Chapter 17 : Karya Wisata; Legenda Air Terjun

62 17 0
                                    

"Hah? Mencari jejak Warlock di sini? Kau ini asal bicara atau bagaimana, Dantalion?" tanya Astaroth menginjakkan kakinya ke tanah setelah turun dari bus, disusul Belial. Dia membuka mulutnya bertanya, "Dan kenapa Phenex ada di sini sebagai sopir bus?!" Belum sempat menjawab, seruan dari murid lain memotong pembicaraan mereka.

"Mr. Danny! Apa yang akan kita lakukan hari ini? Apa kita boleh berenang di sungai nanti?" panggil seorang siswi dengan antusias. Dantalion menengok, menyapa murid itu. "Hmm, gak boleh. Arus air sungainya bisa berbahaya, loh. Kalian hanya diperbolehkan mendengar penjelasan tour guide nanti dan boleh berfoto-foto!"

"Yaaaah," ujar siswi-siswi itu dengan kecewa. "Iya, jangan ya! Nanti aku bisa diomelin guru yang lain, loh," seru Dantalion, mendapat anggukan mereka. "Siap Mr. Danny!" Ketiga siswi itu berjalan menjauh. Belial awalnya bingung, namun teringat kalau Dantalion melakukan charm speak ke seisi warga sekolahnya yang berada di sana bahwa dia adalah seorang guru.

Dantalion menoleh dan akhirnya menjawab Astaroth, "Tenang saja, aku meminta Sytry untuk mencari tempat dengan energi sihir yang pekat. Destinasi kalian awalnya bukan ke sini, kan? Setelah mendapat informasi, aku langsung mengarahkan kalian semua ke sini."

"Ah, Sytry, pelayanmu yang itu ya... Apa kabar juga dengan adikmu?" tanya Astaroth. "Oh? Dantalion punya adik?" celetuk Belial. Dantalion mengangguk. "Gremory di rumah baik-baik aja, kok! Sytry yang menjaganya. Anak itu sangat pendiam di sekolahnya, padahal sudah kelas lima SD," jawabnya.

"Kalau dia," lanjut Dantalion menunjuk Phenex yang turun dari bus. "Saya yang meminta sendiri, Tuan Muda, haha," jawab Phenex, melambaikan tangan dengan asal pada Belial, mendaapat tatapan kaget sekaligus masam dari tuan mudanya.

"Ayo anak-anak semuanya berkumpul di sini untuk berbaris keliling!" seru seorang guru menggunakan megafon. Astaroth menutup telinganya, "Toa sialan." Dantalion menepuk punggung kedua temannya dan mendorong mereka.

"Yuk, yuk! Kita ikuti dulu tur ini. nanti jika sudah melalui sungai dan air terjunnya, kita akan berpisah diam-diam dari mereka," ucapnya, berjalan maju untuk berkumpul dengan yang lain. Astaroth dan Belial menyusul, sementara Phenex berjalan ke arah yang berlawanan. Ingin memantau suasana, katanya.

"Pagi, kalian!" sapa suara yang mereka kenal dari belakang. "Pagi, Olivia. Tidurmu nyenyak?" sapa Belial balik tersenyum, dibalas anggukan Olivia.

"Wahh, kalian bertiga, cocok sekali seperti ini! Cocok dengan gelar kalian!" ujar gadis itu ketika melihat tiga laki-laki di hadapannya mengenakan pakaian formal. "Ah... benarkah?" tanya Belial menatap gadis itu.

"Benar! Kalian jadi topik perbincangan anak-anak lainnya hari ini. Bahkan teman-temanku memintaku untuk mengenali mereka dengan kalian, huft," jawabnya menghela napas. "Oh! Boleh, dong! Ada yang cantik?" tanya Dantalion semangat, mendapatkan tatapan aneh dari Olivia, Belial, dan Astaroth.

"Errrr..." Astaroth menepuk bahu Olivia. "Biarkan saja dia, kalau bisa jauh-jauh darinya. Dia ini penjahat," ucap Astaroth, Belial yang mendengarkannya hanya menahan tawa. "Heeeeei Astaroth, kok begitu, sih... Aku sedih, loh!" protes Dantalion pura-pura menangis.

"Yaaa, biarin. Salah sendiri!"

Olivia yang berdiri di sampingnya tertawa. "Aku kembali ke teman-temanku dulu, ya! Semangat dan hati-hati, Belial! Astaroth dan Dantalion juga" seru anak itu melambaikan tangan, berlari menghampiri teman-temannya. Belial menatapnya dan tersenyum, sampai Pak Wilson di depan berseru kepada para siswa untuk mulai berjalan mengikuti guide yang ada.

"Jalan yang rapih, anak-anak semuanya! Perhatikan penjelasan juga, ya! Silahkan lapor bila ada yang sakit!" seru Pak Wilson melalui megafonnya, dan anak-anak mulai berjalan. Meski diberitahu untuk tetap berbaris rapi, tetap saja beberapa anak berpencar dan membentuk kelompoknya sendiri.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang