Chapter 85: Halusinasi Calon Papa Mertua

65 7 0
                                    

"Y-Yofi. Mas kabur dulu..."

Suara Belial terdengar pelan dan bergetar, sebuah tawa tipis lepas dari kekasihnya.

"Kabur? Mau kabur kemana, Pecundang?" Tanya Solomon seram, berjalan sembari melakukan pemanasan pada tangannya untuk melayangkan tinju. Siapa lagi orang yang berani menyerang pangeran padahal baru tiba dari dunia lain?

Wibawa, Belial. Jaga wibawamu. Rakyat sedang menaruh fokus pada kalian.

Belial meneguk ludahnya dan tersenyum manis. Bukan, Belial bukan takut dengan Solomon. Pangeran berambut merah itu takut pada dua sosok tinggi di belakang bapak-bapak itu. Dua pasang mata menatapnya tajam. Yang berambut ungu berekspresi menantang, sementara yang berambut pirang dan berpenampilan agak beda tampak jelas sekali tidak suka.

Tanpa diberitahu pun, Belial paham bahwa dua sosok ini adalah kakak dari Jophiel.

"Bocah," panggil Uriel tiba-tiba, mengirimkan sinyal merinding pada bulu kuduknya.

Pertama, Gabriel yang sangat terkejut dan terus bertanya kenapa Yofiel bisa suka pada Belial. Kedua, Lucifer yang sangat tega berkata di depan wajah Belial: "Hah, jadi selera adikku itu yang begini? Macam kau?"

Ketiga, Camael yang terus menatapnya sinis dari awal, jelas-jelas tidak suka. Namun karena ia sangat sayang dengan kakaknya, Camael tidak berani bilang apa-apa. Lalu sekarang ada dua malaikat lagi yang terasa aura ingin membunuhnya... Raphy dan Uriri, Belial mendengar ucapan Yofiel tadi. Ini berarti, ia sedang berdiri di hadapan Solomon, Olivia, Raphael, dan Uriel.

Kasihan sekali anak itu, restu dari salah satu keluarga Jophiel pun tidak ia dapatkan!

"...Iya, tuan?" Balas Belial, matanya menatap Uriel. Perbedaan tinggi mereka cukup jauh. Meski Uriel tergolong bertubuh kecil, tingginya... 200 cm. Begitu Belial mendongakkan kepala, mata Uriel menatapnya dengan seram.

"Hah," cemooh Uriel begitu dapat melihat wajah Belial lebih jelas, ia membuka kipas tangannya dan memejamkan mata, berjalan menjauh.

"Aneh..." gumam Belial kecil.

"Jangan abaikan aku, hoi!" Gerutu Solomon kesal tidak mendapatkan perhatian Belial.

"Papa~ Nenek juga!" panggil Yofi ceria, ia berlari kecil dan memeluk Solomon dan Olivia. Seketika, wajah Solomon kembali hangat seolah-ola tidakterjadi apa-apa sebelumnya.

"Gadis kecil papa! Kamu baik-baik aja?" Tanya Solomon, mengelus rambut anaknya.

"Mmhmm! Tadi habis sarapan sama belanja sama mas. Tapi aku bukan gadis kecil lagi, papa," jawab Jophiel, membuat wajah Solomon kembali pahit.

"Ah. Ya. Gadis. Sudah diambil pesulap merah itu. Ya?"

Belial tersentak, Pesulap Merah, katanya?!

Solomon menolehkan kepalanya ke arah Belial, bapak-bapak itu melotot.

"Kita baru bertemu, tapi aku akan membunuhmu suatu hari nanti, bocah merah."

"Anu... Om. Aku lebih tua dari om. Om yang paling muda di sini, sih..."

JEDAR!

Solomon seperti merasakan petir menyambar dirinya, menghempaskan ia kembali ke kenyataan. Wajahnya kini murung dan sedih.

"Omon?" Panggil Olivia, dahinya mengernyit.

"Sudahlah, ibu..." balas Solomon lelah.

"Yofi. Kita baru bertemu beberapa hari lalu, tapi gakmau peluk kakakmu ini?" Tanya Raphael, ia tertawa kecil.

Menawan. Sangat menawan. Raphael betul-betul tipe laki-laki yang digemari anak muda, ibu-ibu, sampai nenek-nenek. Gak jarang banyak pasien yang sudah tua seringkali menawarkan, "pak dokter mau tidak sama anak saya?"

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang