Chapter 61: Kebisuan dalam Malam Gelap

109 14 0
                                    

"Sial. Padahal tadi tidak ada kendala apapun, mengapa saat sudah memasuki perbatasan Cocytus begini?!" batin Belial dalam hati, berusaha menganalisa lingkungannya. Ia tidak tahu apa-apa soal siren, hanya saja berdasarkan legenda yang ia baca, siren adalah makhluk menyerupai manusia duyung namun menyeramkan dan sering bernyanyi untuk membuat pelaut tenggelam dan mati.

Sekelompok siren itu tersebar dari segala arah—utara, barat, timur, selatan, bahkan dari bawah kapal yang mereka tumpangi. Jika siren-siren tersebut mencapai kapal... mereka bisa terbalik dan tenggelam.

Mereka tidak bisa melihat ekspresi satu sama lain karena fokus siaga, bersiap-siap jika ada siren yang berusaha menyerang. Namun, di antara tujuh ekspresi waspada di sana, ada satu ekspresi yang terlihat sangat menyakitkan.

"AAAAAGH! AH! SIALAN!"

Dantalion menoleh untuk melihat salah satu temannya meringis kesakitan hingga berlutut, menjambak rambutnya sendiri. Pangeran itu tidak tahu apa yang didengar dan dirasakan Morax, namun aksi itu sudah lebih dari cukup untuk meyakinkan dirinya mereka ada di situasi darurat. Mau diperlambat selambat apapun regenerasi mereka, luka mereka akan sembuh dan pendengaran mereka akan segera pulih. Jika mereka bisa dengar nyanyian para siren seperti yang Morax sedang tahan, tidak akan ada yang selamat.

Mereka berpacu dengan waktu, dan hanya Dantalion yang bisa menyatukan mereka.

"Dantalion."

"Dantalion, dengarkan aku."

"Dantalion, aku ada ide!"

"DANTALION!"

"Dantalion..."

"Lakukan apa yang aku katakan, Dantalion."

Belial, Gusion, dan lima pangeran lain yang masih bisa berpikir memusatkan perhatiannya pada Dantalion. Bocah 19 tahun itu dengan panik menatap mata teman-temannya satu per satu. Bisa, dia bisa membaca pikiran mereka. Tapi dengan tekanan sebesar ini? Memutuskan untuk mendengar siapa dulu saja anak itu bingung! Suara mereka semua seperti menghantui pikiran iblis yang paling muda itu.

"Ah... Bagaimana cara papa bisa mengontrol pikiran para raja iblis jika sedang terjebak di situasi darurat, sementara aku begini saja tidak bisa..." keluh Dantalion kesal, ia menundukkan kepala dan menggigit bibirnya. Anak cengeng.

Pangeran berambut putih-merah muda itu tidak sadar bahwa iblis di sebelahnya sedang menatap dia dengan penuh amarah. Kalau Belial bisa berbicara, ia pasti sudah mengeluarkan kata-kata makian. Sayangnya ketika pendengaran seseorang tidak berfungsi, proses bicara mereka juga bisa terganggu.

Belial hendak menginjak kaki Dantalion dengan keras, hingga ia menyadari ada suatu pergerakan dari sisi kapal di depannya. Cakar... Satu per satu mencengkram besi kapal. Mata Belial membuka dengan lebar, tidak ada gunanya menunggu Dantalion sialan ini untuk bertindak.

Pangeran berambut merah itu juga tidak bisa menggunakan kekuatan apinya dengan asal. Ini bukan medan tempurnya, ini adalah medan tempur bagi mereka yang punya kemampuan es. Dan juga kalau Belial dengan asal menyalakan api, bahan bakar kapal bisa tersulut dan membawa mereka ke situasi yang jauh lebih buruk. Jadi kekuatan fisik adalah kuncinya.

Anak itu maju mendekat ujung kapal tempat cakar-cakar bersirip itu berada, mengangkat kakinya setinggi mungkin. Yang ada di hati anak itu sekarang bukan rasa takut lagi, melainkan rasa kesal. Seperti ketika ia bertarung biasanya...

"Ah, makhluk jelek tidak berguna ini. Tampangnya jauh lebih anj*ng dari yang kuperkirakan," gerutu Belial dalam hati, menatap mata putih siren yang sedang berusaha mencakarnya itu.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang