"Huh..." gumam Belial bingung, tiba-tiba sambungannya dengan Olivia terputus begitu saja. Alis remaja laki-laki itu bertaut, wajahnya tampak heran. Keringat terkadang masih membasahi sisi wajahnya dari latihan yang baru saja ia lakukan. Rambutnya yang dikuncir high ponytail itu sesekali bergerak terkena hembusan angin.
"Yo, Belvie," sapa suara yang sangat familiar itu. Belial rasanya sudah lama tidak mendengar orang lain menyapanya seperti itu. Ia melirik, menjumpai Astaroth dengan handuk di bahunya, lalu duduk di sebelahnya. Dua anak itu bukannya malah lanjut latihan, malah duduk nyantai di tangga marmer pintu samping lapangan...
"Yo, Asta," balas Belial, menerima sebotol air minum yang diberikan Astaroth. Asta menaikkan satu alisnya, mendapati wajah temannya yang tampak khawatir.
"Kenapa, galau?" tanya Asta, meregangkan tubuhnya. Belial menggelengkan kepalanya, kemudian menatap layar ponselnya yang kosong, mendapatkan respons 'ughh..' dari teman di sebelahnya.
"Bagaimana, sudah telepon sama Olivia, kan? Soal yang Danny katakan semalam... Kamu berhasil temukan petunjuk dari panggilan tadi?" lanjut anak berambut silver itu tanpa rasa bersalah. Detik setelah Belial mendengar pertanyaan itu, ia berdiri dan merasakan rasa kesal menyelimuti dirinya. Astaroth yang tampaknya sadar akan perubahan aura sahabatnya itu ikut berdiri.
"Kalian silahkan berpendapat atau membuat karangan apapun mengenai Olivia. Tapi tidak di hadapanku. Asta, aku harap kau mengerti. Gadis itu milikku, dan aku juga harus percaya padanya. Aku memiliki caraku sendiri," tegas Belial, berkacak pinggang. Astaroth menghela napasnya. Jujur saja, ia tidak menyangka Belial akan jadi tipe yang protektif begini.
"Iya, iya. Jangan terlalu stress soal dia, Olivia bukan anak kecil kok," balas Astaroth, kemudian menepuk punggung Belial. Iya, anak itu cuma khawatir, tidak lebih. Raut wajah cowok berambut merah itu menjelaskan semuanya.
"Ayo, lanjut latihan lagi. Nanti ada yang ngamuk, ahaha," ajak Astaroth tertawa, mengintip Phenex, Stolas, dan beberapa pelatih lainnya. Belial tadi malah mementingkan panggilan telepon pacarnya, Asta justru pakai alibi 'cari udara segar' padahal mereka ada di lapangan terbuka sejak awal (bodohnya kadang emang kebangetan).
"Tuan Muda, sudah cukup istirahatnya?" tanya Phenex, melihat Belial berjalan mendekatinya lagi. Anak itu hanya mengangguk kecil, mengalihkan pandangannya. Phenex hanya tertawa dan berbisik,
"Jika anda bisa menguasai setidaknya lima teknik bertarung hari ini, saya akan memberikan anda waktu bebas untuk menghubungi nona lagi."
Mendengar itu, Belial menegakkan postur tubuh dan kepalanya dengan wajah yang semangat. "Ah, masa?! Tumben, kok baik?" seru Belle berbinar-binar, menggenggam kedua tangan Phenex. Pelayannya hanya tersenyum.
"Dengan satu syarat tadi. Lima. Teknik. Bertarung."
"Iya, siapa peduli. Ayo, kita lanjut," omel Belial, sebelum menarik Phenex ke bagian lapangan yang jauh dari keramaian anak lainnya.
Benar, aslinya mereka berempat kini seharusnya mendiskusikan permasalahan yang terjadi kemarin malam. Namun, Belphegor tipe yang sangat ketat dan overprotektif, ia tidak mau anaknya kehilangan waktu belajar sehingga jadwal berjalan seperti biasa. Imbasnya, Belial, Astaroth, dan Dantalion juga disuruh ikut belajar sama raja itu.
"Dasar bocah-bocah! Belajar dulu, baru bermain!"
Ugh, Belphegor yang notabenenya adalah raja dari sifat malas saja begitu, apalagi Satan, ya. Belial pun ogah mendengarnya bicara begitu tadi pagi. Yah, tapi gak apa. Untung juga kan Belial jadi dapat ilmu baru hari ini? Ada untungnya Phenex sudah melatih ia untuk tidak kaget dengan jadwal yang padat.
"Jadi, boleh dilanjut, pak guru?" tanya Belial, setengah bercanda pada pelayan yang sekarang mengenakan setelan kemeja putih dengan rompi dan celana hitam. Lengan kemeja pelayan itu digulung sampai siku, agak kontras dengan tuan mudanya yang menggunakan kaos putih polos dan celana training.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasy[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...