Chapter 20 : Karya Wisata; Pulang

58 21 0
                                    

"Mm," gumam Belial, masih mengemut permen lolipop strawberry yang diberikan Phenex tadi untuk meredakan amarahnya. Anak itu membuka ponselnya dan asik bermain. Kelakuan itu mendapat reaksi jengkel dari kawannya.

"Memangnya kamu apa, anak kecil?!" seru Astaroth pada Belial.

"Sst, jangan berisik di bus! Aku mau tidur!" protes Dantalion. "Haaah? Itukan salahmu sendiri tidak tidur dua hari?"

Dantalion tersenyum kecut,

"Ahhh bacot Astaroth, banyak-banyak terimakasih ya sama aku!"

Setelah melalui peristiwa di air terjun kemarin, mereka hanya bisa menunggu hujan reda dan kembali ke hotel untuk berisitrahat dan mengemas barang-barang mereka kembali. Lalu di sinilah mereka sekarang, sehari setelahnya, sedang dalam bus untuk perjalanan pulang.

Astaroth dan Dantalion sudah menceritakan pada Belial apa saja yang ia lewati ketika mereka menghubungi Morax, membuat mereka membulatkan tekad untuk segera mencari jalan ke Jinnestan. Entah berapa hari yang mereka butuhkan, seminggu? Dua minggu?

Sejujurnya, banyak sekali yang terlintas di pikiran Belial. Apa Andreas sudah bangun? Bagaimana ia akan membicarakan hal ini dengan orang tuanya di rumah? Apa dia bisa kembali ke sini jika sudah masuk ke Jinnestan? Olivia gimana? Yang terpenting juga, bagaimana dengan diri Belial sendiri?

"Jangan terlalu banyak memikirkan hal lain, Tuan Muda. Nanti anda penuaan dini seperti ayah anda," celetuk seorang kenek bus yang duduk di depannya (yang tiba-tiba ada).

"Kau—Kenapa masih di sini, hah?!" protes Belial, menunjuk pelayannya. Phenex tertawa. "Saya tidak bisa meninggalkan anda begitu saja. Apa salahnya saya pura-pura jadi kenek bus dulu? Kasihan juga pak sopir tidak ada yang menemani," jawab Phenex berbisik.

"Yaa, ya. Terserah. Yang penting jangan ganggu aku!" gerutu Belial menyandarkan punggungnya ke kursi. Di sebelah kanannya ada Dantalion yang sedang tertidur, sebelah kirinya ada Astaroth yang sibuk bermain game. Karya wisata ini diawali dengan Belle, Asta, dan Andreas... Namun diakhiri dengan Belial, Astaroth, Dantalion, dan Phenex. Ia tidak menyangka meja akan terbalik dalam kurun waktu secepat ini.

Benar yang dikatakan Phenex, tampaknya Belial terlalu memikirkan banyak hal. Sekarang ia hanya harus fokus mencari raja di dunia manusia kan? Meskipun kedengarannya mustahil. Kalau gagal, mereka akan mencari penyihir kuat untuk mengantar mereka. Sambil menunggu waktu ia masih bisa hadir ke sekolah, belajar, bermain, dan mengumpulkan tugas laporan karya wisata...

"Ayah, mama... Mau bilang apa aku ke mereka..."

Mata anak itu terasa berat, mungkin rasa lelah akibat beberapa hari terakhir baru menghantamnya sekarang. Ia mengunyah permennya untuk terakhir kali sebelum membuang batang tangkainya ke tempat sampah yang berada tidak jauh dari tempat Astaroth.

"Hoaam." Belial meregangkan tubuhnya, mencari posisi ternyaman baginya untuk mengistirahatkan diri.

Dengan segala macam pikiran yang ada di otaknya, anak itu kemudian memutuskan utnuk memejamkan matanya.

***

"Apa orangtuamu menjemputmu, Bel?" tanya Astaroth ketika mereka turun dari bus dan mengantri untuk mengambil koper mereka dari bagasi. Belial mengucek matanya yang masih mengantuk dan menggelengkan kepala. "Nggak, tadi mama chat aku... Toh rumahku dekat," jawabnya, dilanjutkan dengan menguap.

Oh ya, Belial baru ingat. Sejak awal setiap Belial bertanya keberadaan orangtuanya, Astaroth selalu bilang padanya kalau ia tinggal di sebuah apartemen kecil sendiri, mengatakan orangtuanya selalu berpergian untuk kerja di luar kota. Sekarang ia baru sadar—semuanya masuk akal. Bahwa Astaroth memang hidup sendirian di dunia manusia. Ayahnya, Leviathan, hanya tinggal di Jinnestan.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang