"Jadi kamu, yang bakar rumput-rumput di lapangan latihan sampai jadi abu?" tanya Belphegor sambil memijat pelipis, memikirkan berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk merenovasi lapangan tersebut. Gelas wine yang sudah diisi ulang beberapa kali itu ia letakkan di atas meja.
"Hanya saya kandidat yang paling memungkinkan, Tuan," jawab Belial enteng, membuat Belphegor tambah pusing.
"Haaaaah. Inilah alasanku tidak suka dengan Satan. Setiap kali ke tempat yang ada rumput pasti gosong..." hela Belphegor (mabuk), mengingat-ingat masa kecilnya.
"Pfft—,"
Suara menahan tawa dari tiga anak iblis kurangajar dapat terdengar menggema di ruang makan yang sangat megah itu. Belial menoleh ke tiga temannya yang sedang bersusah payah menahan tawa, terutama Dantalion yang bola matanya hampir keluar. Mereka bertiga betul-betul mengetahui apa yang Belphegor akan katakana berikutnya.
"Dulu, ya! Waktu aku masih muda. Aku teman Satan si Teroris itu. Setiap bocah psikopat itu datang ke sini, pasti ada saja bencana! Dulu teroris itu membakar hutan selatan secara tidak sengaja waktu latihan... Hhhh..."
"Satan-Si-Teroris, katanya...! Pfft—," Dantalion menggunakan tangan kirinya untuk menutup mulut, sementara lengan kanannya ia gunakan untuk memeluk perut yang kesakitan.
"Saya turut prihatin..." balas Belial simpatik, menyadari kalau temannya tidak akan ada yang berkomentar.
"Jangan, jangan. Kau belum boleh bersimpati...! Karena ada hal yang lebih buruk..." lanjut Belphegor, menuang minumannya kembali. Belial menaikkan satu alis. Raja dari sloth rupanya tukang mabuk? Lebih parah dari Asmodeus juga kelihatannya.
"Tanya, tanya!" bisik Morax sambil menggunakan tangannya untuk menarik lengan kemeja Belial sebagai kode 'cepat tanya!'. Sementara Astaroth di sisi lainnya tampak menggigit bibir, sesekali hampir tertawa lepas, memberikan kode 'jangan, woi! Galiat aku sama Danny udah setengah mati?!'
"Apa hal yang lebih buruk itu kalau saya boleh tahu, Tuan?"
"Daun-daun yang membara itu jatuh di atas kepalaku, membakar rambutku! Aku mengingat berlari seperti cacing kepanasan, memang kepanasan karena rambutku sedang terbakar... Aku berlari ke istana berusaha mencari ayahku."
Anj*ng.
Kali ini, giliran Belle yang menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara.
"Mmmh pfft haaaah pfft—,"
Belial menoleh ke sebelah kiri di mana Morax sedang duduk, memukul-mukul kursinya sendiri. Belphegor, seorang RAJA yang dikenal cukup tegas, disiplin, dan dingin. Tampaknya kisah ini sudah sangat sering diceritakan olehnya saat mabuk, hingga ketiganya masih saja membayangkan kejadian itu.
"Aku berusaha memadamkan api dengan air mancur di taman, gak bisa. Pakai elemen anginku, malah menyebar parah... Lebih parahnya lagi, waktu aku menemukan ayahku, dia shock dan malah memarahiku, bukan Satan! Belphegor kecil yang malang, sial sekali nasibnya... Sejak saat itu aku tidak pernah bermain lagi dengan Satan. Dan tidak akan. Trauma berat. Haaaah, sekarang malah anaknya datang bikin kebakaran serupa," lanjut Belphegor menggerutu. Raja itu tampaknya sedang tidak sadar apa yang ia bicarakan.
"Kamu sih, brengsek!" bisik Astaroth, tertawa kecil. Perutnya terasa sakit dari upaya menahan tawanya. Morax sedang mengatur napas, sementara Dantalion tampak terkapar lelah.
"Ya aku gatau ceritanya bakal begini, sialan!" balas Belial tanpa suara, hanya gerakan bibirnya saja cukup membuat Asta menahan tawa lagi.
"Ah, sudahlah. Aku baik jadi tidak akan memarahi anakku atau anak teroris itu. Kemari, kalian sudah cukup umur kan? Akan kukasih anggur ini..." ujar Sang Raja, mengambil tiga gelas wine sebelum ia tuangkan satu-satu. Dantalion menerimanya dengan senang hati, sementara Astaroth hanya menerima tawaran tersebut dengan cuma-cuma, langsung menyisipnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasía[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...