Uriel menapakkan kakinya di atas aspal, sedikit tidak familiar dengan sensasinya. Kapan pertama kali dia menginjak sebuah 'jalanan'?
Kalau tidak salah waktu menolong Asmodeus beberapa tahun lalu.
Oh... Uriel merasa sensasi nostalgik melaluinya.
BUK!
"Ah!"
Uriel menoleh dengan wajah datarnya pada seseorang yang baru saja menabraknya.
"Maaf, saya tidak melihat anda," ucap manusia itu dengan rasa bersalah, lekas bangkit berdiri. Uriel menatap pria paruh baya itu dengan bingung. Pria itu—yang menabrak Uriel—jadi semakin bingung!
"...Saya minta maaf. Saya permisi dulu," lanjut manusia itu, membungkukkan tubuhnya sebelum berjalan melalui Uriel.
"Manusia fana..." panggil Uriel dengan halus dan pelan, tubuhnya kini menyerong ke arah manusia yang dopanggilnya.
Andai saja pria itu tidak habis menabrak Uriel saat berjalan tadi, mungkin dia akan mengabaikan dan melabi Uriel aneh. Manusia mana yang memanggil manusia lain dengan 'manusia fana'?
"Jangan takut padaku, sesungguhnya aku akan memberikanmu perlindungan. Wahai manusia fana, banyak energi positif dan negatif bersamaan di sini... Engkau tahu tempat apa ini?"
Mereka berdua saling tatap. Satu tatapan datar, sementara satu lagi menatap aneh. Menurut si manusia, orang di depannya itu sangat, apa ya?
Anggun, cantik, elegan. Dalam satu kata: menawan.
"Anda sudah bisa melihat tulisan di bangunan itu," jawabnya, menunjuk tulisan "RUMAH SAKIT" yang terpampang di sana.
"Apa bacanya, manusia fana?" tanya Uriel, masih dengan wajah datar.
"Anda bercanda? Saya tidak ada waktu untuk bergurau. Anda berada di rumah sakit. Saya pergi dulu."
Jawaban itu dilanjutkan sebuah "hmm" dari Uriel, berbarengan dengan perginya si manusia dengan kesal. Masih pagi, loh!
Uriel mengangguk kecil, seharusnya ia berada di tempat yang benar. Untuk menjemput kakaknya yang suka semena-mena itu.
Malaikat agung tersebut berjalan melalui taman rumah sakit, melihat banyak pasien-pasien yang sedang berjalan sampai duduk di kursi roda. Uriel terhenti begitu melihat seseorang dengan pakaian perawat.
"Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya perawat tersebut dengan ramah. Uriel mengangguk kecil.
"Raphael," jawabnya singkat, padat, dan jelas.
"Raphael?"
"Ya."
"Ah! Maksud anda dr. Raphael. Beliau ada di dalam, baru saja menyelesaikan satu operasi. Apa anda keluarganya?" tanya perawat itu.
"Saya adiknya."
"Baik, anda bisa masuk ke dalam. Ruang dr. Raphael berada di lantai empat, koridor sebelah kiri."
"Terimakasih. Semoga anda selalu diberkati," ujar Uriel sambil menundukkan kepalanya, lalu berjalan ke dalam.
Suasana di dalam rumah sakit sana cukup terbalik dengan ketenangan di luar. Sebuah tawa heboh terdengar dari koridor.
"Hah? Benar? HAHAHAHA!"
"Dokter, jangan tertawa terlalu keras..."
"Masa? Kayanya ketawaku ga keras-keras amat," balas seorang pria tinggi, jemarinya di dagu sebagai pose berpikir.
"Saya yakin pasien yang dibius pun bisa terbangun mendengar gelagar tawa anda."
"Hah? HAHAHAHAHAHA! MANA BISA!"

KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasi[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...