Chapter 47: Tiga Pangeran (Pelawak) Antenora

88 15 0
                                    

Tap tap

Belial menapakkan kakinya di keramik yang terasa dingin, menimbulkan suara khas. Warna-warna yang cukup mencolok bercampur dengan indah di matanya, dimanjakan oleh pemandangan yang menurut Belial, sangat indah ini. Mereka belum lama masuk dari gerbang utama istana dan taman sudah membentang sangat luas. Banyaknya pohon kelapa di sini membuat cuaca lebih adem.

Ditambah lagi, di sebelah kanan dan kiri terdapat kolam-kolam dengan air mancur serta angsa-angsa yang berenang bebas.  Pot-pot tanaman, bunga, semak-semak, karpet merah... First impression Belial terhadap istana greed adalah eksotis, seperti istana Jasmine? Kira-kira begitulah.

"Silahkan, Tuan," ucap suara halus seorang pelayan wanita dalam pakaian yang cukup unik, mereka mengenakan pakaian yang cocok untuk suhu panas ini, beserta kain-kain transparan berwarna yang menjuntai bebas.

Belial menoleh ke asal suara, menjumpai pelayan tersebut sedang merendahkan tubuhnya dengan anggun, satu tangannya memegang nampan berisi beberapa gelas cocktail. Belial menjulurkan tangannya untuk mengambil satu gelas dan mengucapkan sepatah, "terimakasih."

"Hmm, istana ini belum berubah sama sekali, ya," komentar Dantalion, rambutnya tertiup angina sepoi-sepoi di sana. Mammon menoleh ke belakang.

"Ah, ya. Bagaimana kabarmu, Dantalion?" tanya Mammon, sembari menunjukkan jalan istana. Mereka kini menanjak tangga, memasuki pintu terbuka menuju ruangan yang sangat megah.

"Saya baik-baik saja, Tuan Mammon. Saya harap permasalahan di Antenora cepat usai dan anak Anda pulih kembali," balas Dantalion ramah, mendapat tatapan jijik dari ketiga temannya. Najis, gimmick!

"Hahaha," balas Mammon terkekeh, sebelum melanjutkan kalimatnya. "Aku akan bawa kalian ke salon untuk beristirahat. Tidak jauh dari sini."

Belial melanjutkan jalannya bersebelahan dengan Morax, keduanya sama-sama celingak-celinguk di tempat asing tersebut.

"Kamu pernah ke sini?" tanya Belial, melihat ekspresi penasaran pada wajah iblis yang lebih muda itu. Morax (yang menurut Belial rada lucu) kaget saat dipanggil, langsung menoleh.

"Ah, iya pernah. Delapan puluh tahun yang lalu. Tapi aku masih suka kagum dengan eksterior maupun interior bangunan ini," jawab Morax, kembali melihat-lihat. Tempat itu memiliki banyak sekali perabot dari keramik mahal dan emas, belum menghitung pernik berlian yang ada di detail kecilnya... Greed memang pantas disebut iblis dengan harta kekayaan terbesar.

Tidak lama kemudian, mereka tiba di depan pintu tinggi berwarna putih yang dibuka oleh salah satu pelayan di sana. Mammon mempersilahkan anak-anak dan dua hellbeast tersebut untuk masuk terlebih dahulu, memastikan semuanya lengkap.

"Wah," gumam Belle kecil, mendapati ruangan yang memiliki aura tropis namun elegan tersebut. Ruangan itu cukup cerah, pencahayaan dari lampu dan jendela-jendela yang sangat tinggi. Furnitur di sana bermayoritaskan putih dan emas. Salon ini bukan salon untuk potong rambut, bukan—tapi untuk menjamu tamu.

"Maafkan aku, tapi tampaknya aku harus kembali bekerja. Kuharap kalian tidak keberatan menunggu di sini? Salon ini khusus bangsawan atas, terdapat dapur khusus dan koki terlatih di ujung sana jika kalian ingin memesan apapun. Kamar mandi terletak di sebelah kanan, kami memiliki beberapa set pakaian baru jika kalian ingin ganti baju. Selain itu silahkan beristirahat," ujar Mammon, memegang sisi pintu. Wajah raja tersebut tampak hangat, terlepas dari kondisi yang baru saja menimpa putranya.

"Ah, tidak masalah, Tuan Mammon. Terimakasih banyak sudah menyempatkan waktu Anda untuk membawa kami ke istana," balas Astaroth, membungkukkan tubuhnya disusul dengan yang lain. Mammon hanya tersenyum kecil dan melambaikan tangannya.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang