Chapter 95: Perjalanan di Tengah Badai

54 7 0
                                    

"Aku akan pergi keluar istana malam ini."

"Eh, kemana?"

Jophiel yang telah berbaring di kasur bangun dalam posisi duduk, rambut merah muda dan birunya menjuntai panjang. Matanya memandang sang kekasih yang membelakanginya, sedang mengenakan celana. Pada punggungnya masih terdapat beberapa luka cakaran yang baru, terlihat sangat jelas. Belial membalikkan tubuhnya.

"Aku menemukan pengeluaran yang sangat janggal dari data yang kukerjakan tadi pagi... Serangan di Aeternus Daim dikontrol oleh seorang bangsawan iblis. Aku meminta Phenex untuk melacaknya dan aku mendapatkan lokasinya. Hutan di utara Pandemonium," jelas Belial sembari mengancing kemejanya, ia merapihkan lengan bajunya yang berantakan.

"Tapi ini sudah tengah malam," protes Yofiel, matanya mengisyaratkan rasa khawatir.

"Memang. Penjahat bodoh mana yang mau bergerak di siang hari?" tanya Belial, membuat perempuan di atas kasurnya menampilkan wajah kesal.

Laki-laki itu berjalan ke arah cermin, mulai menyisir rambutnya yang semakin panjang. Kulit kepalanya agak terasa tertarik akibat dikuncir seharian, jadi ia memutuskan untuk menggerai rambutnya saja.

"Aku ikut," ujar Yofiel, ia turun dari kasur dan berdiri. Belial membuka matanya kaget, jelas-jelas akan melarangnya.

"Tidak, tidak. Kamu istirahat, Yofi. Mengajar dan latihan seharian di lapangan pasti buat kamu capek. Sekarang juga lagi hujan deras. Tidurlah. Aku akan kembali besok pagi," larang Belial halus, ia menghampiri Jophiel untuk mengelus kepala kekasihnya.

"Oh! Ucap seseorang yang baru selesai kerja di ruangannya pukul sebelas malam. Ini jam satu pagi, mas. Dan kamu mau ke hutan belantara sendirian di tengah badai," balas Jophiel, ia tampak cemberut. Ekspresi tersebut mengundang tawa kecil Belial, ia mencubit pipi Jophiel dengan gemas.

"Ahahaha. Kamu lucu, sih. Lagian aku gak sendirian."

Perkataan Belial langsung membuat wajah Yofiel berubah menjadi galak; apa dia cemburu?

"Siapa? Apa Satan tahu dengan rencanamu ini?" Jophiel menyilangkan lengan di depan dada.

"Astaga, sayang. Kamu mengenalnya dengan baik. Aku dan Lucifer akan pergi ke sana berdua. Lalu ya, papa dan mama tau kok," jawab Belial, membuat pacarnya mengernyitkan dahi kebingungan.

"Kak Luci...? Aku ikut," paksanya, ia kini menggenggam tangan Belial sebagai tanda permohonan.

"Kubilang istirahat," tolak sang pangeran lagi, kini ia melandaskan sebuah kecupan pada dahi wanitanya.

"Maaaaaaaas, ayolah," bujuk Jophiel, dengan kesal memeluk Belial.

"..." Belial memperhatikan gerak gerik perempuan yang masih bersikeras untuk ikut, sekarang tidak tega untuk meninggalkannya sendirian.

"Haaaah," hela Belial, sedikit memberi jeda sebelum kembali bicara.

"Ya sudah. Kamu boleh ikut. Tapi jika ada pertarungan, kamu ke belakangku dan jangan ikut berkelahi. Oke?" tawar Belial, membuat wajah Yofiel kini berseri-seri.

"Oke!" seru malaikat itu dengan riang, ia berjinjit untuk memberikan ciuman pada bibir kekasihnya selama beberapa detik.

"Kapan kita berangkat?" tanya Jophiel semangat seperti anak kecil, membuat Belial terkekeh.

"Minimal pake baju dulu," tawa Belial sambil berkacak pinggang. Jophiel mengangguk, kemudian berlari ke arah walk-in-closet untuk memilih pakaian dengan buru-buru.

Kalau satunya yang masih di kamar, ia melotot dan menganga melihat tingkah kekasihnya sendiri. Anjir. Brutal banget.

Jophiel sedang sibuk mencari pakaian ketika ia mendengar sebuah seruan:

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang