Astaroth membelalakkan matanya begitu melihat jemari Zadkiel yang hendak memetik...
TIK!
Deg!
Rasanya sangat tidak enak, jantungmu seperti berhenti berdetak, isi perutmu hendak keluar, dan kadar oksigen dalam tubuhmu menurun. Astaroth sudah mengalami hal ini berkali-kali sejak awal dia melawan Zadkiel.
Waktu adalah hal yang sangat absolut. Kemenangan dapat diperoleh dimana pun dengan kekuatan ini, bukan? Hanya jentikan jari, ambil yang kau mau, jentik jari lagi, selesai!
Kemenangan yang didapatkan dengan mudah itu... sangat memuakkan.
Zadkiel sedang berjalan ke belakang Ramiel yang membeku, berdiri untuk beberapa saat sambil menatap cahaya di belakangnya. Wajahnya datar tanpa ekspresi seperti biasa, apa yang sedang dipikirkannya?
Seharusnya Zadkiel langsung mengambil bola cahaya itu saja. Sebab kini ada yang berhasil mencari celah dari jebakannya.
"Kau pikir terjebak dalam lelucon waktumu ratusan kali tidak membuatku muak, berengsek?"
Kalimat tanya itu terdengar sangat dingin dan menyeramkan, membuat Zadkiel membuka matanya dengan kaget dan menoleh ke arah kanannya.
Malaikat itu mendapati Astaroth yang sedang menatapnya bengis, sebuah es kristal terbentuk di tangannya. Gabriel berseru, "KAK ZIEL, AWAS!"
SRAKKK!!
Tes
Zadkiel tidak bergerak, membeku setelah Astaroth bergerak dengan sangat cepat, jauh lebih cepat dari biasanya. Ia mengangkat jemari untuk meraba pipinya, merasakan cairan emas keluar dari luka sayat akibat es di sana. Perisai Gabriel... tidak mempan?
Gabriel mengernyit, mengingat beberapa menit sebelumnya saat Morax melandaskan banyak sekali panah yang meledak pada perisainya, berhasil menorehkan beberapa retakan sangat kecil di sana. Retakan kecil yang sangat berarti, karena rekannya bisa menembusnya.
Astaroth dan Morax akan membuat kombo yang sangat bagus dalam pertarungan.
Wajah Zadkiel kini menjadi penuh murka, ia berbalik dan mendapati Astaroth kini memegang bola cahaya.
Bagaimana caranya anak itu terbebas dari waktu yang berhenti? Sampai sekarang, tidak ada yang bisa keluar dari waktu yang berhenti. Ini mustahil, mustahil...
"Kiel," gumam Uriel pelan, merasakan sesuatu yang buruk.
Astaroth berusaha membaca suasana. Saat ini, Ramiel, Dantalion, dan Morax membeku tidak bergerak. Raphael, Uriel, dan Gabriel tidak terpengaruh oleh waktu, masih di posisi mereka masing-masing. Zadkiel... sedang menatapnya dengan sangat marah. Terlambat bagu Astaroth untuk menyadari bahwa lengan kanan malaikat dari kebaikan itu terangkat, puluhan serpihan kaca berada di depannya.
"Gawat... Andai saja ada Eligor di sini," gumamnya pelan, mengharapkan ada dari mereka yang bisa membuat perisai cukup kuat untuk mengatasi serangan.
Ia berusaha menilai kapan Zadkiel akan melepaskan serangan itu, matanya sangat fokus pada jemari Zadkiel. Pasti setidaknya akan ada pergerakan dari jarinya jika ia ingin menyerang.
'Sekarang!' batinnya ketika melihat telunjuk Zadkiel terangkat sedikit, Astaroth menaikkan tangannya ke atas dan menciptakan es besar tembus pandang untuk melindungi dirinya.
'Bagus, setidaknya es ini akan melindungi aku... eh? Kenapa tidak terdengar suara benturan kaca dan es?'
Astaroth merasakan jantungnya berdetak kencang, matanya berusaha mencari celah dari es untuk melihat lawannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasía[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...