Chapter 26: Arisan Tiga Pangeran di Kafe

113 19 0
                                    

"Ugh." Anak laki-laki itu mengeluh lagi, memijat hidungnya sendiri.

"Ada apa, Belle? Sini makan lagi," tanya gadis yang duduk di sebelahnya, menusuk makanannya dengan garpu dan membawanya ke hadapan Belial. "Aaaa," ucap Olivia, menunggu Belial membuka mulutnya lagi.

Belial menaikkan satu alisnya dan menurut. "Mm, enak," gumamnya, mengunyah makanan. Olivia tertawa kecil melihat perubahan mood Belial.

"Memangnya ada apa, Belle? Kau terlihat... masam sekali dari pagi," tanya Gabe, yang entah bagaimana ia dan Astaroth malah ikut dengan Belial ke sini. Mereka berempat berada di taman sekolah, menyejukkan diri di jam istirahat.

Belial tidak menjawab, ia menoleh ke arah Gabe dengan tatapan seram, membuat anak baru itu merasa kakinya ingin meleleh. "Asta, temanmu tuh!" seru Gabe, mengguncang bahu Astaroth. Astaroth tampak diam, hanya melihat sahabat di sebelahnya itu. Tidak ada cincin di jari Belial... Astaroth sudah menduganya. Ia membuat berbagai macam rekayasa apa yang bisa terjadi malam kemarin hingga membuat Belial seperti ini.

"Tidak ada apa-apa," jawab Belial, menghela napasnya. Dirinya sendiri juga bingung, kenapa ia merasa marah secara tiba-tiba? Sepulang kemarin dia merasa butuh untuk melampiaskan amarah besarnya yang seperti ditampung selama ini. Belial mengingat secercah memori dia menyerang Phenex kemarin malam tanpa henti, entah berapa lama sampai ia merasa kelelahan dan jatuh tertidur.

"Belvie, sepertinya kita harus bicara nanti," ucap Astaroth, menarik kesimpulan. Belial melirik teman di sebelah kirinya sebentar sebelum menatap ke depan lagi. "Ya, terserah. Tapi mesti banget kalian berdua ikut aku ke sini? Mau lihat aku pacaran?" tanya Belial, sedikit terusik.

"Ah, itu karena kau tampak beda tadi pagi! Aku dan Asta khawatir, tau," jawab Gabe, menunjuk Belial. Laki-laki yang ditunjuk memiringkan kepalanya. "Anak baru kenapa tidak jalan dengan yang lain saja? Kau kenal Ali," balas Belial, nadanya terdengar jahat. Gabe memanyunkan bibirnya, "kalian teman pertama aku di sini!"

"Belle, ish, jangan begitu! Gabe, Asta, kami tidak merasa diganggu, kok!" seru Olivia pada Belial, membuatnya menoleh pada Olivia di sisi kanannya. Melihat gadis itu membuatnya lebih tenang sedikit. "Iya, iya," balas Belial pelan, menerima suapan makanan lagi dari gadis itu.

"Hmm, setelah ini pelajaran apa kalian? Aku matematika!" tanya Olivia antusias, berusaha menaikkan suasana yang terasa berat. "Bahasa Inggris," jawab Astaroth, memotong Gabe yang hendak menjawab. Gabe tampak sedih karena ia belum sempat bicara.

"Asta, jangan buat Gabe nangis, tuh!" gerutu Olivia, menunjuk Gabe. "Ah???" Astaroth berpaling, melihat wajah Gabe yang sedih. "Kau, gini aja sudah mau nangis?!" tanya Astaroth tidak percaya. Gabe mengangguk dan mengusap matanya menggunakan lengan.

Astaroth menelan ludah. Sahabatnya sekarang sedang berada dalam mood yang tidak baik, sementara ia punya teman baru yang cengeng. Astaroth berseru dalam hati, kenapa hidupku begini banget, sih?!

"Belleeee," panggil Olivia, sadar bahwa laki-laki pujaannya hanya bengong daritadi. "Hmm?" Belial membalas singkat, entah apa yang ada di pikirannya. "Jangan kosong seperti itu dong, nanti kalau belajar tidak ada yang masuk otak," omel Olivia, menyentuh ujung hidung Belial menggunakan telunjuknya.

"Mungkin lakukan sesuatu dulu biar aku lebih senang hari ini," goda Belial tiba-tiba, menyilangkan kedua tangan di dadanya. Olivia yang mendengar itu, tanpa pikir panjang melakukan hal yang sama seperti kemarin malam.

"Egh, di depan kami?!" seru Astaroth kaget, melihat sahabatnya mendapat kecupan di pipi. "Huaa!" seru Gabe, menutup kedua matanya. "Kenapa lagi kamu?!" tanya Astaroth pada temannya, kehabisan ide untuk berpikir.

"Wah, lihat! Jadi rumor itu beneran toh?" seru seorang anak dari jauh yang melihat mereka. Olivia menarik dirinya kembali sebelum lebih banyak orang melihatnya. Belial tersenyum, menyentuh pipinya sendiri.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang