Arc 4: Approaching Light within the Agonizing Windstorm
(Arc 4: Cahaya yang Mendekat di dalam Badai Angin Penuh Penderitaan)
"Hm? Dia tampaknya sudah bangun."
"Belle, kepalanya aja cuma gerak dikit. Kita juga belum tentu bisa ngobrol dengannya kalau ia bangun, tau?"
"...mmh."
"Oh, kelihatannya dia beneran bangun."
"Ugh." Erangan kecil itu lepas dari sepasang bibir yang akhirnya terbuka, berusaha mencari oksigen lebih banyak. Kelopak mata laki-laki itu dengan berat dan perlahan mulai naik ke atas, menampilkan dua buah manik berwarna merah menyala. Dahinya tampak basah karena keringat, rambut putih ikalnya tampak berantakan sekarang.
"Tuan Muda, apa anda sudah merasa baikan?"
Suara familiar itu terdengar di telinganya, sedikit berdenging. Pandangannya masih buram dan dipenuhi bitnik kuning. Ia mencoba mendudukan dirinya dengan lemas, mengusap matanya untuk mendapatkan pemandangan yang lebih jernih.
"Oh..." ucap anak itu pelan, melihat wajah khawatir Stolas di depannya. Morax tampak berpikir sejenak, berusaha mengingat dan memproses apa yang terjadi.
"Apa yang—Kenapa aku tertidur? Apa ayah sudah pulang? Tugasku, bagaimana? Apa ayah marah padaku? Kenapa kau tidak membangunkanku, Stolas?!" seru anak itu sedikit panik, ekspresi wajahnya berubah. Tangannya mencengkram kedua bahu Stolas dengan sengat kuat, membuat pelayan itu kesakitan.
"Tuan Muda, mohon tenang sebentar, saya akan menjelaskan semuanya," potong Stolas, berusaha menahan rasa nyeri pada tubuhnya. Dibalik tangan Morax yang cukup ramping, sepertinya berbanding terbalik dengan tenaga yang ia miliki.
"Cepat," perintah Morax geram, namun suaranya masih terdengar lemas. Ia melepas genggaman tangannya, memberi ruang untuk Stolas.
"Baik, Tuan Muda. Anda masih dalam keadaan sehat ketika ayah anda pergi. Namun, seseorang tak dikenal mendatangi wilayah kerajaan dengan alasan ingin menemui seseorang. Anda, berspekulasi orang tersebut ingin bertemu dengan Yang Mulia Belphegor, langsung turun dan bicara dengannya. Anda membuat dimensi, namun tidak lama kemudian, dimensi tersebut hancur dan saya tidak tahu apa yang terjadi di dalam. Anda tampak utuh, mengindikasikan tidak ada pertarungan di dalam, namun Tuan Muda mendadak lemas. Saat itulah, teman-teman Anda datang..."
Morax tampak sedikit kebingungan mendengar penjelasan Stolas. Wajahnya merengut, terlalu lelah untuk berpikir.
"...Aneh. Semua yang kau ceritakan, aku gak ingat apa-apa," gumam anak itu, mulai mendapatkan pandangan jelasnya kembali. Suara yang ia dengar juga sudah tidak berdenging, udara di sekitarnya terasa dingin. Dari ujung matanya, ia menangkap beberapa... ramuan? Tergeletak di meja sampingnya.
"Ramuan untuk membangunkan Anda, Tuan Muda. Namun tampaknya tidak ada satu pun yang efektif, Anda justru bangun dengan sendiri," jawab Stolas, menebak isi pikiran anak yang ia layani itu.
Tok tok tok
"Masuk," balas Morax dengan cuek, mendengar ketukan pintu itu. Seorang pelayan wanita masuk, membawakan troli dengan teko teh serta beberapa kue kering.
"Permisi, mohon maaf mengganggu, Tuan Muda sekalian. Saya membawakan teh Butterfly Pea dan beberapa kue kering," ucap si wanita itu menundukkan kepalanya, mendapat anggukakn dari Morax. Ia meletakkan troli tersebut di sebelah kasur Morax sebelum membungkukkan tubuhnya dan berjalan pergi.
Morax menoleh ke arah kiri, awalnya ingin melihat barang bawaan tersebut, tapi sekarang matanya terfokus pada tiga sosok yang sedang duduk di tempat makan pribadinya. Sejak kapan, mereka ada di sini?!
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasi[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...