Chapter 32: Keributan dan Makan Siang di Caina

106 16 0
                                    

"Hah..."

Deru napas hangat milik lelaki itu menerpa udara dingin di kamarnya. Ini siang hari, namun pemilik kamar luas bernuansa putih yang dilengkapi berbagai lemari dan meja rias itu begitu suka merendahkan suhu ruangannya.

"Masih belum berubah juga ya, sialan..." gerutunya, memandang pantulan pada cermin di meja rias. Rambut putih dengan gradasi pink yang masih basah itu menjuntai bebas meneteskan air. Pelayannya masih santai duduk di sofa, mengunyah kue kering yang manis. Kurangajar, memang.

"Tuan Muda Dantalion," panggil Sytry, memandang pangeran itu dari tempatnya berada. Dantalion menoleh dengan tatapan yang mengerikan. Sytry hendak menanyakan kabarnya tadi, namun setelah melihat ekspresi itu, ia memutuskan untuk berdiam di tempat saja.

Dantalion menegakkan tubuhnya yang terbalut kemeja longgar, berjalan ke sebuah piano besar yang berada dekat teras kamarnya. Di atas piano tersebut terdapat sebuah figura kecil yang menunjukkan selembar foto. Anak itu mengangkatnya. Sytry yang mengamati dari jauh tidak bisa menebak ekspresi Dantalion. Namun alih-alih marah, Dantalion justru tampak terlihat sedih.

"...Sytry. Kamu ingat? Aku dulu mahir bermain piano," tanya Dantalion tiba-tiba, meletakkan bingkai foto itu pada tempatnya dan duduk di kursi piano. Sinar matahari membanjiri ruangan itu dari pintu kaca besar di sebelahnya. Kamar itu sangat luas dengan konsep open-space, di dinding dan atapnya memiliki ukiran-ukiran bunga yang indah. Dantalion mengakui, ia dan ayahnya memiliki taste yang sama dengan ruangan.

"Iya, Sytry ingat," jawab Sytry singkat, memperhatikan tuan mudanya mengangkat kedua tangannya sebelum jari lentik tersebut menyentuh tuts-tuts piano. Dantalion memejamkan matanya, merasakan medoli yang ia buat mendayung halus di udara.

"..." Pelayan itu tampak terhanyut. Lagu apa ini? Sudah berapa lama ia tidak mendengarkan alunan lagu klasik oleh Dantalion? Benar, terakhir kali Dantalion memainkan piano ini adalah 14 tahun yang lalu, ketika usia Dantalion masih lima tahun.

Ya, Dantalion adalah seorang genius. Ia dapat dikatakan mampu melakukan apa saja saat usianya masih sangat muda. Faktanya pun, Dantalion sebenarnya sangat menikmati hidupnya di Caina. Ia bisa tertawa, bersendagurau dengan kakak-kakaknya...

Selama tiga menit, Dantalion tampak terfokus, entah sedang dimana pikirannya. Tubuhnya ikut mengayun dengan nada-nada yang keluar dari piano tersebut dengan anggun.

"Tuan Muda. Sudah cukup," potong Sytry berjalan mendekat, menyentuh bahu laki-laki tersebut. Sang Pangeran membuka matanya kembali, tersenyum kecil pada pelayannya. Sytry memang tahu timing yang persis dan pas sebelum hal-hal buruk terjadi.

"Mari kita turun ke bawah, Tuan Muda Dantalion. Tampaknya tidak etis jika tamu yang lain tiba lebih dahulu dari tuan rumah," lanjut Sytry, memberikan saran. Dantalion melirik Sytry sedikit, kemudian mengangguk.

"Yap, betul. Ayo, kita bisa berjalan," angguk Dantalion berdiri. Ia sedang memandang bingkai foto tersebut sekali lagi selama Sytry menunggunya. Dantalion tersenyum, seolah-olah ada sebuah memori hangat yang masuk ke dalam ingatannya.

"Ayo, Tuan Muda."

"Iya, iya, sebentar~"

Pangeran dari hawa nafsu itu meletakkan bingkai itu kembali, kemudian membalikkan foto itu pada posisi bawah, melarang siapapun untuk melihatnya. Sebuah rekaman gambar, Asmodeus, Dantalion, Gremory yang baru lahir, saudara-saudaranya, dan ibunya... Mungkin ini satu-satunya foto yang mereka miliki bersama, sebagai satu keluarga yang utuh, tidak kurang satu orang pun.

Pria berambut putih dengan tint pink itu melirihkan pandangannya. Meski hatinya terbuat dari batu yang keras, kejadian itu tetap meninggalkan bekas yang mendalam. Lagipula, batu sekeras apapun jika terkena ombak terus menerus pasti akan terkikis, kan?

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang