Chapter 87: Kelahiran Para Malaikat

62 10 0
                                    

"Mmh..."

Apa ini? Apa yang terjadi? Aku bisa melihat...?

"Ah..."

Mataku terbuka secara perlahan, pandangan yang awalnya buram sekarang mulai tampak jelas. Ini aneh sekali.

Langit biru gelap bertabur bintang, galaksi menyambutku yang terbangun untuk pertama kali.

Empuk.

Hal berikutnya yang kusadari adalah tempat aku berbaring. Padang rumput yang sangat luas dan sejuk. Jika aku bisa memilih untuk tidur selamanya di sini, maka aku akan memilihnya!

...Setidaknya itulah yang ada di pikiranku sebelum aku menolehkan kepala ke sisi kananku.

Seorang anak laki-laki yang sangat indah. Kata-kata cantik sepertinya tidak akan cukup untuk mendeskripsikannya. Kulit putih pucat, sepasang mata berwarna biru yang sangat serasi dengan galaksi di atas kami, rambut platinum sepunggung yang bersinar bagaikan bulan di tengah malam gelap. Yang paling menarik menurutku adalah empat sayap besar berwarna putih yang mencuat dari punggungnya.

"Kamu sudah bangun!" seru anak itu dengan ceria, ia tersenyum dengan sangat manis. Lengannya ia julurkan padaku yang masih berbaring.

Aku kebingungan, tentu saja. Namun layaknya seorang anak kecil pada umumnya, aku menerima bantuannya untuk berdiri. Kini kami saling bertatapan.

"Namaku Luciel! Namamu?" tanyanya sambil berseru.

Nama? Apa benda sepertiku membutuhkan sebuah nama? Aku hanyalah cahaya tidak berwujud.

Lalu secara tiba-tiba, aku merasakan sesuatu 'masuk' ke kepalaku. Sebuah jawaban atas pertanyaan dari seorang anak kecil bernama Luciel.

"...Michael," jawabku tanpa sadar. Wajahnya kini berseri-seri.

"Michael! Salam kenal, Michael! Katanya kita lahir dari cahaya yang sama. Apa itu artinya kita saudara? Kamu mau jadi temanku?" tanya bocah itu lagi, bertubi-tubi.

Anak ini kenapa sangat bersemangat, aduh.

"Cahaya yang sama... Hanya ada kita berdua di sini," gumamku lirih, aku menolehkan kepala untuk melihat sekeliling. Benar, di hamparan rumput luas ini, hanya ada kami berdua.

Hening.

Aku membalikkan diriku dengan cepat untuk melihat Luciel seperti kehilangan fokusnya.

"Luciel?" panggilku bingung. Matanya kosong.

"Luciel, jangan bercanda," panggilku lagi, aku berjalan lebih dekat.

"LUCIEL!" seruku, aku menggerakkan kedua bahunya.

"Air!"

Bocah aneh!

"Kenapa dengan air?" tanyaku menghela napas. Aku menaikkan satu alis kebingungan.

"Tadi ada yang seperti berbisik padaku untuk mencari air! Apa itu air? Ayo kita cari, Michi!" ajakan itu dipenuhi rasa keingintahuan yang begitu tinggi, seperti seorang anak yang siap untuk menjelajahi dunia barunya.

"Ah!" Aku merasakan tekanan begitu Luciel berlari kecil sambil menarik lenganku, ia sesekali melepaskan suara senang.

Entah sampai kapan ia mau mencari 'air'?

"Ketemu! Itu pasti air!"

Kami berhenti berlari begitu melihat sebuah kubangan berisi suspensi cair berwarna transparan. Aku dan Luciel mendekat, berjinjit untuk melihat lebih jelas apa yang dipantulkan oleh kubangan air tersebut.

Deg

Dua anak laki-laki dengan wajah yang sangat serupa. Tidak ada perbedaan antara keduanya, selain warna rambut yang cukup kontras. Aku bisa mengenali dengan jelas pantulan anak yang berambut platinum, ia pasti Luciel. Bayangan di sebelah Luciel memiliki rambut emas dengan panjang yang sama.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang