Chapter 24 : Terjatuh dalam Perangkap

100 16 0
                                    

Belial mengulurkan tangannya pada Olivia, mengajak gadis itu bergandengan tangan. Setelah berpisah dari Astaroth dan Gabe, keduanya berjalan menuju gerbang sekolah untuk kembali ke rumah Belial.

"Bagaimana hari ini, Belle?" tanya Olivia membuka perbincangan, menerima tangan laki-laki itu. Kalau begini sih, siapa yang gak akan mengira mereka pacaran?

"Bagus-bagus saja, kok. Aku tidak terlambat hari ini karena Phenex bangunin aku, pelayan itu cereweeeeet banget. Lalu ada Gabe datang, hmm, aku dan Asta berhasil meraih Andreas... Terus kamu, deh," jawab Belial, mengingat-ingat.

"...Oh," lanjut anak itu, teringat sesuatu. Mengenai orang-orang yang secara mendadak lupa tentang ledakan itu...

"Belle? Kamu gak apa?" tanya Olivia sedikit khawatir dengan perubahan ekspresi Belial. Ia menoleh pada Olivia dan tersenyum. "Nggak, kita bicarakan nanti saja. Kamu sendiri bagaimana?" tanya Belial balik. Terlalu blak-blakan jika ia membicarakan hal seperti itu di sini. Lagipula, Olivia bisa saja ikut lupa juga karena kali ini bukan ulah Dantalion yang memanipulasi ingatan.

"Hmm, benar nih? Kalau Olivia sihh, biasa saja! Tadi pelajaran pertama matematika aku jadi tumbal disuruh maju ke depan sama gurunya," gerutu anak perempuan itu dengan kesal. Pemandangan itu sangat menggemaskan bagi laki-laki satunya, hingga ia bertanya, "tapi bisa kerjainnya, kan?"

Olivia menoleh dan memberi tatapan tidak percaya. "Ya bisa, lah!" seru anak itu dengan sok. Belial tertawa dan mengusap kepala Olivia dengan tangannya yang satu lagi, mengacak-acak rambutnya. "Good girl," puji Belial, membuat wajah gadis itu memerah karena mendengarnya.

"Udah, ah! Rambutku jadi berantakan," protes Olivia, mengangkat tangan Belial yang berada di atas kepalanya dengan malu. Belial melepas genggamannya, membiarkan Olivia merapihkan rambutnya terlebih dahulu.

Selagi berjalan, gadis itu melepas dua kuncirannya. Belial selalu memerhatikan gadis itu dari dulu, Olivia memang sangat sering mengganti gaya rambutnya setiap hari. Namun, yang menjadi favorit Olivia sendiri adalah kuncir dua rendah, karena menurutnya itu paling mudah dan tidak perlu repot-repot mengangkat rambutnya.

Ketika gadis itu sudah selesai menata rambutnya, Belial kembali meraih tangannya dan mempercepat jalan, rumahnya sudah dekat. Memang sih, dia tidak pernah dibolehin pacaran oleh orangtuanya. Ia juga berjanji tidak akan membawa seorang gadis. Lihat sekarang? Untung orangtuanya pasti belum pulang jam segini.

"Ini rumahmu, Belle? Banyak tanamannya ya, seperti rumah nenekku!" komentar Olivia, melihat halaman yang penuh dengan bunga. Belial mengangguk, membiarkan anak itu celingak-celinguk di taman sembari mengetuk pintu. Terdengar suara kunci yang terbuka.

"Selamat datang kembali, Tuan Muda," sapa seseorang dari dalam, membuka pintu dan membungkukkan diri. "Phenex!" seru Olivia, semangat melihat pelayan itu. Memang Phenex membuatnya kaget setengah mati saat pertama kali bertemu, namun semakin ke sini Olivia menganggap Phenex itu iblis yang sangaaat baik.

"Halo juga, Nona Olivia. Silahkan masuk. Ingin saya buatkan teh?" tawar Phenex. Belial masuk ke dalam, berjalan ke ruang keluarga bersama Olivia. Ia meletakkan tasnya di sofa. "Aku mau susu aja deh, Phenex. Kamu mau apa Olivia?"

Olivia ikut masuk setelah melepas sepatunya, dibantu Phenex menghampiri anak satunya. "Akuu, hmm. Aku suka teh chamomile. Kamu punya?"

Belial menatap Olivia yang sedang berjalan masuk bersama Phenex ke ruang keluarga. Gadis itu lumayan mengerti dengan teh, ya. Padahal Belial belum lama berusaha menghafalkan jenis-jenis teh yang ada (dipaksa Phenex).

"Ada, Nona. Akan saya buatkan, apa kalian berdua ingin makanan ringan?" tawar Phenex lagi. Olivia duduk di atas karpet sebelah Belial, berbisik pada anak itu. "Aku sebenarnya mau scone buah," bisik Olivia dengan ragu, takut dikira punya nafsu makan yang besar. Yah, perempuan.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang