"Ada apa?" tanya Belial waspada, angin kencang menerpa mereka bertiga akibat Lucifer yang terbang dengan kecepatan cahaya ke arah depan.
"Ck," decak Jophiel pelan, kini wajahnya menjadi serius. Tidak salah lagi...
"Ayahku, dia—,"
DEG!
"Ugh!"
"Ramiel!" panggil pasangan tersebut bersamaan, terkejut melihat Ramiel yang tiba-tiba mengernyit kesakitan sembari mencengkram dada kirinya. Belial mengarahkan kudanya ke Ramiel, memeriksa kondisi pangeran tersebut.
Wajah Ramiel tampak sangat pucat, keringat dingin bercucuran dari wajahnya.
"Kamu membuang kenangan kita begitu saja seolah-olah kenangan itu tidak ada artinya! Apa aku benar bukan siapa-siapa dalam hidupmu?"
"Aku tidak lagi mencintaimu."
Memori siapa ini?
"...Oh. Dari sekian banyaknya waktu, kenapa harus sekarang?"
"Entah seberapa keras aku mencoba, aku tidak akan bisa memaafkanmu."
"Terakhir kali kamu menatapku dengan sepasang mata itu, aku merasakan cinta."
Jantung Ramiel tidak karuan. Sakit seperti dicabik-cabik, hatinya terasa tertusuk seolah-olah ikut merasakan apa yang dua insan di memori tersebut rasakan.
"Aku membencimu."
Tidak. Aku masih mencintaimu. Selalu.
"Jahat."
Tolong katakan kalau kamu masih mencintaiku.
Dua orang. Ramiel merasakan perasaan dari dua orang sekaligus. Sepasang yang entah mengapa masih menginginkan satu sama lain. Siapa?
Ini memori... ayahnya.
Jophiel menolehkan kepalanya ke arah depan begitu merasakan hembusan angin sekali lagi. Gawat.
Dalam sekejap, Jophiel kembali ke wujud malaikatnya, dua pasang sayap berwarna putih terbentang lebar. Perempuan itu dengan gesit mencengkram kerah kedua pangeran di sana, kemudian melesat jauh ke belakang.
"Ah!" seru Belial dan Ramiel bersamaan karena kaget, menyesuaikan diri dengan akselerasi kecepatan.
BUK!
BOOM!!!
Ledakan cahaya itu sangat besar. Sebuah kekuatan yang tidak mungkin dikeluarkan oleh bangsawan iblis sekali pun.
"Kurang jauh," gumam Jophiel pelan, mengamati posisi mereka dengan jarak ledakan. Cahaya tersebut dengan cepat mengisi hutan yang gelap, meledakkan batang-batang pohon menjadi serpihan.
"Ayah!" seru Ramiel, akhirnya terbebas dari rasa sakitnya. Alih-alih, kini ia merasa khawatir dengan Lucifer yang berada di lokasi ledakan tersebut.
Malaikat agung itu tertegun dan berpikir.
"Lucifer maju dengan kecepatan penuh, pasti ada seseorang di sana. Cahaya ini berasal dari malaikat. Kak Michael... Pasti Kak Michael. Tapi apa dia benar-benar bodoh untuk meledakkan sebuah cahaya dan menimbulkan kerusakan besar? Tidak. Pasti ada sesuatu yang akan menahan dampak dari ledakan ini," gumam Jophiel dengan cepat, membuat Belial mengeluarkan sebuah "Hah?" dari mulutnya.
"Kita harus pergi!" seru Ramiel, melihat beberapa serpihan kayu tajam mengarah ke mereka.
"Terlambat," balas Jophiel, ia mengeluarkan sebuah tongkat panjang, mengayunkannya pada beberapa serpihan besar tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantastik[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...