"Warlock, lagi-lagi?" tanya Astaroth tertegun setelah mendengar cerita Halphas dan Malphas.
Sore itu cuaca mendung, sangat kontras dengan siang yang tampak terik. Mereka masih berada di ruangan salon, tengah bersantai setelah makan siang. Perundingan kecil itu membicarakan pengalaman masing-masing yang saling berkaitan, berusaha mencari sebuah pola.
Belial, Astaroth, dan Dantalion yang dihampiri Warlock di Terrestrial, kemudian Gabriel menemui Belial dan Morax. Gusion juga dihampiri oleh Michael dengan embel-embel 'adikku butuh bantuan', serta Halphas Malphas yang diserang Warlock di Terrestrial.
"Begini, coba aku simpulkan. Dari yang aku tangkap, kalian yang berada di Terrestrial pasti diserang oleh penyihir gelap atau Warlock itu. Dan dari masing-masing kelompok, akan ada salah satu yang dihampiri oleh malaikat. Contoh, Belial, Asta, Danny sekelompok, ketiganya diserang oleh Warlock, namun hanya Belial yang kena Gabriel. Morax berada di Jinnestan layaknya aku dan hanya dihampiri Gabriel, tidak ada serangan Warlock. Aku dan si kembar, mereka diserang Warlock dan aku dihampiri Michael," jelas Gusion panjang lebar, berusaha menarik kesimpulan.
"Tampaknya begitu," komentar Dantalion menyandar pada dinding, tangannya ia silang depan dada.
"Bagus, kita bisa memprediksi siapa yang akan diserang selanjutnya. Wrath, Lust, Envy, Sloth, Greed sudah... Sisa Gluttony dan Pride, ya? Apa keturunan mereka ada di Terrestrial atau Jinnestan?" tanya Belial, menghitung jarinya. Suasana langit yang sudah menggelap tampak mendukung pembicaraan mereka yang serius ini.
"Pangeran dan Putri Gluttony tidak pernah keluar dari Jinnestan. Pride tidak memiliki keturunan. Melihat pola serangan hanya tertuju pada kita, nampaknya kita tidak perlu khawatir untuk Pride. Karena serangan selanjutnya, sekaligus pesan terakhir, akan ditargetkan pada bangsa terkuat kedua, Shield of Aegis Jinnestan, Gluttony," balas Morax, lengannya menahan beban tubuhnya sendiri yang sedang duduk di bantalan sofa.
"Jadi, rencana kita selanjutnya adalah mencegah malaikat turun ke Jinnestan untuk menyerang dosa besar terakhir?" tanya Halphas, memastikan. Astaroth menoleh.
"Sebenarnya, ucapan 'serangan' tidak begitu valid... Soalnya sejauh ini yang menyerang hanyalah penyihir. Gabriel dan Michael hanya bertemu dan berbicara, tanpa bahkan mengeluarkan serangan, bukan? Memang hanya kita saja yang terlalu lemah dibanding para malaikat agung. Namun tetap saja, meski mereka bilang mereka hanya menyampaikan pesan, apa mereka perlu menyampaikan kalau kita tiba di Ptolomea lebih dulu?" koreksi Astaroth, berpikir.
"Pesan, ya... Apa itu berarti mereka sebenarnya berniat baik, menolong kita?" gumam Malphas.
"Entah. Malaikat adalah makhluk yang menyebalkan. Mereka selalu bersifat netral dan sangat patuh dalam menjalankan tugas. Bertanya di sisi mana mereka berada tampaknya tidak berguna," jawab Gusion. Ia awalnya mengira malaikat adalah makhluk yang sangat berbaik hati, namun pertemuannya dengan Michael mematahkan segalanya.
BLAAR!! ZRESSSS
Dantalion menoleh pada jendela besar di sebelahnya yang barusan memancarkan cahaya kilat tanpa rasa terkejut sedikit pun. Tidak lama kemudian, suara terpaan air hujan terdengar, membasahi kaca di sana. Angin berhembus begitu kencang, membuat pohon-pohon bergerak.
"Badai," desis Morax, merasakan suhu ruangan di sana menurun.
"Malphas benar, selama ini Gabriel hanya menyebutkan kemana kita harus pergi. Aku diarahkan bertemu dengan Asmodeus olehnya. Michael cuma bilang ia hanya membantu adiknya untuk memastikan Gusion berada di jalan yang benar," balas Belial, tertegun. Gusion mengangguk.
"Yap. Michael, malaikat agung pertama di surga. Setahuku, malaikat ditakdirkan untuk saling bersaudara. Adik yang ia maksud pasti adalah Gabriel, Malaikat Agung dari Kebajikan Besar Rajin dan penyampai pesan. Awalnya itu pasti tugas Gabriel untuk menghampiriku, namun digantikan Michael," timpal Gusion. Pangeran yang ini... tampaknya cukup berwawasan soal malaikat.
KAMU SEDANG MEMBACA
INFERNO: The Lost Prince
Fantasía[END; DILENGKAPI DENGAN ILUSTRASI DI BEBERAPA CHAPTER] "...Mustahil. Pangeran itu, sudah tewas ratusan tahun yang lalu!" Tidak ada yang menyangka bahwa karya wisata itu akan membawa malapetaka. Belle Vierheller, seorang murid SMA yang bisa dikataka...