Chapter 128: Aku dan Kamu, Kita Selamanya

67 7 0
                                    

Hangat... Apa ini?

Aku membuka mataku untuk melihat cahaya terang yang menerangi sebuah ruangan familiar. Rumah kecil yang tersusun dari kayu-kayu, jendela terbuka menyinari rumah ini.

"Sera? Sedang apa berdiri di sana? Ayo kemari, aku buat teh dan kue kesukaanmu!"

Panggilan itu membuatku menoleh ke asal suara. Seorang wanita yang sepertinya aku pernah lihat sebelumnya berdiri memanggilku dari dapur, ia tersenyum hangat. Aku memiringkan kepalaku karena kebingungan, tapi aku hanya menurut dan pergi ke sana.

Satu pertanyaan yang ada di benakku: Kenapa aku bisa ada di sini?

Dapur yang menyatu dengan ruang makan ini terasa sangat familiar. Aku duduk di salah satu kursi, menatap wanita yang sedang mondar-mandir untuk meletakkan beberapa kue kering di atas piringku. Tidak lama, ia juga duduk di hadapanku.

"Kenapa diam saja?" tanya perempuan berambut hitam dan bermata biru itu, masih tersenyum manis seolah-olah ini hari paling bahagianya. Aku hendak membuka mulutku, tapi semua kalimat tercekat begitu saja di tenggorokan. Aku hanya tersenyum sambil memakan kue yang telah dipanggangnya.

Manis...

"Rambutmu sudah tambah panjang ya, Sera? Ini halusinasiku atau mata birumu selalu jadi lebih indah setiap kali kita bertemu?"

Rambut panjang, mata biru. Seraphim? Wanita itu memanggilku dengan Sera berkali-kali, siapa dia dalam kehidupanku?

Aku menoleh ke sisi kanan, mengingat di sela antara ruang tamu dan tangga terdapat sebuah cermin. Dengan segera, aku berdiri dan berjalan ke cermin tersebut. Mataku terbuka lebar.

Seorang pria sangat rupawan sedang berdiri menatap pantulannya sendiri di cermin, rambut pirang yang tergerai menjuntai tampak sangat tebal dan halus. Sepasang mata sebiru air laut berkilau, tubuh berpostur sangat indah itu terbalut kemeja putih dan celana hitam.

Tanpa kusadari, kulitku memucat, bulu kudukku merinding. Yang di pantulan itu bukan aku.

"Sera, kenapa?" Aku mendadak beralih pada wanita yang kini khawatir, kini aku mengingat siapa namanya.

"Calliope," panggilku, mendengarkan suara traumatis yang keluar dari mulutku sendiri. Kenapa suaraku jadi hangat dan halus seperti ini?

Jantungku berdegup kencang karena rasa takut. Tiba-tiba, perasaanku terasa hampa—seolah-olah aku baru saja kehilangan sebuah sosok penting dalam hidupku. Ini tidak enak. Tidak enak. Tidak enak! Napasku terengah-engah, aku memegang dadaku yang kini terasa berat.

Aku ingat siapa namaku sekarang.

"Belial..." ejaku yakin. Aku melirik ke arah cermin yang memantulkan sosok Seraphim. Kenapa aku ada di tubuhnya?

Entah kenapa, aku teringat dengan ucapan Zadkiel beberapa bulan silam. Benang takdir tidak dapat diubah. Melawan takdir sama saja dengan melawan semesta. Apa ini penyebabnya? Apa selama ini yang terikat benang merah bukanlah Seraphim dan Andreas, melainkan Seraphim dan aku? Tidak masuk akal. Kenapa aku? Apa alasannya tiba-tiba aku berada di sini?

'Barangkali, di semesta lain...'

Aku mendongakkan kepalaku begitu mengingatnya. Terakhir kali kesadaranku masih kupegang, aku sedang sekarat di pelukan Jophiel setelah racun Seraphim menggerogoti tubuhku.

Seraphim bangsat, sudah mati saja masih merepotkan...

Namun, alih-alih marah, aku justru merasakan kesedihan. 'Sesuatu' yang hilang dari tubuhku, sesuatu yang kini membuatku merasa hampa, aku menyadarinya.

Archangel of Love pertama sudah tiada. Ia yang memberikan cinta pada semua makhluk yang ada di dunia telah pergi—apa yang terjadi dengan makhluk-makhluk itu? Tidak ada yang mempertimbangkan hal ini. Jika Archangel of Love tiada, begitu pula dengan cintanya. Hati semua makhluk akan terasa kosong semenjak kepergiannya.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang