Chapter 37: Perbincangan Manis dan Perjodohan

91 13 0
                                    

"Sayang sekali. Padahal aku berharap untuk mendapat sebagian jatah darimu, Belphegor."

Raja berambut putih yang sedang duduk bersandar dengan kedua lengan diletakkan di atas sandaran tangan, menghela napas. Menyusahkan sekali, berunding dengan berandalan ini.

"Perjanjian yang telah dibuat sejak awal tidak dapat dipatahkan. Saya harap Anda paham dengan betul apa maksud saya, Lucifer," balas Belphegor tegas. Laki-laki berambut hitam di hadapannya mendecak kesal, mata ungunya mengisyaratkan rasa jengkel.

"Tenang, kalian berdua. Tidak perlu ada rasa benci di antara kita para raja, hm? Di kediamanku, apalagi. Dinginkan kepala kalian, jangan sampai perjalanan ke Antenora sia-sia karena kedua pihak yang memanas," potong sebuah suara yang terdengar sangat... mischievous. Belphegor dan Lucifer menoleh ke asal suara, sang Tuan Rumah yang sedang duduk di kursi utama, kaki kanan berada di atas kaki kiri, dan tangan kiri berbalut sarung tangan putih itu digunakannya untuk menopang pipi.

"Mammon," panggil Lucifer pada pria itu. Mammon tersenyum kecil.

"Ya? Perundingan kita sudah jelas. Berbeda dari Belphegor, aku jelas mengatakan bahwa akan memberikanmu sebagian kecil harta Antenora. Untuk material apa yang akan kuberikan, aku yang akan menentukan. Antenora punya banyak tambang dan kekayaan dibanding dengan regio lain, tentunya," balas Mammon, memperjelas diri sekali lagi. Lucifer, tentu saja, berada dalam posisi yang tidak bisa protes soal 'aku akan menentukan sendiri' karena Mammon sudah memberikan porsinya.

Raja dari keserakahan itu memang... sangat lihai dalam bicara. Lawannya dengan mudah akan menutup mulut. Salah satu trait dari pengelola bisnis besar, mungkin? "Benar. Apa ada yang bisa saya tukarkan pada Antenora dari pihak saya, Mammon?" tanya Lucifer mendadak formal, namun dengan nada yang menyindir.

Belphegor masih memejamkan matanya, ia bisa merasakan perubahan aura Mammon yang kini merasa kesal. Sudah kubilang apa, Mammon... Lucifer itu, tidak tahu diri. Diberi hati malah minta jantung.

"Memangnya apa yang Anda miliki untuk dibarter dengan saya, Tuan Lucifer?" balas Mammon menegakkan tubuhnya. Lucifer memiringkan kepalanya dan tersenyum sinis. "Banyak. Apapun yang Anda inginkan."

"Heh. Kalau begitu, saya serahkan saja pada anak saya," jawab Mammon dengan santai, sebelum menyandarkan tubuhnya pada sofa lagi.

Tok tok tok

"Masuk, masuk," lanjut Mammon, merespons pada ketukan tersebut sebelum pintu ruangan megah itu terbuka, menampilkan seorang laki-laki muda yang tinggi.

"Mohon maaf atas keterlambatan saya, Ayah. Selamat sore, Tuan Belphegor, Tuan Lucifer," sapa suara berat yang mengalun dengan lembut itu, terdengar sangat... mempesona.

"Oh, Gusion. Cukup padat hari ini jadwalmu, ya?" tanya Lucifer, menoleh pada sang Pangeran, berusaha mendapatkan pandangan yang lebih jelas.

Sosok yang aslinya berkulit putih itu sekarang agak tan karena teriknya Antenora, rambut pirang pantainya tergerai di bawah bahu, dengan poni sebelah kirinya disisir ke belakang, sementara poni kanan dan tengah dibiarkan begitu saja membingkai wajahnya.

Matanya tampak tajam, lengkap dengan bibirnya yang menggulung dengan flirty. Tampak seperti... Dantalion. Bedanya, mungkin, pria yang satu ini memiliki tubuh kekar—kancingnya berusaha keras untuk tetap terpaut dengan kancing lainnya.

"Benar, Yang Mulia. Saya memiliki dua pelajaran hari ini dan harus menghadiri tiga pertemuan sebelum saya bisa menemui tuan-tuan sekalian," jawab Gusion dengan nada menggoda, berharap ia akan diberi pengampunan atas keterlambatannya.

Lagian, bisa-bisanya si Mammon nyuruh aku ikut pertemuan dadakan gak jelas ini, padahal udah tau klien hari ini rese-rese! Jadi telat, kan... Anak anj*ng.

INFERNO: The Lost PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang