Ustadz Faqih meminta izin untuk pulang duluan, karena malam ini jadwal beliau mengajar disana.
"Terima kasih nggeh Ustadz" Ucap Umah, berkat beliau, mereka mengetahui Oca melahirkan. Dan sampai saat ini Fahri masih tidak bisa di hubungi.
Ustadz Faqih dengan kedua tangan yang tertaut di depan mengangguk tersenyum "Sama-sama umah, ndak enak sebetulnya ini, tapi jadwal saya malam ini"
"Abah belum di kasih tau?" Sahut Bagas.
Umah dan yang lainnya teringat, kalau abah Umar sedang berada di luar kota karena ada undangan dari pondok lain, dan beliau pergi di temani ustadz Afif.
Pak de dan yang lainnya melirik Umah dan Bude Lasmi.
"Belum to yo.. wis nanti biar saya kabari" Seru bude Lasmi.
"Salam buat gus Fahri dan ning Oca. MasyaAllah bayinya gemuk, ganteng" kekeh Ustadz Faqih.
Umah tersenyum haru, cucunya ternyata gemuk dan tampan. Beliau bersyukur, karena mengingat kandungan Oca yang baru berusia enam minggu, beliau takut terjadi apa-apa.
Setelah kepergian ustadz Faqih, rombongan itu hendak masuk ke dalam ruang perawatan.
Tok..tok..
"Assalamualaikum" seru dari luar seraya membuka hendle pintu ruang perawatan.
Ceklek.
Mata Umah dan Arum mengedar, terlihat brankar yang kosong, tapi ada seorang bayi di dalam box bayi sebelah brankar.
Terdapat juga beberapa tas, dan air minum serta makanan di meja samping brankar.
"Ndak ada ?" Tanya Umah.
"Ini kan kamarnya?"
"Nggeh" Jawab Pak de.
Namun telinganya mendengar gemercik air dari arah kamar mandi.
"Sepertinya lagi di kamar mandi"
Rombongan itu begitu antusias, melihat bayi berjenis kelamin laki-laki yang sedang terlelap di dalam box.
Wajah yang masih merah, serta rambut yang tebal dan hidung mancung, membuat bayi itu begitu lucu.
Umah tak kuasa menahan tangisnya, melihat bayi itu.
"Ganteng ya, mirip sopo coba?" Tanya bude Lasmi sambil menatap wajah bayi yang tertidur pulas.
"Mirip....
Ceklek!
Pintu kembali terbuka.
"Ass----upss salah kamar, maaf ya saya kira ruangan anak saya" Ucap seorang wanita paruh baya dengan tangan menenteng plastik yang entah berisi apa.
Wanita itu terlihat sungkan dan malu, karena merasa salah masuk ruangan.
"O-oh ndak apa-apa" jawab bude Lasmi dengan sopan, wanita paruh baya mengangguk dan kembali menutup pintu dengan sopan.
"Lucu nya" Gemas Arum "Mukjijat Allah ya bude, padahal mbak Oca usia kehamilannya baru enam bulan. MasyaAllah"
Bude Lasmi melirik dan mengangguk "Nggeh keajaiban Allah"
Ceklek, pintu kamar mandi terbuka. Seorang wanita muda mengeryitkan kening kala melihat segerombolan orang yang entah siapa tengah mengerumini box bayinya.
"PENCULIK !! TOLOOONG ABAAANG !! ANAK AKU MAU DI CULIKKK !!!"
Teriak wanita itu, membuat rombongan umah terjengkit kaget dan sontak menoleh ke arah sumber teriakan."JANGAN SENTUH ANAKKU !!! ABANGGGG !!! BAYIKU MAU DI CULIK !!"
Umah sampai melotot melihat wanita muda itu yang berteriak dan mengiranya seorang penculik.
*****
Oca sudah di masukan kedalam IGD, dan akan di lakukan tes darah, mengingat demannya yang naik menjadi 40,7°.
Fahri mondar mandir seperti orang linglung, dia bahkan sampai melupakan ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur.
Bahkan dia belum mengabari keluarganya, dan tidak mungkin juga untuk meninggalkan istrinya sendiri di sini.
"Ya Allah, angkat penyakit istri hamba"
Fahri lalu mendudukan tubuhnya di kursi, dengan tangan yang bertumpu, dan hati yang tak henti berdo'a.
Setelah agak lama, seorang Dokter memberi tahu Fahri kalau Oca terkena demam berdarah sekaligus Tifoid atau tipes.
"Ini sudah lumayan parah istri Bapak, paru-parunya sudah kena infeksi dan harus segera di masukan ke ruang intensif" begitu kira-kira penjelasan dokter yang bername tag Dokter Niki.
Fahri benar-benar kaget mendengar penjelasan dokter itu tentang istrinya dan bahaya apa yang di dapat mengingat Oca yang tengah berbadan dua.
Tenggorokannya rasanya tercekat untuk bicara.
"Saya mohon, apapun itu tolong selamatkan istri saya dulu dok"
"Do'akan yang terbaik ya Pak"
Jantung Fahri kembali berpacu kala mendengar penjelasan dokter tentang penyakit demam berdarah serta tipes yang menjangkit Oca sudah lumayan parah.
"Ya Allah" lirih Fahri, seraya mengusap kasar wajahnya, dia bahkan melupakan perutnya yanb dari pagi belum di isi apapun.
Setelah melakukan pendaftaran, dan Oca sudah di masukan ke dalam ruang intensif, Fahri memilih pergi ke mushola, kepalanya terasa berat dan pikirannya berkecamuk takut hal-hal yang buruk terjadi kepada istrinya apalagi setelah mendengar penjelasan dokter tadi.
Entahlah, Oca adalah kelemahannya. Kenapa harus istrinya yang merasakan sakit itu. Kenapa bukan Alya saja - Eh astagfirullah.
*****
Sementara di tempat lain, Umah kembali di tenangkan oleh Arum dan Bagas, bude Lasmi terlihat mencak-mencak kepada Pak de, dan Pak de yang rasanya sudah kehilangan wajah.
"Piye to mas, dari tadi nungguin lahiran e sopo ?" Gerutu Bude Lasmi.
Pak de berjalan gontai, bahkan dia merasa kakinya tidak menapak di tanah.
"Berjam-jam nunggu orang lahiran yang ndak jelas-- mana kita di kira penculik"
"M-mas kira itu nak Oca"
Bude Lasmi geleng-geleng "Itu Ica bukan Oca. Moso ndak bisa bedain huruf I sama O" kesal bude Lasmi kembali "Ini muka rasane sudah berterbangan"
"Jadi, nak Oca lahirane dimana?" Tanya Umah melirik Pak de dan bude Lasmi.
"Mas Bagas tadi nelfon mas Fahri di angkat gak?" Arum bertanya kepada Bagas yang sibuk memegang ponsel.
Bagas mengangkat wajahnya menatap Arum lalu menggeleng "Belum, sudah puluhan kali mas telfon tapi belum ada yang di jawab"
"Ya Allah" lirih Arum menghela nafas. Mereka belum tahu dimana keberadaan pasutri bucin itu dan bagaimana keadaanya.
"Mas, mau cari di klinik mana lagi? Nanti e di sana ada yang namanya Aca atau Eca kita tungguin lagi" Gerutu bude Lasmi kembali.
"Bude..." Panggil Arum, dia melirik Pak de yang wajahnya sangat terlihat pucat.
○●○●
Cuma segini dulu ya,
KAMU SEDANG MEMBACA
With You GUS
Spiritual"Kenapa harus Ocha abi? Kenapa tidak kak Raisa aja?" Marissya Arlista "Saya jatuh cinta saat pertama bertemu denganmu dek" Fahri Alfreza