94

43.3K 3.9K 358
                                    

Oca dan Fahri malam ini memutuskan untuk menginap di ndalem. Oca dan yang lainnya sedang berkumpul bersama di ruang keluarga termasuk dengan Abah Umar.

"Abi bagaimana sekarang kondisinya? Kemarin tak telfon beliau berobat di Bandung nggeh? Di rumahnya Raisa?" Tanya Abah, Oca yang duduk di sebelah Fahri menoleh dan tersenyum.

"Iya, Alhamdulillah di Bandung katanya cocok abah"

Abah manggut-manggut "Alhamdulillah" beliau lalu melirik Arum "Nak Alya belum yang khitbah Nduk?" Tanya Abah tiba-tiba, sontak Arum mengangkat kepalanya menatap Abah dengan raut yang tak bisa terbaca.

Arum melirik sekilas, Oca dan Fahri, rasanya sungkan membicarakan temannya di depan kakak dan kakak iparnya.

"O-oh, saya ndak tahu abah" cicit Arum.

"Tak tanyakan nggeh, siapa tahu cocok sama gus Ibra" Ucapan itu sontak membuat Oca melotot.

Ke enakan si Mumun dapet yang bening...

Gak bisa nih, gak bisa...

"Lah, memang Gus Ibra tertarik dengan nak Alya bah?" Kali ini Umah yang bertanya sementara Fahri diam tidak ikut mengeluarkan pendapat. Padahal di dalam hatinya ia bersyukur kalau Ibrahim segera menikah, mau itu sama Alya atau sama siapapun.

Fahri diam-diam menarik sudut bibirnya begitu tipis.

"Iyo, gus Ibra umurnya di bawah Arum lho bah" Sahut Arum.

Abah terkekeh "Memang kenopo? Umur hanya ukuran angka to, waktu itu gus Yazid sempat bicara sama abah, beliau ingin adiknya segera menikah, umur piro itu dua puluh tujuh kalau ndak salah"

Hadeeeh gus Ibra nasib looo sunguh miris ... batin Oca.

"Tanyakan nggeh, sopo tahu mereka cocok"

"Tapi bah, Alya sudah punya anak, sedangkan gus Ibra anak pemilik pondok? Apa gak masalah?" Tanya Arum.

Abah nampak berpikir sebentar sebelum menjawab "InsaAllah kalau sudah jodoh, bagaimana menurut mas?" Abah melempar pertanyaan kepada Fahri, hal iti tentu membuat Fahri berdehem canggung.

"Saya ndak tahu bah, kalau memang sudah jodohnya alhamdulillah"

Oca sungguh dongkol mendengar jawaban Fahri. Enak bener suaminya bilang alhamdulillah, kasian Gus Ibra dong. Batin Oca.

"Assalamualaikum" Bagas buru-buru masuk ke ruang keluarga setelah mengucap salam.

Semua yang di sana menoleh "Waalaikumsalam"

"Ada apa nak Bagas?" Tanya Umah heran melihat Bagas yang seperti ada sesuatu.

"Itu, di depan motornya Pak Yanto masih ada, bukannya beliau wis pulang ?"

Semuanya yang di sana mengeryit, mengingat-ingat. "Nggeh, Umah juga tadi keluar lihat motornya Pak Yanto masih ada, ta kira ke pondok, tadi kata Nak Oca mengobrol sama ustadz Faqih?" Tanya Umah melirik Oca dan Oca mengangguk.

"Iya, tadi Oca liat ngobrol sama ustadz Faqih, udah pake helm kok, tapi gak tau kemana abis itu"

"Di pondok ndak ada Pak Yanto" Jawab Bagas.

"Oalah, coba hubungi abah" Ujar Umah dan Abah langsung merogoh ponselnya yang di simpan dalam saku koko.

Fahri dan yang lainnya setia mendengarkan abah berbicara lewat ponsel, abah lalu terbahak.

"Hahaha kok iso Pak" abah dengan tawa tuanya masih berbicara lewat ponsel. Tak lama dia menghentikan percakapannya.

Abah lalu menatap Fahri saat tawanya mereda "Motore ketinggalan, beliau malah pulang naik angkot, sampai rumah di marahin bojo ne hahaha" Abah menceritakan kembali percakapannya dengan Pak Yanto.

With You GUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang