"Ibu.. neng Oca teh kenapa?" Bi Minah bertanya dengan suara bergetar dan mata berkaca-kaca.
Umi memejamkan matanya meski air mata tak henti keluar. Tidak berusaha menjawab pertanyaan bi Minah, lidahnya terasa kelu, untuk mengucapkan pun dia tidak punya keberanian.
"Adee ya Allah, ade jangan ninggalin Umi nak" lirih Umi dengan suara menyayat.
Abi berjalan menghampiri umi yang ada dipangkuan bi Minah, dengan keadaan yang tidak baik-baik saja.
"Ya Allah umi kenapa?" Abi berjongkong menatap umi.
"Neng Oca pak, ibu barusan teh dapat telpon, bibi gak tau dari siapa, pas bibi masuk.. ibu teh sudah histeris" jelas bi Minah karena umi tidak menjawab dan terus menangis.
Seperti yang umi rasakan, jantung abi pun berdegup dengan kencang, pikirannya sudah kemana-mana. Ada apa dengan anaknya.
"Umi istigfar, tenangkan dulu.. Oca kenapa?" Abi bertanya dengan suara lembut berusaha terlihat setenang mungkin.
Umi lantas menatap abi dengan tatapan sayu, suara nya parau "Innalillahi wainna illaihi rojiun, Oca---oca.." belum sempat menyelesaikan ucapannya umi lebih dulu tak sadarkan diri.
"YA ALLAH IBU...neng Oca ya allah" Tangis bi Minah pecah mendengar lafadz tarji. Bi Minah memeluk umi dalam tangisnya.
Abi menunduk dengan hati tersayat, tak henti berdo'a, tubuhnya bergetar, rasanya tidak percaya dengan semua ini.
Abi lalu mengangkat kepalanya menatap umi yang pingsan dipangkuan bi Minah, berusaha menguatkan diri sendiri, semoga ini hanya mimpi.
"Bantu saya angkat ibu, bi" Ucap Abi membuat bi Minah mengusap kasar air matanya.
"M-muhun Pak"
Bi Minah dan Abi membawa tubuh umi keatas sofa. Bi Minah ke kamar untuk mengambil kayu putih dengan masih terisak dan Abi meraih ponsel nya untuk menghubungi Fahri, apa yang sebenarnya terjadi kepada anaknya.
Panggilan pertama tidak di angkat, abi terus berusaha menghubungi menantunya. Dalam hatinya tak henti abi merapalkan do'a.
"Assalamualaikum abi..." Ucap Fahri disebrang sana.
"Waalaikumsalam, bagaimana keadaan Oca? Ada apa dengan anak saya?"
*****
"Waalaikumsalam umi..." Arum menjeda ucapannya sesaat kala matanya menangkap kejadian yang ada didepannya. "Innalillahi waiinaai illaihi rojiun.. mbak Oca-" Ucap Arum dengan lirih.
"Hallo...?" Dia teringat kalau masih berada disambungan telpon namun hening tidak ada suara diseberang sana.
"Hallo Umi, ini Arum" Panggilnya lagi, tapi tetap hening tak ada sahutan.
Arum lalu mengarahkan layar ponsel itu kedepannya, dahinya mengeryit sambungan telpon masih terhubung tapi kenapa tidak ada suara.
Sepertinya sinyal jelek, pikirnya. Arum pun mematikan ponsel itu dan akan menghubungi Umi lagi nanti. Ia bergegas menghampiri Oca untuk melihat kucing kesayangannya berlumuran darah.
"Ya Allah... ini kenapa mbak Oca?" Panik Arum melihat kucing itu berada di gendongan Oca.
"Tadi kelindes motor mba, tuh yang bawa motor matanya ditaro di telapak kaki., ampe kucing ngejogrog aja gak keliatan. Kasiaaan banget kamu ih..." Oca mengelus lembut bulu tebal kucing Arum itu yang terkapar.
"Meeeoooong..."
"Bawa ke dokter hewan mba, kasian" Ucap Oca dan di angguki Arum.
"Mba Oca antar ya, aku yang bawa motor" Oca mengangguk lalu Arum pergi kedalam untuk mengambil kunci dan meminta ijin kepada Bagas.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You GUS
Spiritual"Kenapa harus Ocha abi? Kenapa tidak kak Raisa aja?" Marissya Arlista "Saya jatuh cinta saat pertama bertemu denganmu dek" Fahri Alfreza