WYG 10❤

43.8K 2.3K 1.2K
                                    

Fahri bersama seorang Fotografer, serta salah satu orang bapak-bapak, menuntun Azam agar duduk di sebuah kursi tamu yang sudah di lapisi kain berwarna putih, yang nantinya akan di pakai tempat duduk para undangan yang hadir.

“Duduk-duduk dulu mas!” Bapak yang Fahri tidak ketahui namanya itu, mendudukan Azam dengan hati-hati.

Azam meringi. Tangan Azam masih memegangi kepalanya nya yang terasa panas dan perih secara bersamaan.

“Ssshhh....” ringisnya, sunggul sial umpat nya. Di saat hari bahagianya kenapa mesti di sengat tawon segala. Dari awal lamaran, ada saja hal-hal yang terjadi di luar nalar, apakah ini sebuah pertanda batinnya. Ada saja cobaannya menuju halal.

Untung saja yang menyengatnya bukan sejenis tawon pespa, yang racunnya bisa sampai membuat pingsan si korban, bahkan sampai meninggal.

Azam bergidik, membayangkan hari special nya yang menitikan air mata bahagia, berubah menjadi air mata duka. Naudzubillah.

Coba saja, dia tadi tidak menuruti ide si gendeng sang Fotografer itu, yang mana para penganten lain membuat video shooting sebelum akad itu di tempat yang bersih, nyaman, meskipun tidak melakukan pernikahan hotel atau gedung pun, bisa kan mungkin di halaman rumah.

Bukan berarti harus di belakang rumah, tepat di samping kandang kambing yang penuh semak-semak begini. Mana bau kotoran kambing yang begitu menyengat.

Katanya biar aestecic, aestetic mbah mu. Yang ada nanti pas lihat foto,  terlihat seperti Tarzan yang akan melepas masa lajang.

Kalau saja rasa malu Azam sudah hilang, ingin sekali Azam merontokan gigi Fotografer itu.

“Ini minum Zam” Fahri menyodorkan segelas air mineral kepada Azam, dia mengerling ke salah satu yang ada di sana “Tolong minta jeruk nipis—

“Cabe saja, cabai rawit.. Biasanya kalau di tempat saya langsung di olesin cabai rawit” Sela Mas Alam, yang mana membuat Azam yang bahkan sedang tidak begitu fokus pun ikut menatap datar ketika mendengar kata ‘cabai’.

Jangan sampai kepala nya benjol di tambah panas oleh baluran Cabai. Yang benar saja, kesal Azam tapi tetap tidak bisa protes.

“Ssshh...”

Fahri menyimak, tapi merasa tidak setuju dengan pendapat Mas Alam. Kasihan Azam batin nya, mana nanti kepalanya benjol di tambah panas cabai, tidak bisa di bayangkan bagimana tersiksa nya Azam duduk di depan serta menyalami tamu satu persatu para tamu dengan keadaan yang memprihatinkan.

Dia seketika teringat kejadian Gus Yazid yang kelilipan biji cabai dan sapu tangan sambal.

“Jangan cabai, kasihan nanti, mosok mau mantenan sudah kesengat tawon begini, nanti tambah panas” Sahut Pak Wira yang membantu. Azam merasa lega.

Fahri mendengar itu mengangguk menyetujui “Nggeh, pakai jeruk nipis saja—

Perkataan Fahri terpotong oleh kedatangan seorang ibu-ibu yang sudah rapi memakai kebaya, dan wajah yang sudah di poles make up.

“Kok pada ngumpul, ono opo ?” tanya nya penasaran.

Ibu yang akrab di sapa Mbak Jani berjalan, mengurai kerumunan yang menutup keberadaan calon pengantin pria.

“Kok.. ? Piye iki mantene ? Migren ?” Heran Mbak Jani melihat Azam terus memegangi kepala seraya merintih.

“Di sengat tawon” Ucap Fotografer sedikit tanpa dosa.

Mbak Jani mengerjap beberapai kali, lalu menutup mulut karena terkejut.

Kok iso ? Lah.. terus piye.. Pak penghulu sudah Wa sebentar lagi sampai” Mbak Jani memberi tahu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

With You GUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang