"Yerin! Bangun! B A N G U N!"GDUBRAK
Yerin tengkurap di lantai. Dia melihat kakaknya yang balik melihat dia tajam. "Anjir gak usah dilempar dari kasur bisa gak sih?"
"Bangun. ayah sama mama mau ngomong."
Yerin melihat kakaknya sudah keluar dari kamarnya. Dia mengusap-usap bagian tubuhnya yang sakit kebentur lantai. 30 menit kemudian dia keluar. Belum mandi, rambut masih acak-acakkan. Kamarnya penuh rambut pirang yang rontok.
Ngedumel, dia akhirnya duduk di meja makan.
"Yerin belum mandi?" mamanya tanya.
"Belum."
Ayahya Yerin noleh, "Kok belum mandi? mandi dulu sana baru makan."
"Ntaran aja. jam 2-an apa jam 4-an." Kata Yerin cuek. Biasa, hari libur saatnya males-malesan. Yerin mah udah sering hari minggu mandi jam 5 sore.
Yerin langsung makan sarapan. Seperti biasa, ayahnya berbicara bisnis dengan kakaknya. Mamanya sih woles aja kadang nimbrung. Sedangkan Yerin memang masa bodo gak ngurus sama bisnis-bisnis statistik apalah itu. Liat diagram lingkaran di buku matematika aja sering di gambarin jadi lambang exo.
"Yerin, mama mau ngomong."
"Yaudah ngomong aja." Yerin cuek bebek.
"Yerin mau nikah?"
KLONTANG
Yerin ngejatuhin garpunya kaget. Dapet angin darimana tiba-tiba ngomongin nikah? Yerin masih muda anjir.
"Hah? Nikah? Gila apa, Yerin belum siap."
"Gaya lu pake siap-siapan." Kakaknya ngejek. Yerin langsung nendang kakinya lewat bawah meja sampe dia njungkel.
"Nggak, cuman nanya doang. Yerin kan udah gede. Yerin juga harus bisa nanganin perusahaannya ayah. Bantu kak Hoseok juga. Kasian dia."
"Ih gak mau! Dulu ayah udah janji gak ngaitin Yerin sama perusahaan-perusahaan."
Dulu waktu Hoseok sama Yerin masih kecil, umur 4 tahun, mereka sudah disekolahkan di sekolah bisnis. Sudah ngerti namanya statistik, persentase gitu. Tapi sewaktu umur 14 tahun, Yerin mogok untuk ikut pelajaran bisnis karena iri liat temen-temennya yang punya cita-cita bagus. Dulu dia sempat minggat ke rumah neneknya yang rumahnya sebelahan sama rumah sendiri.
"Ayah cuman ngomong aja."
"Ngomong aja tapi kesannya menyuruh." cibir Yerin kesal.
"Heh rambut kuning, lo jangan seenaknya aja dong." kata Hoseok sambil mengelus kepalanya. Yerin menjulurkan lidahnya lalu memakan sandwichnya kasar.
"Pokoknya aku gak mau. Lagipula jurusan kuliahku udah jurusan arsitek. Ya masa mau ganti ke bisnis?"
Ayah dan mamanya Yerin saling pandang. Mereka bingung. Sebenarnya, mereka ingin Yerin untuk pindah fakultas, tapi takut Yerin marah. Karena bagaimanapun juga keluarga mereka harus mengerti tentang bisnis.
"Udah selesai ngomongnya? aku cabut dulu ya bay." Yerin berdiri mau pergi.
"Eh Yerin."
Yerin menoleh ke belakang. "Ayah cuman mau bilang kalau kamu niat di arsitektur, ayah bakalan ngasi kamu jabatan tertinggi di jurusan desain-interior perusahaan ayah."
Ayahnya Yerin ini punya perusahaan besar. Perusahaan interior dan juga mebel. Sebenarnya Yerin mau masuk ke jurusan psikologis tetapi ayahnya memaksa Yerin untuk memilih yang lain dan akhirnya dia memilih jurusan arsitektur. Lumayan bukan? Setidaknya Yerin bisa bekerja di perusahaan ayahnya nanti.
Kakaknya, Jung Hoseok kuliah di jurusan bisnis. Kakaknya sudah magang di tempat kerja perusahaan. Sebentar lagi dia akan menggantikan ayahnya menjadi direktur utama. Niat ayahnya, Yerin akan ditempatkan sebagai wakil direktur atau sekretaris Hoseok. Atau jika memungkinkan menjadi kepala cabang perusahaan diluar negeri. Tapi berhubung Yerin mengambil jurusan kuliah arsitektur, rencana awal langsung dihapus.
"Oke."
"Oh ya satu lagi."
Yerin berhenti dan melihat orang tuanya jenuh. "Kamu nggak akan tinggal disini lagi. Untuk mengetes kemandirianmu dan kesungguhanmu di bidang arsitektur."
"HAH? JADI AYAH NGUSIR AKU GITU?!"
Hoseok udah nahan ketawa. Mukanya udah kayak orang nahan boker berhari-hari.
"Gak gitu sayang. Maksud ayah biar kamu mandiri. Kalau ayah lihat IPKmu bagus. Nanti ayah bakal kasi kamu jabatan direktur di perusahaan interior ayah di Inggris."
Niatnya emang mau ngusir.
"Terus aku tinggal dimana?"
"Ayah udah sewa apartemen buat kamu. Apartemen SG. Nanti supir pribadi Yerin udah tau kok." kata ayahnya. Yerin melihat orang tuanya plus Hoseok bingung dan membelalakkan matanya kaget. "Nanti pak Jojon gak jadi supir pribadiku?! Ayah gak adil! Kenapa gak kak Hoseok yang diginiin?"
"Diginiin apa?! Kata-katamu ambigu!" tukas Hoseok sambil memegangi tubuhnya.
"Ini agar kamu bisa mandiri dan mama sama ayah bisa lihat kerja kerasmu." kata mamanya lembut. Yerin mengerutkan alisnya kesal lalu pergi ke kamarnya dengan marah.
BLAM!
Pintu ditutup kencang.
***
Yerin memandang jalanan dari mobil limo keluarganya. Ia menghela nafas pelan sambil bersiap-siap untuk melihat apartemen barunya. Ia melihat gedung tinggi nan megah yang ada di tengah kota. Kepalanya mendongak menatap puncak gedung yang nyaris tidak terlihat.
Gedung itu terlihat mewah dan kompleks apartemennya pun terlihat mewah dan mahal. Akhirnya Yerin turun dari mobil dan berjalan ke lobi. Barang-barangnya dibawa oleh pak Jojon, supir pribadinya yang akan hilang setelah ini.
"Selamat datang, bisa saya bantu?"
"Saya datang untuk meminta nomor kamar saya."
"Atas nama siapa?"
"Uh, Jung Daehyun." ucap Yerin menyebutkan nama ayahnya. Setelah itu, ia mengucapkan selamat tinggal pada pak Jojon dan segera menuju kamarnya yang terletak di lantai 16. Yerin menatap interior gedung itu selagi kopernya dibawa oleh petugas apartemennya.
Ia lalu berjalan menuju lift dan melihat 5 orang gadis yang masuk ke lift bersamaan. Yerin terdiam lalu memandang mereka. "Uh, kalian tidak menekan tombol lantai kamar kalian?"
"Kamar saya di lantai 16."
"Saya juga."
"Saya juga."
"Kebetulan sekali saya juga."
"Wah! saya juga!"
Yerin menatap mereka kaget dan bulu kuduknya merinding.
Coincidence? i think not
CUT-
next?
KAMU SEDANG MEMBACA
apartment; ikon gfriend ✔️
Fanfiction6 'innocent' girls staying with 7 'bad'boys? non baku! AU! © puffysnow, 2017 #153 in Fanfiction [22/08/17]