Psycology Might 63

608 51 2
                                    


Ao kembali di masukkan ke dalam tabung yang berisi air dengan alat-alat medis yang menempel diseluruh tubuhnya. Kali ini Aki menaruh tabung itu di lantai dan melintang agar memudahkan Ao tidur dengan nyenyak.

Sireo terduduk di samping tabung Ao. Aki sibuk memeriksa monitor jaringan tubuh Ao.

Dia begitu serius.

"Lagi-lagi aku gagal melindunginya."

"Ini bukan salahmu. Jangan menyalahkan dirimu sendiri."

"Setelah dia bangun, dia tidak akan melihat Haru lagi. Aku tidak tahu apa yang akan dia rasakan, tapi dia pasti sakit sekali. Apa yang bisa kulakukan untuknya?"

"Tetaplah di sisinya. Hiburlah dia. Itu yang bisa kita lakukan."

"...."

"Ao sudah tidak apa-apa. Semua racunya sudah dinetralkan. Kau bisa mengeluarkannya dalam tabung."

"Biarkan dia tidur lebih lama dalam pemulihan."

"Aku mengerti, dia akan tidur selama di dalam tabung ini."

"Masalah Ao menjadi binatang percobaan, itu membuatku ingin membunuh Haru saat itu juga!"

"Tapi Ao tidak memungkirinya. Dia pasti berpikir hal yang sama. Dia makhluk eksperimen yang membuatnya menjadi manusia immortal. Dia pasti membenci dirinya sendiri. Jika ayah masih hidup, aku ingin dia meminta maaf pada Ao secara langsung."

"Mereka hanya seenaknya dengan bayi polos seperti Ao."

"Seorang ilmuwan selalu ingin membuat eksperimen yang dapat memuaskan dirinya sendiri. Ayah mati tanpa penyesalan setelah tahu Ao hidup dan menjadi bocah kecil yang hebat. Dia sangat bangga pada Ao. Buah hasil eksperimennya. Dia ingin mendidik Ao sendiri, tapi takdir berkata lain."

"Untung bukan dia yang mendidik Ao. Apa jadinya Ao jika di didik oleh orang yang melakukan hal ini padanya."

"Mao juga banyak mengalami kesulitan. Tapi kali ini benar-benar pilihan yang sulit. Kuharap dia tidak menyesal mengambil keputusan ini. Mao, dia juga menderita karena ini. Dia akan menanggung semuanya sendiri. Dia benar-benar menyanyangi kalian seperti anaknya sendiri." (justru teringat iklan Bango. Ini malika yang kurawat seperti anak sendiri. njirr Tsuki mulai gila, korban iklan lagi. Shake it! Shake it!)

"Iya, ketua memang yang terbaik dan yang paling mengerti bawahannya. Dia layak menjadi ketua."

Keduanya hanya berbincang sedari menunggu Ao yang tidur. Dia tertidur begitu lelapnya dan tidak tahu apalagi yang terjadi pada dunianya.


2 minggu berlalu setelah pengeksekusian Haru oleh Mao. Setelah itu Mao tidak kembali ke markas dan terus berada di pusat.

Tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada Haru, tidak ada yang tahu kecuali Mao sendiri.

Ao sama sekali tidak berhentinya menunggu kepulangan Mao meminta jawaban darinya apa yang sudah dia lakukan pada Haru. Dia ingin mengetahuinya.

Dia membaca buku dengan tidak tenangnya dan selalu melihat ke arah pintu berharap Mao yang datang mengunjunginya.

"Ao.."

"Dimana Mao?"

"Untuk sementara kalian dibebas tugaskan, itu pesan Mao sebelum dia pergi."

"Kenapa? Kenapa dia tidak ingin bertemu denganku?! Aku sudah memintanya untuk menemuiku?! Dimana Haru? Kenapa kalian tidak mengatakannya?!"

"Dia tidak ingin membicarakan tentang Haru! Bisakah Ao tidak mengungkitnya?!"

"Aku hanya meminta Mao mengatakan dimana Haru dan apa yang sudah dia lakukan! Apa Mao membunuhnya?!"

"Ao! kau tahu apa kesalahan Haru?! Banyak korban yang sudah dia bunuh. Kau jangan berlaku egois! Pembunuh memang harus di hukum!"

Marah Aki pada Ao untuk pertama kalinya. Ao menatap Aki dan hampir menangis.

"Aku tahu perasaanmu! Pembunuh tetaplah pembunuh! Mereka harus dihukum!"

Ucap Aki. Ao tidak bisa berkutik. Memang tugasnya menghukum para pembunuh, tapi dia tetap tidak bisa menerima Haru dibunuh. Dia partnernya, rekan kerjanya. Kenapa harus membunuhnya? Sedangkan banyak pembunuh hanya di hukum dan diintrogasi oleh pusat.

Ao melemparkan bukunya dan berlalu pergi.

"Mau kemana Ao! kembali!"

Marah Aki pada Ao yang tidak dipedulikan.

"Ao sedang datang bulan yah? Dari kemarin emosi terus."

"Dia ingin tahu kabar Haru."

"Palingan Haru sudah dibunuh Mao."

"Itu pasti menyakitkan Mao, menghukum bawahannya sendiri. Bukan Ao saja yang merasa begitu."

Ao setelah pergi dari markas, dia hanya duduk di sebuah kursi taman dan menatap ke atas langit sore dan melamun.

"Ao?"

Panggil seseorang membuatnya tersadar. Dia menatap om-om di depannya dengan sedikit jenggot dan kacamata minusnya menambah kemaskulinnya dengan tubuh tegap tersebut.

"Jangan menatapku seperti itu Ao."

"Siapa?"

Tanya Ao bingung.

"Ao lupa padaku?"

"Aku tidak kenal."

"Dingin sekali! Sama sekali tidak berubah sejak dulu!"

"..."

"Dulu kita bertemu waktu Ao masih sekecil ini."

Ucapnya menunjuk tinggi Ao yang tidak lebih dari 110 cm.

"Masih kecil dan imut. Mungkin kau sudah lupa, tapi aku Tobio senior Mao sekaligus atasannya. Tapi memang dulu kau manis dan kecil, imut lagi pengen ku peluk terus."

Ucapnya mulai iming-iming.

"..."

Ao tidak mempedulikannya dan berjalan pergi.

"Oii! Aku bicara dengarkan dulu!"

Pekiknya mengejar Ao.

"Aku tidak kenal denganmu. Jangan mengikutiku!"

"Ao kau masih saja begitu dingin, padahal dulu kau sangat imut."

"Jangan mengataiku imut!"

"Tapi kau benar-benar imut kok. Seperti bidadari kecil."

"Akan kupotong lehermu!"

"Wahh seram sekali! Dimana Ao ku yang imut?!"

Pekiknya frustasi. Ao tidak mempedulikannya dan pergi.

"Mao dihukum."

Ucapnya tiba-tiba membuat Ao terhenti. Ao berbalik menatapnya meminta penjelasan.



(Kutak punya ide cemerlang! Aku akan membunuh Sireo untuk mencari ide!#siapingergaji)

Psycology MightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang