Episode 116. Memerah seperti Bunga yang Mekar; Sudah Puasa Lama

59 9 3
                                    

Ada beberapa saat lamanya hingga Jisoo tiba di apartemennya. Ia yang sebelumnya pergi makan sebentar bersama Yerim tampak begitu lelah sewaktu tiba di apartemen.

Ia yang saat itu sudah membuka pintu dan masuk, segera melangkahkan kakinya ke arah sofa dan duduk di sana dengan lelah. Namun, tetap dengan Hyun Woo kecil di gendongannya. Putra kecilnya itu tampak tertidur dengan tenang tanpa sekalipun terganggu dengan kondisi di sekitarnya. Jisoo tersenyum melihatnya, merasa bersyukur memiliki anak yang baik dan tidak rewel seperti ini.

Lantas Jisoo yang tiba-tiba merasa haus segera bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah dapur. Ia ingin minum dan menidurkan Hyun Woo di kamar. Namun, belum sempat ia melakukan itu, dari pintu ada suara bel yang Jisoo yakini jika bukanlah Taehyung yang datang. Jika Taehyung pasti suaminya itu langsung memasukinya tanpa memencet bel terlebih dahulu.

Lalu Jisoo yang mengetahui itu segera berjalan membukanya.

Ada beberapa saat ia berjalan hingga tibalah ia di depan pintu dan mulai membukanya perlahan.

Ceklek...

Dan setelah pintu terbuka, ternyata orang itu adalah Jennie. Dia datang dengan muka sedihnya. Wajah murung dan kacau.

Saat itu Jisoo langsung mempersilahkannya masuk dan duduk. Jisoo terkejut melihat Jennie seperti ini. Seperti tertimpa masalah saja. Ia segera mengambilkan segelas air untuk Jennie, berharap bisa memberikan sedikit kenyamanan pada temannya itu.

"Jen, lu kenapa, kok sedih? ada masalah ya di kantor?" tanya Jisoo sembari memelankan suaranya mengingat masih ada Hyun Woo di gendongannya.

Lalu Jennie yang sebelumnya terdiam dan menundukkan kepalanya, tiba-tiba mengangkatnya dengan penuh keberanian. Tatapan matanya terpaku pada Jisoo, mencerminkan kepedihan yang tak terucapkan. Tetesan air mata mengalir deras di pipinya, menjadi saksi bisu dari perasaan yang mendalam.

"Jis, gue suka sama orang." ucap Jennie sembari menangis.

"Terus?"

"Gue suka sama bos gue sendiri. Dia tiba-tiba ajakin gue ke taman terus mengungkapkan perasaannya. Dia bilang juga suka sama gue, mau jadiin posisinya sama seperti istrinya. Lo tau nggak, bos gue itu udah punya istri dan anak. Tapi cinta itu datang tiba-tiba kan? dan gue yang ngerasain itu. Gue seneng dan dengan segala pertimbangan gue terimalah cintanya itu, kita pacaran ...,"

"Gue juga ada cium bibirnya sebagai tanda gue terima cintanya dia. Tapi Lo tau Jis, ternyata itu semua cuma mimpi. Gue ketiduran di ruangan gue dan karena itu gue jadi mimpiin itu. Gue udah terlanjur seneng, gue suka banget sama bos gue itu. Lo tau kan kalau dari dulu gue itu nggak pernah ngalah kalau soal cinta. Apa gue Pepet terus aja ya bos gue itu? gue gak bisa nolak pesonanya. Dia terlalu sempurna buat gue." cerita Jennie mampu membuat Jisoo terkejut.

Ia sangat tidak mempercayai jika Jennie, temannya yang satu ini dapat menyukai bosnya sendiri yang sudah memiliki istri dan anak. Bukankah jika dia tetap mendekatinya dia akan menjadi pelakor?

"Jen, sebenarnya cinta itu nggak salah. Nggak ada yang salah dalam cinta. Tapi Lo tau kan kalo bos lo itu dah punya anak istri. Lo masa mau ngehancurin kebahagiaan mereka sih? kasian anaknya. Lo bilang anaknya masih kecil kan? kasian. Lagipun kalo Lo tetep lanjutin bukannya Lo akan jadi pelakor? gue gak mau temen gue ini jadi pelakor ...,"

"Lo lupain dia ya. Move on, Lo gak akan bisa bahagia tetap bertahan dengan perasaan ini. Gue gak mau Lo salah jalan, Jen. Sebelum terlambat mending Lo mundur. Pilih dan cari laki-laki lain. Gue yakin di luar sana banyak laki-laki baik yang cocok buat Lo." nasehat Jisoo cukup baik, sebagai teman ia siap memberikan nasehat-nasehat yang baik bila temannya salah jalan.

Namun, Jennie yang sudah terlanjur mencintai bosnya itu, merasa jika dia memang harus tetap memperjuangkannya. Baginya tidak ada kata mundur dalam cinta.

Selama ia bisa pasti ia perjuangkan. Meskipun dalam prosesnya, ia mungkin akan mendapatkan julukan pelakor.

"Lo bener Jis. Gue harus move on, tapi gak bisa. Gue terlanjur cinta sama bos gue itu. Wajahnya susah di lupain. Lo tau kan gue kerja di perusahaannya, gue gak bisa ngelupain dia semudah itu. Yaudah gue balik ya, sorry dah ganggu waktu Lo. Gue kesini cuma mau cerita itu tadi. Thank ya dah mau dengerin, gue balik." ucap Jennie sembari bangkit dari duduknya, diikuti Jisoo di sampingnya.

"Yaudah, Lo hati-hati ya. Gue harap Lo bisa lupain dia dan jalani hidup Lo dengan baik." sahut Jisoo.

Dan setelah itu Jennie beranjak pergi meninggalkan apartemen Jisoo. Suasana apartemen pun sepi kembali. Namun, Jisoo jauh lebih baik seperti ini daripada masih ada Jennie tadi. Suaranya yang keras tadi cukup mengganggu tidur Hyun Woo. Jisoo yang melihatnya tidak tega. Namun, juga tidak tega untuk memotong cerita Jennie.

"Dia orangnya suka nekat. Kalau udah terlanjur cinta banget, terus gak ada pilihan lain bagaimana? takutnya dia bakal nekat buat nyakitin istri bosnya itu untuk dapetin bosnya. Haduh, nggak. Semoga aja enggak. Jennie nggak mungkin ngelakuin itu. Tapi kalau bener-bener ngelakuin? ah, bodo amat lah, gue mau ke kamar aja nidurin Hyun Woo. Kayaknya cape banget dari tadi tidur di gendongan mulu." setelah mengatakan itu tampak Jisoo bangkit dari duduknya dan berjalan kearah kamarnya untuk menidurkan Hyun Woo.

Namun, baru saja berjalan dua langkah, ia sontak menghentikan langkahnya sewaktu mendapati adanya cekalan pada tangannya.

Dengan keheranan, Jisoo memutar tubuhnya dan di hadapannya, ia menemukan Taehyung sudah berdiri dengan senyum lebar di wajahnya. Di tangan yang satunya, Taehyung membawa sebuah kantong belanjaan yang penuh misteri.

"Loh sayang, kamu pulang? kok gak ada suaranya sih, tadi kamu gimana masuknya, aku gak nyadar loh." Jisoo tampak terkejut melihat Taehyung tiba-tiba ada di hadapannya. Tanpa suara atau apa, tiba-tiba Taehyung ada di hadapannya.

"Ada deh, yuk kita ke kamar. Aku udah laper nih. Pengen di gesek. Kamu tau kan aku udah puasa lama. Masa kamu gak mau buat ngelayanin suamimu ini." ucap Taehyung dengan manja tepat di depan telinga Jisoo. Kata-katanya membuat Jisoo merasa tersipu malu, wajahnya memerah seperti bunga yang sedang mekar.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Jisoo dengan lembut membawa Taehyung ke dalam kamar, memprioritaskan tugas yang sudah tertunda begitu lama. Namun, sebelumnya, dengan penuh kehati-hatian, ia meletakkan bayi kecil mereka di tempat tidurnya yang nyaman. Hanya setelah itu, Jisoo sepenuhnya melayani Taehyung dengan cinta dan perhatian yang tulus.

....................................

Sementara itu di tempat lain, Jennie berada di dalam sebuah kafe sendirian. Ditemani oleh aroma kopi yang menguar dan menghangatkan hatinya, ia memilih sudut ruangan yang tenang untuk merenung. Pikirannya melayang jauh, terperangkap dalam alam perasaan yang rumit. Di dalam hatinya, ada kebahagiaan yang baru dirasakannya, namun ia tak bisa mengabaikan sedih yang menyelimuti dirinya saat menyadari bahwa semua itu hanyalah sebuah mimpi yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan.

"Sepertinya aku harus tetap memperjuangkannya. Aku tidak bisa berhenti soal cinta. Selama aku masih bisa bernapas tentu aku tetap memperjuangkannya. Huufftt ... tapi aku nggak tau akan seperti apa nantinya. Apa kata istrinya nanti. Ah, bodo amatlah, kebahagiaanku yang paling penting saat ini." ucap Jennie sembari meraih cangkir kopi hangat di depannya.

Ia menyeruput kopi itu dengan penuh kenikmatan, membiarkan setiap rasa dan aroma kopi menyapu lidahnya dengan lembut. Setiap tegukan dihirup dengan perlahan, seolah-olah ia ingin menikmati setiap momen kecil yang diberikan oleh secangkir kopi itu.



Bersambung ...

Cinta setelah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang