TCV 21 | Alexi Ritter

340 39 0
                                    

TCV 21 | Alexi Ritter

Alexi Ritter, anak berusia sepuluh tahun dengan surai biru gelap seperti dasar lautan itu terdiam, di hadapan pohon apel yang kerap kali ayahnya kunjungi. Pada awalnya ia tidak mengerti, mengapa sang ayah terus membicarakan Sophia di hadapan perut ibunya yang saat ini tengah mengandung delapan bulan.

Ayahnya seolah berharap bisa memiliki seorang putri seperti sang nona.

Padahal dia hanyalah anak iblis jahat yang berkeinginan membunuh saudari kembarnya sendiri.

Pertemuan pertama Alexi dengan Sophia adalah saat ia menolong gadis itu dari anjing yang tengah dilatih untuk menjadi anjing pemburu. Sayangnya latihan tidak berjalan dengan lancar hingga menimbulkan sebuah insiden.

Alexi tidak peduli, ia bahkan tidak berniat menolong Sophia. Ia hanya ingin menghentikan anjing itu agar ia tetap unggul dari Khaled dan Aefar. Menjadi yang terbaik sebagai calon kesatria Brunswick adalah yang terpenting baginya.

Namun...

'Mengapa dia menatapku seperti itu?'

Alexi meremas sapu tangan yang dipegangnya, menunduk dalam diam. Saputangan itu sangat terlihat biasa, untuk ukuran milik seorang bangsawan kaya raya seperti sang nona, sulamannya pun tidak begitu bagus, seperti dibuat oleh seorang pelayan pemula yang minim kemampuan.

"Sedang apa kau, kau mau kabur dari latihan malam yah? Wah wah wah, bagus kaburlah sana aku muak melihatmu," Evans datang menghampiri. Alexi menoleh kecil, "mengapa saya harus melakukan tindakan tidak terpuji semacam itu?" Yahh, ayah mana yang menyuruh putranya yang sangat rajin belajar untuk membolos seperti Evans.

"Sesekali kau harus bermain bocah," Evans memetik dua apel dengan senyuman.

"Mau diberikan pada nona dari kastil utara?" Tanya Alexi yang justru membuat raut wajah ayahnya kesal. "Sophia, nona Sophia. Ahhhh aku bukan tipe orang yang suka mengeluh tapi mengapa semua orang tidak memanggil nona Sophia dengan benar sih? Ayahnya memanggil 'anak itu' kakaknya memanggil 'bocah utara' dan sekarang kau juga? Aku tidak bisa menegur yang lain tapi aku akan menegurmu. Jangan bicara sembarangan!" Evans mengelap kedua apel itu menggunakan sapu tangan miliknya dengan hati-hati.

"Dia kan anak yang jahat, mengapa ayah harus repot-repot seperti ini," Evans menoleh dengan penuh selidik. "Tidak biasanya kau banyak bicara begini. Kenapa? Setelah melihat nona kau jadi tertarik? Benar kan? Nona memang sangat cantik, meski tubuhnya saat ini terlihat kurus kering, dia seperti bunga yang sangat cantik bahkan ketika dia belum mekar. Aku benar-benar ingin memiliki putri sepertinya. Dan ahhh apa kau bilang? Anak jahat? Kau pernah melihat sendiri nona berbuat jahat? Apa ada yang pernah melihatnya? Jika hanya berpegangan pada rumor dan memberikan pendapat sambil meyakini pendapat pribadi seperti itu, harusnya kau memakai rok dan mengikuti pesta teh saja sana." Evans beranjak pergi.

"Aku harap nona menyukai hadiah ulang tahun dariku," gumam sang ayah sambil melangkah menuju kastil utara.

Alexi hanya diam melihat punggung ayahnya. Ayahnya itu sudah tergila-gila pada Sophia, dia bahkan melupakan fakta dan kejadian yang terjadi hampir dua tahun lalu.

Alexi kembali mengepalkan genggamannya.

'Kejadian yang tidak dilihat siapapun...'

'Bahkan Khaled yang bersaksi pun, sebenarnya tidak melihat kejadian itu bukan?'

Alexi menggelengkan kepalanya. Tidak seharusnya ia memikirkan hal semacam ini, remaja itu menghela nafas sambil membalik tubuhnya untuk kembali ke arena pelatihan.

Hukuman malam, diperpanjang oleh sang ayah dengan sesuka hati atas dasar keluhan para kesatria yang gagal mendidik anjing liar.

Karena kesatria itu ada yang menyalahkan Sophia, Evans akhirnya memperpanjang masa hukuman sesuka hati.

The Crowned Villain'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang