TCV 76 | Persidangan dan Bola Sihir
"Sidang dengan kasus pembunuhan, penyerangan, kekerasan rumah tangga dan penggunaan ilmu hitam, yang melibatkan Sophia Chay Brunswick sebagai tersangka, resmi dibuka." Seorang hakim ketua dengan surai putih menarik atensi, membunyikan palu sebagai penanda resminya sidang yang saat ini berlangsung.
TUK
TUK
TUK
"Pertama-tama, kita akan mendengarkan kesaksian dari pelapor yang tidak lain adalah ibu dari tersangka, Rosalinde Dell Hoguen." Setelah dipanggil, Rosaline–wanita yang mengenakan gaun merah sambil membawa sapu tangan putih, dengan ornamen merah itu melangkah maju, duduk di kursi saksi sambil terisak.
Akting payahnya merusak mata.
"Silahkan berikan kesaksian," ujar sang hakim. Rosaline kembali terisak, "malam itu, kami menghadiri pesta ulang tahun kerajaan di istana. Karena banyak pelayan yang di liburkan untuk bisa menikmati festival, kastil menjadi kosong. Lorelie yang sakit tidak bisa ikut ke istana, anak itu juga mengaku sakit. Jadi dia juga tidak ikut ke istana. Karena kami tetap harus menghadiri undangan keluarga kerajaan, aku, duke dan Aefar akhirnya pergi." Sophia memperhatikan ibunya, wanita yang sangat cantik dengan surai merah bergelombang itu memalingkan tatapannya dari Sophia.
"Hari itu Raimund juga tinggal di kastilnya karena ia masih sangat kecil, di jaga oleh ibu asuhnya. Khaled memutuskan untuk tidak pergi karena merasa bahwa harus ada yang tinggal, ia membaca buku di perpustakaan sampai larut malam. Anak itu dan Lorelie menempati kamar yang sama, mereka memiliki pengasuh yang sama, karena mereka kembar aku pikir itu adalah hal yang biasa. Namun harusnya aku memisahkan mereka sejak lama." Rosaline kembali menangis, menghapus jejak air mata yang tidak Sophia lihat dengar suara tangisan keras yang mengganggu pendengaran.
Sophia memperhatikan para nyonya bangsawan yang menatap Rosaline dengan iba.
'Bagaimana bisa mereka tertipu dengan akting payah itu?' Sophia memejamkan matanya. Menatap ibunya saat ini benar-benar merusak pandangan mata.
"Saat aku kembali, kastil menjadi sangat sunyi dan gelap. Meski diliburkan, ada dua pelayan yang berjaga di kastil utama, mereka seharusnya menyambut kami. Namun mereka tergeletak di tangga dengan kondisi tidak bernyawa. Duke yang melihat langsung berlari menuju kamar anak itu dan Lorelie. Namun keduanya tidak ada di sana, hanya ada jejak darah yang membanjiri lantai." Rosaline berteriak, menangis sambil memberi tatapan ketakutan kepada Sophia.
"Ibu asuh mereka, tergeletak di sana dalam kondisi yang mengenaskan. Tubuhnya tercabik, genangan darah membasahi semua lantai. Itu adalah hal yang hanya bisa dilakukan oleh iblis." Rosaline menunjuk Sophia dengan penuh amarah.
Rosaline menyentuh kepalanya seolah situasi saat ini begitu menyiksanya. "Aku juga tidak ingin melakukan hal ini kepada putriku sendiri. Namun aku tidak ingin dia membahayakan orang lain. Hari itu akhirnya kami melihat anak itu dan Lorelie di dekat perpustakaan, terbaring tidak sadarkan diri. Sejak saat itu Lorelie tidak sadarkan diri selama hampir sepuluh tahun lamanya. Entah apa yang dia perbuat pada kembarannya sendiri. Aku..." Rosaline kembali tersiak. "Aku tidak ingin siapapun dalam bahaya karena anak itu," ujarnya sambil menunjuk Sophia dengan tangan bergetar yang dibuat-buat.
Sophia hanya menatap tanpa memberikan tanggapan, ataupun menunjukan raut wajah khusus.
"Iblis!" Teriak salah seorang penonton, "hukum mati iblis itu!" Sambut penonton lainnya. Sophia menoleh, ini kali pertama ia berhadapan langsung dengan lautan kebencian. Tatapan mata memerah penuh amarah, teriakan serak yang penuh celaan dan perkataan hinaan yang mengalir tiada henti. Ini, kali pertama baginya. Aurelie selalu dipuja sepanjang hidupnya, hinaan dan celaan ini, adalah hal yang benar-benar baru.
Meski sebelumnya sudah pernah merasakan hinaan dari pelayan selama kurang lebih tiga bulan lamanya, saat itu Sophia masih bisa menghindar dengan menyibukan diri di perpustakaan. Kali ini sedikit berbeda. Sophia seolah berada di sebuah pentas hinaan dimana ia adalah bintang utamanya.
"Dia pasti dirasuki iblis, anak itu menjadi iblis. Hukum mati dia!" Entah siapa yang berbicara. Suara itu menggema dan memancing lebih banyak suara yang bersatu dalam membuat kekacauan.
"Benar hukum mati."
"Hukum mati iblis itu."
"Dia monster."
"Hukum mati monster itu."
Sophia kini meluruskan pandangannya–menatap sang hakim yang akhirnya mengetuk palunya keras. ,
"Harap tenang, persidangan masih berlangsung" pinta ketua hakim yang akhirnya membuat riuh penonton menjadi lebih tenang. "Saksi pertama silahkan kembali ke tempat. Selanjutnya kita akan melihat bukti yang diserahkan oleh saksi kedua. Kepada saksi kedua yang tidak lain adalah kakak tersangka, Khaled Karl Brunswick silahkan duduk di kursi saksi," Rosaline kembali ke kursinya, kini Khaled yang duduk di kursi saksi.
"Silahkan berikan kesaksian," pinta sang hakim, Khaled terlihat melirik Sophia, tidak ada keraguan dalam matanya. "Malam itu saya menghabiskan waktu di perpustakaan. Malam yang sunyi membuat saya tidak sadar dengan waktu dan keluar dari perpustakaan saat sudah sangat larut. Namun, saat saya keluar dari perpustakaan, keadaan cukup kacau dengan jejak kaki darah yang menggenang," Khaled menghela nafas sesaat–mempertajam ingatan.
"Saya melihat anak itu dan Lorelie yang terbaring tidak sadarkan diri di dekat jendela. Saya langsung memanggil penjaga rumah, namun tidak ada yang datang. Lalu kemudian duke dan duchess datang," terang Khaled, pria itu kembali melirik Sophia yang tengah memandangnya tanpa ekspresi.
"Jadi kau tidak melihat kejadian itu secara langsung?" Tanya hakim kepada Khaled. "Tidak, tapi aku memiliki bukti yang memperkuat tuduhan kepada anak itu," ucapan Khaled di angguki oleh sang hakim.
"Bola sihir ini dimiliki oleh Aefar. Di pintu masuk perpustakaan utama terdapat rak yang memajang berbagai benda dan ramuan sihir. Salah satunya bola sihir yang dimiliki Aefar. Saat anak itu menyerang Lorelie benda sihir ini terjatuh dari rak dan secara tidak sengaja aktif–merekam perbuatan anak itu kepada Lorelie dengan sangat jelas." Ucapan Khaled membuat Aefar terkejut. Ia tidak pernah dengar bahwa Khaled memiliki bukti semacam itu, terlebih menggunakan benda miliknya. Aefar akhirnya menyadari, selama ini kebencian Khaled terhadap Sophia disebabkan benda itu.
"Tunjukan rekaman itu sekarang," pinta ketua hakim dengan tegas. Salah seorang petugas memasuki ruangan sidang. Meletakan sebuah bola di atas papan yang berkilau, setelahnya sebuah rekaman seolah muncul bagai keluar dari proyektor. Sophia cukup terpukau melihatnya, meski situasi ini tidak mendukungnya.
Rekaman itu memperlihatkan Lorelie kecil yang terbaring. Sophia datang menghampiri dan langsung mencekik Lorelie dengan sekuat tenaga. "Kau harus pingsan sekarang," ujar Sophia dengan suara parau. "Kau harus kehilangan kesadaran agar semuanya lebih mudah," Sophia dengan sekuat tenaga terus mencekik Lorelie.
Lorelie mencengkram tangan Sophia yang mencekiknya–mencakar tangan itu untuk berusaha melepaskan diri. "LEPAS!" Teriak Lorelie dengan sekuat tenaga berusaha melepaskan diri, namun Sophia masih terus mencekiknya tanpa ampun.
"SOPHIA!" Lorelie masih berteriak, memohon kepada Sophia untuk di lepaskan. Namun Sophia masih enggan melepaskan–terus mencekik Lorelie tanpa berniat menyudahi.
Lorelie terus mencengkram tangan Sophia, memukul-mukul tangan itu agar bisa terlepas dari cengkraman. Sedangkan Sophia semakin terlihat memperkuat cekikannya kepada Lorelie.
Gadis itu bersungguh-sungguh dengan tindakannya...
"Sophia..."Lirih Lorelie dengan suara melemah...
Sebuah hantaman kuat akhirnya datang, bola sihir itu terhantam ke dinding hingga kembali mati. Rekaman itu terhenti...
Terhenti tepat saat Sophia berusaha membunuh Lorelie...
Seperti rumor yang beredar...
Sophia seperti monster...
Seperti kerasukan iblis...
Malam itu, Sophia terlihat benar-benar berusaha membunuh Lorelie...
~
Jangan lupa tinggalkan jejak, agar saya semakin semangat up yah ;)
Vote + Comment + Follow
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Historical FictionKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...