TCV 90 | Luka dan Batu Sihir

213 36 4
                                    

TCV 90 | Luka dan Batu Sihir

Sophia berkuda tanpa henti, kondisinya sudah sangat memburuk. Efek dari obat yang dirinya minum sebelumnya telah hilang sejak sekitar delapan jam lalu. Dengan susah payah, menahan semua rasa sakit luar biasa di sekujur tubuh, gadis itu akhirnya berhasil sampai di ibu kota saat dini hari.

Sophia mampir ke sebuah tempat pandai besi. Tempat itu milik Kaivan, Sophia meletakan bayi harimau putih yang tertidur di keranjang, lengkap dengan tas perbekalan miliknya, agar Kaivan menyadari bahwa ini merupakan perbuatan dari Sophia.

Setelahnya Sophia kembali menaiki kuda, gadis itu melihat pantulan dirinya dari kaca salah satu toko kue. "Kacau sekali," gumamnya dengan suara parau.

Seluruh tubuh Sophia sudah bergetar menahan setiap inci rasa sakit. Luka pada kakinya juga sepertinya sudah mulai membusuk. Belum lagi pakaiannya yang robek di berbagai sisi dan kulitnya yang penuh dengan memar dan lebam.

"Aku tidak bisa pulang jika begini," gumamnya pelan. Sophia kembali memacu kudanya, kesadarannya mulai hilang dan tubuhnya mulai bergetar hebat. Tampaknya tubuh ini tidak akan bertahan lama–bisa saja Sophia kehilangan kesadaran dan kejang karena efek keracunan. Racun pada lukanya belum menghilang, hanya dihentikan efeknya sesaat, meski kini sudah kembali. Obat yang Killian berikan berhasil memperlambat penyebaran, namun tidak cukup untuk menyembuhkan nya. Campuran dari potion remedios dan akar mandrake berhasil menghilangkan rasa sakitnya, namun kini mulai membuat bagian yang terkena racun membusuk lebih cepat.

Sophia akhirnya sampai di kediaman Evans. Gadis itu mengetuk pintu kediaman dari kepala kesatria keluarga Brunswick itu dengan lemah. Tidak lama setelahnya pintu dibuka. Samar-samar Sophia lihat raut wajah terkejut dari Evans.

"NONA!" Teriakan pria itu membuat istrinya ikut datang menghampiri, tidak kalah terkejut saat melihat kondisi Sophia.

"Dengarkan aku..." Suara Sophia terdengar parau dan lirih. Dengan sisa-sisa kesadarannya, Sophia berusaha membereskan kekacauan yang akan terjadi.

"Panggil dokter, bawakan aku batu sihir penyembuh sebanyak yang bisa didapatkan. Jangan mengeluh, jangan membantah kecuali kau ingin melihatku mati." Intinya adalah, selain tiga perintah yang Sophia katakan, Evans dilarang mengambil keputusan atas landasan pemikiran pribadinya. Bahkan ketika dirinya harus mengabaikan tugasnya sebagai seorang komandan kesatria keluarga Brunswick, dengan tidak melaporkan hal yang terjadi kepada sang duke.

"Manticore, juga campuran dari potion remedios dan akar mandrake." Gumam Sophia sambil menunduk ke arah luka di kakinya, dengan darah yang sudah menghitam. Tepat setelah kata itu, Sophia kehilangan kesadarannya.

Sayup-sayup Sophia sempat merasakan bahwa Evans mengangkat tubuhnya saat ia hampir terjatuh. Setelahnya, tidak ada hal lain yang dapat Sophia ingat.

Sepertinya, tidak hanya kehilangan kesadaran.

Sophia juga tengah sekarat.

Namun, tuhan masih enggan membiarkannya binasa. Benar, Sophia tidak pernah binasa dengan cara yang keren...

Mati karena racun lagi? Tidak akan!

Sampai akhirnya ia kembali membuka matanya...

"Berapa lama aku tidur?" Tanya Sophia dengan suara serak saat dirinya kembali mendapatkan kesadarannya. Gadis itu membuka matanya, menatap wajah Evans dan istrinya yang pucat, juga seorang pria yang Sophia kenali adalah seorang dokter.

"Delapan belas jam," ujar Evans.

"Sebenarnya apa yang terjadi, bagaimana mungkin begitu banyak luka di tubuh Anda? Terlebih luka dari binatang buas atau monster, dan Nona, bagaimana bisa ada racun manticore pada luka Anda?" Di tengah celotehan Evans, Sophia menatap istri Evans yang melihatnya penuh kekhawatiran. Sophia hanya pernah bertemu satu kali dengan wanita itu, tepat saat dirinya akan melahirkan. Entah mengapa, tatapan itu cukup mengusiknya padahal mereka hanya berjumpa satu kali saja.

The Crowned Villain'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang