TCV 71 | Anak Itu...
"Tidak ada satupun undangan untukku dan Lorelie? Kalian bercanda!" Rosalinde melempar segala macam benda yang bisa diraihnya. Seisi ruangan menjadi ricuh lantaran para pelayan terkena pecahan kaca akibat amarah dari sang nyonya.
"Apa-apaan ini?" Harald yang baru saja datang dan mendengar kekacauan langsung menghampiri kamar Rosalinde. Memejamkan mata frustasi saat melihat apa yang diperbuat sang istri, hingga membuat beberapa pelayan meringkuk ketakutan dengan serpihan kaca yang berada di tangan dan kaki mereka.
'Padahal dulu dia tidak begini,' Harald berjalan menghampiri–mencengkram kuat bahu Rosalinde dan mengguncangnya. "Kendalikan dirimu! Suasana ibu kota akan sedikit menegang, untuk sementara waktu kau bisa kembali ke duchy, Khaled juga akan kesana jadi kembalilah bersama Lorelie." Harald berbicara dengan tegas.
"Anak itu sengaja menjebakku. Dia sengaja ingin membuatku buruk dimata orang lain! Tidak apa-apa jika semua orang tidak percaya, tapi kumohon percayalah padaku. Monster, tidak! Iblis itu–seharusnya tidak dibiarkan sejak awal. Dia tersenyum saat aku mendorongnya, aku melihatnya, meski hanya sekilas aku benar-benar melihatnya, dia sengaja, benar! Dia pasti sengaja. Seharusnya kita menyingkirkannya sejak awal!" Harald tercengang, mendengar perkataan istrinya ia tidak bisa lagi berkata-kata.
"Sophia," gumam Harald dengan suara berat.
'Yang Mulia.'
'Yang Mulia.'
Tiba-tiba suara Sophia yang selalu memanggil Harald dengan panggilan, 'Yang Mulia' terus terdengar–menggema di telinganya.
'Aku tidak mengerti mengapa dia terus memanggil yang mulia kepadaku,' Harald menatap Rosalinde yang memperlihatkan raut wajah ketakutan namun penuh amarah secara bersamaan.
'Rupanya aku yang tidak lain adalah ayahnya dan Rosalinde yang tidak lain adalah ibunya, tidak pernah memanggil namanya dengan benar. 'Anak itu,' adalah nama yang selalu kami sematkan padanya.' Harald merasa malu dengan dirinya sendiri. Ia frustasi saat Sophia tidak lagi memanggilnya ayah, namun dia juga hampir tidak pernah memanggil Sophia dengan namanya, tidak pernah pula memanggilnya dengan sebutan, 'putriku.'
"Kendalikan dirimu," pinta Harald–memperkuat cengkramannya kepada Rosalinde. "Dia juga putri kita," Rosalinde menatap mata Harald tidak suka.
"Kau tidak mengerti! Anak kembar itu membawa petaka, kau tahu? Selain itu lihat rambutnya, dia seperti kutukan untuk kau dan aku–tidak ada yang memiliki pirang perak diantara kita! Anak itu kerasukan iblis, dia jahat, dia bisa membunuh sambil tertawa lalu berpura-pura menangis untuk menarik simpati, dia bencana yang dikirim oleh dewa." Rosalinde memejamkan matanya menahan kesal. "Sudah pasti dia itu anak terkutuk, seharusnya tidak pernah dilahirkan sejak awal," Rosalinde menggigit jemarinya.
"Maaf karena sudah terlahir," secara tiba-tiba suara Sophia terdengar. Semua pelayan menatap Sophia dengan tatapan kasihan. Harald menoleh–melihat Sophia yang menunduk–melepaskan genggaman tangannya yang semula tertaut dengan tangan Lorelie. "Kakak," panggil Lorelie sambil kembali menggenggam tangan Sophia.
Sophia menoleh ke arah Lorelie, memaksakan senyumannya. "Aku harus kembali ke kastilku, aku ada jadwal latihan. Senang bermain denganmu dalam waktu yang singkat ini, Lorelie." Sophia kembali melepaskan genggaman tangan Lorelie dan menatap ayah juga ibunya–membungkuk memberi hormat sebelum akhirnya pergi meninggalkan kesunyian.
"Kelahirannya, adalah tanggung jawab kita berdua. Bagaimana bisa kau melampiaskan semuanya kepadanya?" Harald menatap tajam Rosalinde. "Jika aku satu kali saja mendengar tindakan bodohmu lagi, aku akan mengirimmu ke kastil perbatasan utara." Rosalinde meraih tangan Harald saat dirinya akan pergi. "Bagaimana bisa kau memperlakukanku begini? Setelah apa yang kulalui? Harald?" Harald memejamkan matanya, menepis tangan Rosalinde. "Maka berhenti memperlakukan putriku dengan begitu hina Rosalinde!" Akhirnya sang duke beranjak pergi.
"Akan aku buktikan bahwa perkataanku tidaklah salah!"
'Aku harus menyingkirkan monster itu.'
'Iblis.'
'Manusia berjiwa iblis.'
'Tidak ada jiwa putriku dalam tubuh itu. Seluruh tubuhnya dikendalikan oleh iblis dan harus disingkirkan."
Beberapa hari setelahnya, suasana pergaulan kelas atas seketika menjadi ramai. Situasi di kediaman Brunswick sudah tersebar ke berbagai penjuru. Bahkan bagaimana Sophia diberlakukan di kediamannya dan diasingkan di kastil kecil bagian utara kediaman Brunswick menjadi berita hangat di surat kabar. Kabar bagaimana para pelayan Rosalinde mendapatkan kekerasan dan bagaimana Sophia memperlakukan pelayannya dengan baik–sampai merayakan ulang tahun dan memberikan kado kepada para pelayannya juga tersebar.
"Padahal dia sudah terlihat bahagia ketika dia bahkan tidak mendapatkan perhatian dari keluarganya sendiri. Bagaimana bisa, duchess masih saja mengusiknya?" Salon kecantikan tempat dimana para nyonya menghabiskan banyak waktu kini menjadi tempat ternyaman untuk bergunjing. "Sebenarnya bagaimana duke mengurus keluarganya sih" gumam salah seorang nyonya sambil menghela nafas berat. "Tapi, aku dengar duke sudah memberikan peringatan kepada duchess mengenai perilaku duchess kan? Aku dengar dia dengan tegas mengatakan 'berhenti memperlakukan putriku dengan begitu hina Rosalinde,' hahaha sejak awal duchess memang tidak pantas menduduki posisi itu kan?" Seorang nyonya dengan kipas ditangannya berujar.
"Sejak awal dia memang tidak pantas menjadi duchess. Seseorang yang berasal dari keluarga bangsawan rendah, merangkak ke posisi duchess setelah menjadi gundik. Minum teh dengannya membuatku merasa hina. Jika tidak pantas bukankah setidaknya dia harus memiliki sisi anggun dan elegan? Anak kesayangannya pun sama saja! Aku tidak ingin mengatakan ini tapi lady Sophia beruntung sangat mirip dengan duke. Tidak hanya dari parasnya saja, dari keanggunan dan sikap elegannya pun serupa dengan duke bukan? Dia harus bersyukur tidak mirip dengan ibunya." Ujar salah seorang nyonya dengan suara yang begitu lantang.
"Aku dengar, duchess mengatakan bahwa lady Sophia adalah monster dan manusia iblis. Bagaimana bisa dia menghina anaknya sendiri seperti itu. Kasus di masa lalu pun, sejujurnya sangat mencurigakan, bagaimana jika kasus itu dimanipulasi sejak awal?" Jelas nyonya berkipas ingin terlihat pintar dalam situasi saat ini. Wanita itu mengibaskan tangannya dengan begitu penuh kebanggan.
"Anda pintar sekali," puji Fara Drechsler, memancing rasa kagum dari nyonya yang lain. Fara tersenyum kecil mendengar bagaimana sang nona digunjingkan oleh para nyonya bangsawan yang ada di salon ini.
'Nona sedang menjadi berita terpanas selama beberapa minggu terakhir, ahh situasi benar-benar menggila.'
***
Sophia dengan tenang membaca buku berbahasa latin di perpustakaan kediaman utama Brunswick. Suara ketukan diiringi dengan pintu yang terbuka menampakan sosok Damian yang membungkuk kecil sebelum datang menghampiri Sophia.
"Ada berita yang ingin saya sampaikan," Damian tidak berbasa-basi.
Sophia menutup bukunya, meletakan di atas meja sebelum menatap Damian yang berdiri di hadapannya. "Aku juga," Sophia tersenyum.
"Aku lebih dulu," pinta Sophia. "Rencananya tidak akan bisa dijalankan dalam satu atau dua tahun tahun. Seharusnya dalam satu tahun akan terjadi pernikahan, kau ingat bukan?" Terang Sophia dengan lugas, menghapus kebingungan di wajah Damian yang penuh dengan rasa ragu. "Kau pasti kebingungan dan ragu dengan diriku saat ini," komentar Sophia pelan.
"Tapi tenang saja, aku Sophia Chay Brunswick, aku tidak akan membuat kita kalah," Sophia tampak percaya diri. Damian menarik sudut bibirnya–meski masih tidak yakin ia tetap mempercayai sang nona.
"Anda butuh waktu lebih lama?" Tanya Damian yang langsung di angguki oleh Sophia. "Mengapa?" Tanya Damian sambil terus menatap Sophia langsung pada matanya.
"Karena sepertinya, dalam beberapa hari aku akan dipenjara." Suara Sophia masih terdengar begitu tenang. Tidak demikian dengan Damian–pria itu terkejut bukan main.
"Dipenjara?"
~
Jangan lupa tinggalkan jejak, agar saya semakin semangat up yah ;)
Vote + Comment + Follow
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Historical FictionKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...