TCV 37 | Si Amatir Yang Tengah Berlagak
"Dia tidak datang?" Harald yang melewati arena pelatihan berhenti sejenak—menatap para calon kesatria yang tengah berlatih dengan serius, namun tidak kunjung menemukan Sophia di antaranya. Khaled yang ada di sisi ayahnya ikut memperhatikan. "Mungkin sudah sadar diri dan menyerah," ujar anak lelaki itu pelan. Khaled kemudian memberikan laporan anggaran persediaan bulanan pelatihan kesatria kepada sang ayah.
Saat keduanya hendak kembali melanjutkan perjalanan, mereka justru berpapasan dengan Sophia. Gadis yang mengenakan pakaian latihan berwarna putih itu datang dengan tatapan mata kosong, seolah ia sedang tidak bersemangat untuk melakukan apapun. Sophia melewati ayah dan kakaknya begitu saja, tanpa memberi salam.
"Aku harus mengirim guru etiket lagi untuknya," keluh Harald.
"Anda terlambat, Putri Tidur." Evans menyambut kedatangan Sophia dengan tatapan tajam. Ia jelas serius dengan posisinya saat ini yakni menjadi guru sang nona. "Sebagai hukuman, bagaimana jika mengelilingi arena sebany-" belum selesai berbicara, Sophia memotong pembicaraan dengan mengangkat tangannya.
"Anda benar-benar harus mengirim guru etika, Ayah." Komentar Khaled saat mendapati sikap lancang adiknya.
"Ada yang ingin kucoba," Sophia menatap Evans tanpa menunjukan ekspresi apapun, gadis itu kini melangkah menuju tempat penyimpanan pedang.
"Apa ini pedang milik Alexi?" Sophia mengambil pedang milik Alexi sembarangan. "Aku menginginkannya, boleh untukku?" Tanya Sophia tanpa jeda.
"Anda bahkan tidak bisa menggunakannya," Evans berusaha mengambil pedang tajam itu dari sang nona. "Bagaimana jika bisa? Boleh untukku?" Kali ini Sophia menatap Alexi—menanti jawaban bocah lelaki di hadapannya itu dengan sabar.
Evans terdiam selama beberapa saat, untuk kali pertama Sophia tidak memperhatikan sopan santun saat berbicara. Meski bersikap santai, Sophia biasanya benar-benar memperhatikan etika.
"Alexi, bagaimana jika kita bertaruh?" Sophia kini mendatangi Alexi sambil membawa pedang miliknya. "Jika aku bisa melukaimu, sedikit saja—pedangmu menjadi milikku. Bagaimana?"
Alexi menarik sudut bibirnya, tersenyum dengan tulus. "Nona bisa mengambilnya jika Nona memang menginginkannya." Alexi memang dengan sukarela akan memberikan jika sang nona memang menginginkan pedangnya. "Tidak mau, aku tidak suka pemberian orang lain secara cuma-cuma. Aku lebih suka merebutnya." Sophia kini berjalan menuju arena pelatihan.
"Ayo bertaruh denganku," Sophia masih bersikeras. "Nona itu tidak perlu, saya bisa membe-" lagi, Sophia memotong pembicaraan. "Tidak mau, ayo bertaruh denganku," Alexi masih enggan menerima. "Saya tidak mungkin menyakiti Nona!" Alexi berkata dengan tegas.
Sophia menunduk sesaat, gadis itu mengeluarkan sapu tangan dan mengikatnya di tangannya sendiri. "Tidak perlu saling melukai, yang pertama berhasil melepaskan ikatan sapu tangan lawan, akan menang. Bagaimana? Masih mau menolak?" Ucapan Sophia membuat Alexi hanya diam menatapnya.
"Ini baru hari kedua dari latihanku Alexi, kau tidak mungkin takut kan? Atau kau merasa terhina karena melawanku?" Sophia jelas memancing amarah Alexi, meski nyatanya bocah lelaki itu tidak terpancing sama sekali.
"Nona, saya tidak mau. Jika Nona mau berlatih dengan saya, saya tidak keberatan, namun sebelum itu tolong ikuti tahapan pelatihan dan jangan memaksakan tubuh Anda, saya tidak ingin Anda terluka sedikitpun." Alexi berusaha membujuk, meski tidak diindahkan oleh Sophia.
"Omong kosong Sophia, kau pikir kau bisa menang? Melawan Alexi si genius pedang? Berhenti main-main dan terima hukumanmu. Jangan buat suasana latihan menjadi begini!" Aefar yang melihat tampaknya mulai dibuat kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
HistoryczneKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...