TCV 30 | Sumpah Setia Kaivan
Sophia tidak mengingatnya, berbelanja rupanya sangat melelahkan, ia bahkan tidak lagi bisa merasakan kakinya saat ini. Elowen yang sangat senang, mengunjungi hampir setiap toko pakaian dan perhiasan yang dirinya jumpai. Sedangkan Elsa dan Tia sedang mengunjungi toko obat-obatan dan kue yang akan diberikan kepada pelayan yang lainnya.
Seperti saat ini, Sophia yang sudah kelelahan memilih untuk duduk di salah satu kursi di dekat gang sambil menunggu Elowen, Elsa dan Tia yang tidak jauh darinya.
"Nona kecil yang manis, mau bermain dengan Paman?" Pria dengan tubuh kurus kering yang tidak menarik itu bertopang dagu di dekat dinding, sambil menatap Sophia dengan mata genit yang menjijikan.
"Usiaku bahkan baru delapan tahun dan kau menggoda gadis kecil sepertiku?" Tanya Sophia dengan mata yang menatap tajam. Pria itu tertawa dan terlihat mendekat.
"Kau dungu?" Tanya Sophia dengan suara yang cukup nyaring. Tidak jauh dari tempat keberadaanya, seorang anak dengan surai hitam dan mata biru kehijauan menoleh mendengar ucapan Sophia. Anak dengan dua kesatria di sisinya itu menghentikan perjalanan dan memperhatikan Sophia dari kejauhan lantaran merasa bahwa ia tengah melihat tontonan menarik.
"Dungu?" Pria itu bertolak pinggang sambil menatap kesal ke arah Sophia. "Beraninya bocah ini," mendekat dengan tangan terangkat seolah hendak memukul Sophia. "Pukul aku dan sebuah panah akan tertancap di kepalamu," ancam Sophia sambil menatap pria itu dengan tatapan mengintimidasi. "Pa-panah?" Tanya pria itu sambil mundur beberapa langkah.
"Kau tidak lihat? Aku menggunakan pakaian dan perhiasan mahal. Wajahku cantik, kulitku indah bahkan rambutku terlihat sangat terawat." Sophia mengangkat satu tangan dan menunjuk dirinya sendiri. "Jelas sekali yang seperti ini bangsawan kelas atas. Kau pikir anak sepertiku akan berkeliaran bebas tanpa pengawalan?" Sophia terlihat melipat kedua tangannya di dada dan menghela nafas seolah dirinya sangat frustasi. Gadis itu kemudian mengangkat tangan kanannya sambil mengepal. "Padahal aku tidak mau membunuh orang lagi hari ini," keluhnya pelan. "Saat aku buka kepalan tanganku, kita lihat berapa anak panah yang menancap di kepalamu," Sophia menarik sudut bibirnya yang jelas membuat pria itu bergidik sampai berlari ketakutan, menjauh tanpa menoleh.
Sophia bernafas lega, saat akhirnya ia berhasil mengelabui pria bodoh itu.
Sophia melirik tangannya yang dihinggapi kupu-kupu. Makhluk itu terlihat cantik, dengan corak unik berwarna biru dan perak yang tidak pernah dilihatnya.
"Biasanya yang bercorak mencolok begini beracun kan?" Sophia menahan nafasnya dan meniup dengan perlahan, cukup lama sampai akhirnya kupu-kupu itu terbang menjauh. Buru-buru Sophia mengelap tangannya dengan saputangan. "Apa beracun?" Sophia yang binasa pada kehidupan sebelumnya karena racun tentu cukup dibuat panik.
"Ahh, aku tidak kebal racun, itu berbahaya..." Sophia menatap tangannya, mendapati tidak adanya reaksi kebas atau lumpuh yang dirinya pikir akan segera datang, menandakan bahwa kupu-kupu tadi sama sekali tidak memiliki racun.
Selama beberapa saat Sophia berdiam diri sampai akhirnya berteriak kesal. "Bisa-bisanya aku bertemu pecundang seperti itu?" Sophia memegang kepalanya. "Seharusnya aku tidak membantah Ebrahim saat dia memaksaku membawa kesatria," lanjutnya sambil menatap arah pria tadi berlari. "Arghhttt rasanya aku ingin menusuk orang itu. Bisa-bisanya dia menggoda anak kecil!" Sophia melirik sekitar dan merasa aman karena memang cukup sepi. "Apa aku pergi ke toko senjata dan mencari belati yang cantik setelah ini?" Gadis itu kemudian menggeleng mendengar pertanyaannya sendiri.
"Ada apa dengan dirimu Sophia, bagaimana bisa kau yang cantik, lemah lembut, tidak sombong dan penyabar memikirkan hal itu. Aku harus melakukan meditasi, akhir-akhir ini sangat tenang dan tiba-tiba aku tidak bisa mengendalikan emosiku? Aneh sekali, apa aku memasuki fase pubertas?" Sophia berusaha menenangkan dirinya sendiri
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Historical FictionKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...