TCV 96 | Hukum Penyesalan
Elowen langsung menghampiri Sophia kala persidangan resmi dibubarkan. Gadis itu langsung memeluk Sophia dan menangis saat merasakan tubuh Sophia yang bergetar hebat menahan rasa sakit, dari efek jejak memori dari penggunaan larutan sachar.
"Nona," panggil Elowen sambil pelan-pelan menuntun Sophia untuk berdiri.
Khaled tiba-tiba berdiri di hadapannya. Elowen secara terang-terangan menatap tuan muda keluarga Brunswick itu dengan penuh kebencian.
"Sophia," Khaled sedikit menunduk. "Aku tidak tahu," gumam Khaled pelan, jelas ia ingin mengatakan banyak hal namun kebingungan dengan susunan kalimat yang dapat dirinya keluarkan dari bibirnya.
"Aku juga tidak tahu," Sophia menjawab.
"Tapi Khaled, kebencianmu terlalu nyata sampai rasanya aku mempercayai semua perkataanmu kepadaku. Perkataan itu, menyiksaku dalam neraka penyesalan. Aku pikir aku memang pantas mendapatkan kebencian itu, karena itu aku menerima semua perlakuanmu padaku." Sophia menatap Khaled, kakaknya itu balas menatap.
"Setiap kali aku menatapmu, yang kuingat hanyalah perkataan kasar dan tatapan penuh kebencian. Terlalu banyak luka yang kau berikan hingga aku kehilangan kemampuan menyembuhkan diri dan terperangkap dalam penyesalan akan kesalahan yang tidak pernah kulakukan." Khaled mengulurkan tangannya berusaha meraih Sophia namun pria itu mengurungkan niatnya.
"Sepertinya aku tidak akan bisa memaafkanmu, jadi jangan repot-repot merasa bersalah atau meminta maaf. Sungguh, aku tidak memiliki harapan terhadap dirimu sejak lama." Khaled tidak bisa memalingkan tatapannya, dapat Sophia lihat, tangannya sedikit bergetar.
"Aku juga ingin kau merasakannya–hukum penyesalan, meski hanya mungkin mempengaruhi sejengkal perasaan dalam hatimu." Sophia maju selangkah mendekati Khaled.
"Karena yang aku tahu, penyesalan adalah neraka terdalam kehidupan." Setelah mengatakannya Sophia berjalan melewati Khaled yang diam mematung.
Sophia merasa aneh...
Semua yang dikatakannya semata hanya ingin membalas Khaled sambil bersikap arogan...
Seperti dirinya yang biasa, namun entah mengapa ada sedikit kelegaan dalam hatinya.
Padahal...
Semua ini hanyalah bagian kecil dari skenario pertunjukan.
Rupanya ada Raimund di depan sana. Padahal seharusnya anak itu masih berada di duchy, rumor yang menyebar tampaknya membuat dirinya kembali. Jelas ia menyaksikan proyeksi ingatan dari Sophia dan kini dipenuhi dengan kemurkaan.
"Keluarkan Raimund dari tempat ini," pinta Sophia sesaat setelah melihat Aefar.
Aefar tampaknya melanggar perintah dan datang di tengah-tengah persidangan. "Itu tidak perlu, dia terlihat cukup tenang," timpal Aefar yang jelas tidak ingin mengurus Raimund dan ingin membantu Sophia berjalan.
Namun Sophia menahan lengan Aefar, "jika dia menonton sedari tadi, itu lebih berbahaya," guamam Sophia. Benar saja–anak itu kini sudah memegang pedang dan berjalan mendekati Khaled.
Raimund tidak memiliki ketertarikan apapun. Dia tidak begitu tertarik pada hidupnya sendiri dan terobsesi pada Sophia. Dia sangat mudah murka jika menyangkut soal Sophia. Anak itu tidak akan peduli jika dirinya menebas kakak tertuanya di ruang persidangan, selama itu bisa menuntaskan amarahnya.
Suasana dimana mereka menjadi pusat perhatian, Sophia masih dilihat semua mata saat ini.
Pembunuhan di depan umum, bukanlah bagian dari rencananya. Tidak akan Sophia biarkan Raimund membuat kekacauan. Mencuri panggung, padahal Sophia sudah berkorban banyak demi menjadi karakter protagonis kesayangan bangsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Historical FictionKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...