TCV 14 | Yang Mulia Duke

295 35 0
                                    

TCV 14 | Yang Mulia Duke

"Selamat pagi Ayah" Khaled dan Aefar memberi salam kepada sang duke, Harald Folke Brunswick, Duke of Brunswick, ayah mereka. Keduanya mendapatkan lirikan sang ayah dan anggukan kecil. Karena seperti biasa, ayah mereka sangat disibukan dengan berbagai urusan di wilayah kekuasaan keluarga, juga tugas-tugas yang diberikan kerajaan.

Setelahnya kedua anak lelaki Brunswick itu beranjak pergi dari ruang kerja ayah mereka. Beberapa waktu kemudian, seorang pria yang tampaknya baru menginjak usia awal dua puluh an memasuki ruangan.

"Sesuai dugaan Anda, suku setempat menolak gencatan senjata yang Anda tawarkan Tuan. Situasinya semakin genting, menurut informasi yang datang. Kepala suku Grausam sudah menggabungkan berbagai suku dan membentuk pasukan. Kita harus mulai bersiap untuk situasi terburuk yang akan datang." Pria dengan surai putih itu menyerahkan beberapa surat yang tampaknya dikirimkan oleh mata-mata keluarga Brunswick.

Selama beberapa saat Harald tampak terdiam. Pria yang merupakan tangan kanannya itu menatap heran. Mata kuning emasnya terus menatap sang duke meski tidak ada sepatah katapun yang lolos dari bibirnya.

"Damian, anak itu tidak datang lagi?" Damian diam selama beberapa saat. Masih memperhatikan tuannya dalam diam. Memang sudah satu bulan sejak Sophia tidak lagi datang memberi salam pagi.

Di minggu pertama sang nona cilik memberi alasan kesehatan, lalu tiga minggu setelahnya bahkan tidak ada kabar apapun yang keluar dari kastil utara. Tidak hanya itu, pelayan yang Damian minta mengawasi sang nona bahkan tidak pernah melihat sosok Sophia lantaran gadis itu hanya berdiam diri di dalam kamar dan tidak melakukan apapun selain membaca dan menulis buku.

Padahal sudah satu minggu Damian memerintahkan salah satu pelayan kastil utara untuk mencari tahu apa yang terjadi lantaran tampaknya hal itu mengusik duke. Namun tidak ada hasil apapun yang Damian dapatkan.

Rasanya memalukan, saat tuannya menanyakan suatu hal dan Damian tidak bisa memberikan jawaban pasti padanya.

"Mohon maaf Tuan, saya belum mendapatkan informasi apapun." Jawab Damian setelah beberapa saat bungkam.

"Bahkan setelah kejadian itu, saat sakit pun dia tidak pernah melewatkan salam pagi satu kalipun. Apa dia bahkan masih ada di kastil ini?" Harald melirik Damian yang langsung menunduk kecil.

"Keberadaan Nona sudah saya pastikan Tuan melalui pelayan yang memberikan makanan. Sesekali Nona akan berinteraksi dengan Sir Evans saat malam hari. Keduanya berinteraksi di jendela kamar Nona selama beberapa menit." Mendengar penuturan Damian, Harald sang duke cukup dibuat terkejut.

"Evans?" Tanya Harald memastikan.

"Ya Tuan, dari mata-mata yang mengawasi kastil utara menyatakan bahwa Sir Evans membawakan buah apel saat malam hari, hanya beberapa kali hal itu terjadi." Kini Harald terpejam selama beberapa saat kala mendengar ucapan dari Damian.

Mungkin merasa heran karena tidak biasanya pria itu kekurangan informasi seperti saat ini. Kini Harald malah berpikir bahwa dirinya terlalu memberi banyak pekerjaan pada sekretarisnya tersebut.

"Apel? Hahaha" Damian sempat terdiam selama beberapa saat. Sikap Harald cukup aneh di matanya. Hal ini karena tuannya yang biasa mengabaikan nona Sophia sejak saat itu, justru tampak mulai terusik dengan si nona dari kastil utara itu.

Tok Tok Tok

Suara ketukan pintu membuat Damian segera menuju pintu untuk membuka, mencari tahu siapa yang mengganggu ruang kerja sang duke yang tidak boleh dimasuki setelah pukul delapan pagi. Padahal jam salam pagi sudah berlalu, namun saat pintu dibuka Damian justru melihat Sophia yang mengenakan gaun hitam dengan sebuah buku di tangannya.

"Nona, jam salam pagi sudah berlalu. Anda harus-"

"Itu bukan keputusanmu." Belum Damian selesai bicara, Sophia sudah memotong perkataannya. Gadis kecil itu bahkan tidak repot-repot mendongakkan kepala untuk menatap Damian. Tanpa menunjukan sopan santun atau ekspresi ketakutan seperti yang biasanya gadis itu tunjukan, perilaku Sophia saat ini justru terasa begitu mengusik bagi Damian.

"Apa saya harus kembali?" Tanya Sophia yang jelas ditujukan kepada ayahnya.

"Masuk" hanya kata tersebut yang lolos dari bibir Harald. Ini kali pertama ia bicara dengan Sophia setelah Aurelie berada di tubuhnya.

Pria itu kini menatap Sophia dan memberikan isyarat kepada Damian untuk keluar dari ruangan.

"Saya memiliki tiga permintaan yang harus Anda kabulkan, Yang Mulia." Damian yang hendak menutup pintu memandangi punggung kecil Sophia dan mimik muka Harald sebelum kedua hal itu tidak lagi terlihat saat pintu ruangan ditutupnya.

'Bukan permintaan tolong, namun perintah.'

'Bukan Ayah, namun Yang Mulia.'

Damian membetulkan kacamata yang dikenakannya dan tersenyum tipis.

'Apa yang membuat nona bisu jadi banyak tingkah begini?'

Setelah beberapa lama. Akhirnya Sophia keluar ruangan dengan membawa dua lembar surat dalam genggamannya. Gadis itu melewati Damian tanpa memberi sapaan seolah Damian tidak ada dalam pandangan matanya.

Dengan langkah percaya diri Damian melihat Sophia yang berjalan anggun tanpa memperdulikan tatapan sekitar. Langkahnya begitu tegas, bahunya terlihat tinggi, bahkan dagunya sedikit terangkat seolah dia sudah mempelajari etika dengan sempurna. Padahal semua pembelajaran yang diterimanya dihentikan sejak satu tahun lalu, atas perintah ibunya sendiri.

Sophia, tampak berbeda.

Damian tersenyum kecil.

'Menarik.'

Setelahnya pria itu kembali memasuki ruangan sang duke yang terlihat tengah menatap keluar jendela. Pria itu menatap punggung anaknya yang tengah berjalan melewati jalan setapak untuk kembali ke kastil utara. Tempat dirinya diasingkan dan dibiarkan terabaikan oleh keluarganya sendiri.

"Ada yang terjadi di kastil utara?" Tanya Harald tanpa menoleh. Damian tampak berpikir sebelum memberikan jawaban. Lagi-lagi, ia merasa malu lantaran memang tidak menyelidiki mengenai si penghuni kastil utara dengan teliti.

"Sekitar satu bulan lalu, tiga pelayan kastil utara berdiri di area kastil utama selama sehari semalam sebelum akhirnya tuan muda Aefar datang dan meluapkan amarahnya." Duke akhirnya membalik badan. Tampaknya punggung kecil yang diperhatikannya tidak lagi terlihat.

"Mereka membuat anak itu marah?" Tanya Duke sambil kembali ke kursinya.

"Dari yang saya dengar, pelayan itu sempat melukai Nona Sophia dan tertangkap basah oleh Tuan Aefar." Perkataan Damian membuat Harald langsung menatapnya tajam.

"Hal seperti itu tidak kau laporkan kepadaku?" Tanya pria itu dengan nada rendah.

"Anda sangat sibuk dengan permasalahan suku daerah perbatasan yang tengah memanas. Terlebih, Anda tidak ingin mendengar apapun mengenai kastil utara Tuan. Jadi saya pikir-"

"Jangan berpikir, mulai sekarang laporkan saja. Aku yang memutuskan itu penting atau tidak!" Perkataan Harald membuat Damian terpaku selama beberapa saat. Pria itu akhirnya membungkuk sebagai permintaan maafnya.

Setelahnya Harald membiarkan Damian keluar karena ingin memberi ruang bagi dirinya untuk berpikir.

Harald kembali mengingat ucapan Sophia saat menemuinya.

"Saya memiliki tiga permintaan yang harus Anda kabulkan, Yang Mulia." Harald masih mengingat tatapan Sophia yang tidak berpaling sedikitpun.

"Apa dia sedang merajuk setelah satu bulan tidak menunjukan batang hidungnya padaku?" Harald memejamkan matanya kembali mengulang ucapan Sophia di kepalanya selama beberapa kali.

"Yang Mulia?"

"Bukan Ayah?"

~

Jangan lupa tinggalkan jejak, agar saya semakin semangat up yah ;)

Vote + Comment

The Crowned Villain'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang