TCV 69 | Menjadi Monster Untuk Menghadapi Monster
"Apa aku juga bisa berdansa dengan Lady?" Semua orang yang sempat hendak mengajak Sophia berdansa mengurungkan niatnya, ketika sosok pemuda maju dan dengan berani mengajak Sophia berdansa ketika duke Harald yang masih ada disana. Sophia menatap sepasang mata berwarna biru kehijauan seperti perpaduan warna olive dan periwinkleitu dengan tajam.
'George...'
'Saat ini George berada di hadapanku.'
Sophia melirik ayahnya yang menatap tidak suka. Putra dari bangsawan kelas atas yang sangat aktif dalam bidang politik itu menatap Sophia tanpa memperdulikan kehadirannya. Entah apa yang dipikirkan oleh duke Harald sampai-sampai tampak ingin menendang George dari hadapan putrinya.
Sophia merasakan degup jantungnya yang berpacu cepat, rasa takut itu masih menyelimutinya, mendorong kewarasan yang sempat hampir melayang.
Namun...
Genggaman yang ada di tangannya menguat, membawa kesadaran dan tanpa sadar sedikit memberi rasa aman. Sophia tidak menyadarinya sebelumnya, bahwa tangan ayahnya sangatlah besar.
Tidak mungkin ia merasa aman karena genggaman itu kan...
Lagipula, di kehidupan manapun Harald tidak pernah melindunginya, namun itu cukup untuk memberi Sophia keberanian.
'Aku bukanlah Sophia yang sebenarnya, aku tidak takut...'
'Tidak ada yang kutakuti...'
'George, hanya remaja pada umumnya saat ini...'
'George, tidak akan bisa menyakitinya.'
Sejak malam itu, malam dimana Sophia menyadari seberapa lemah hati dan pikirannya, mengakui bahwa dirinya tidak sekuat yang ia kira, membuat perasaannya justru berangsur membaik.
Menghadapi George masih menyeramkan, namun Sophia masih bisa memiliki kendali diri.
"Bagaimana ini..." Gumam Sophia sambil menatap George dengan tenang. Sophia melirik kakinya, "sepertinya sepatuku membuat kakiku terluka." Sophia kemudian kembali menatap George dengan tatapan ragu.
"Saya sepertinya tidak bisa berdansa lagi. Saya benar-benar minta maaf." Harald melirik kaki Sophia dan tersenyum kecil.
"Putriku harus istirahat, kau pergilah," Harald menarik lengan Sophia.
Aefar yang mendengar apa yang terjadi langsung datang menghampiri–mengambil alih tangan Sophia dari ayahnya dengan seenaknya.
"Sudah kubilang kan sepatu barunya harus dipakai pelayan dulu agar kakimu tidak terluka. Kau ini tidak mau dengan perkataanku sih." Aefar menegur Sophia di depan umum dengan suara lantang.
"Tapi jika begitu kaki mereka kan bisa terluka," Sophia menerima tangan Aefar yang membantunya berjalan menuju salah satu kursi di dekat teras.
Beberapa nyonya yang mendengarnya terpukau. "Dia bahkan tidak mau melukai kaki pelayannya? Dia jelas memperlakukan pelayannya dengan sangat baik," puji salah seorang nyonya.
"Karena Lady Sophia terlalu baik dan lembut, dia sempat mendapatkan penyiksaan dari pelayannya kan?" Salah seorang nyonya menjawab. "Ahhh pelayan yang membantai keluarga Bachmeier dan bekerja sama bersama putra kedua keluarga Bachmeier itu? Aish para pelayan jahat itu menyiksa nona mungil yang belum bisa membalas apapun. Benar-benar jahat," percakapan itu masih terus berlanjut. "Lebih menyeramkannya lagi, saya dengar meski si putra kedua keluarga Bachmeier tertangkap. Para pelayan itu berhasil melarikan diri entah kemana dengan membawa banyak harta keluarga Bachmeier. Bukankah perbuatan mereka benar-benar menyeramkan? Bisa-bisanya mereka memberikan penyiksaan kepada nona kecil berhati lembut begini?" Mendengar semua percakapan itu, Sophia hanya bisa menahan tawanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Historical FictionKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...