TCV 88 | Legenda Shavonne
Dengan telaten setiap simpul demi simpul Sophia lakukan dengan sangat mudah. Sebuah tali yang dirinya bawa di kantung persediaan pada kuda putihnya, ia gunakan dengan sangat baik. Entah bagaimana Tia mempersiapkan semua benda dengan begitu cermat dalam perjalanan ini. Sophia akan memberikan bonus besar pada pelayannya yang satu itu.
Kegiatan fisik semacam ini memang bukanlah hal baru bagi dirinya. Saat hidup sebagai Aurelie, ia harus mengikuti beberapa klub sosialita, panjat tebing adalah salah satunya. Untuk menyambung dua tali Sophia dengan akurat menggunakan simpul fisherman / double fisherman. Setelahnya, Sophia juga mengikat simpul pada pohon dan ia juga sudah mengikatnya pada tubuhnya.
Sophia dapat bergerak dengan bebas, seolah luka di kakinya tidak pernah ada. Meski balutan luka masih mengikat di kaki kanan dengan sangat kuat, rasa sakitnya tidak lagi mengganggu gadis itu. Jelas beberapa tulang rusuknya juga masih terasa nyeri, menyiksa dengan begitu baik. Hal tersebut dapat ditangani oleh obat yang diberikan oleh Killian, rupanya obat itu cukup membantu, ditambah potion remedios yang disiapkan oleh Tia.
Kini gadis itu berdiri di samping tebing air terjun, bersiap untuk menantang maut.
"Jika aku selamat, aku berjanji kehidupanku akan lebih bermanfaat bagi orang lain," Sophia membuat gerakan berdoa.
"Ahh..."
"Aku kan atheis..."
Sophia menggeleng kecil, mulai secara perlahan melewati derasnya air terjun.
Sophia memejamkan matanya sesaat, guyuran air deras menghantam tubuh lemahnya beberapa kali, membuatnya berbenturan dengan batuan tebing, akan buruk jika dirinya terus terbawa arus. Sayangnya, Sophia masih belum menemukan goa yang secara insting dirinya tebak ada di bagian dalam air terjun ini.
Sophia terus menuruni air terjun secara perlahan, sampai dirinya sudah setengah jalan. Tanpa menggunakan sarung tangan, tangannya terasa perih tidak tertahankan. Sayangnya, goa itu masih tidak kunjung ditemukan.
Brukkk
Sophia terpeleset dari pijakannya, tubuhnya menghantam tebing cukup keras. Semua itu karena, tidak adanya pijakan di kaki kiri yang semakin menuruni tebing.
Susah payah Sophia menyeimbangkan tubuhnya yang terhantam derasnya air terjun. Dengan hati-hati, Sophia kembali meraba dataran tebing yang berlubang. Senyuman di bibirnya mengembang sempurna, saat mendapati sebuah goa ada di balik air terjun itu seperti prediksinya.
Tertutup deras air.
Seolah menjadikan sang air terjun sebagai tirai.
Sophia turun lebih rendah, mengayunkan tubuhnya memasuki goa dan melepas ikatannya. Tubuhnya sempat jatuh tersungkur, menghantam tanah berkerikil di dalam goa lembab dan basah.
Susah payah Sophia bangkit dan melihat kondisi gelap dalam goa dengan seksama. Kali ini dirinya cukup bersyukur, mendengarkan ocehan tidak berguna Levana rupanya mendatangkan hal baik pada dirinya.
Sophia mulai berjalan menyusuri goa gelap itu sambil meraba dinding goa. Kakinya melangkah dalam kegelapan sambil terus menghitung langka dan mengingat setiap belokan yang dirinya lalui.
Sophia melihat setitik cahaya jauh di depan sana. Tampaknya masuk dari cela di atas tebing. Tentu, Sophia berusaha menghampiri cahaya tersebut.
Saat sampai, gadis itu cukup terpukau. Sebuah bangunan kuil persembahan ada di depannya. Meski tidak terjamah, namun terlihat begitu indah. Tidak seperti bangunan-bangunan lain yang sudah dirinya kunjungi di hutan, yang mengalami berbagai kerusakan, bangunan yang ada di hadapannya ini masih dalam kondisi baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Historical FictionKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...