TCV 6 | Ingatan dan Kenyataan
"Kehidupan yang menarik," Aurelie secara acuh tak acuh menanggapinya dengan malas. Meski tentu tetap menjaga sopan santun. "Terima kasih" Aurelie membalas sekedarnya saja.
"Bukan yang sekarang, tapi yang sebelumnya," ucapan tidak masuk akal itu membuat Aurelie tersenyum getir, semakin malas meladeni.
"Bagaimana bisa, aku tidak tahu orang sepertimu bisa tahan dengan hidup yang menjijikan ini secara berulang. Itu hal yang cukup mengejutkan. Kenapa tidak mengamuk seperti biasanya?" Ucapan yang pria itu lontarkan kali ini tidak lagi membuat Aurelie bisa mengabaikannya. Kalimat lancang diucapkan dengan sangat percaya diri, tanpa adanya penyesalan sedikitpun.
"Sepertinya pembicaraan ini harus disudahi, saya pamit undur diri." Aurelie jelas enggan terlibat dengan segala macam perdebatan yang hanya akan membuatnya terlibat masalah.
"Kali ini pun tidak akan berakhir baik lagi. Sangat jarang terjadi, tapi aku ingin memberikan belas kasihku, karena kau cukup disayanginya. Sekaligus ini bayaran atas bantuanmu sebelumnya. Lagipula kita rekan yang cukup dekat." Pria itu masih menatap Aurelie, mungkin sengaja untuk membuat jengkel.
"Jika..." Pria itu menggantung kalimatnya namun berusaha Aurelie abaikan.
"Jika kau ingin mengubahnya, akan kuberikan kau 2 kesempatan." Aurelie akhirnya menoleh dan tersenyum ramah.
"Terima kasih atas tawarannya, tapi itu tidak perlu." Aurelie kembali melangkahkan kakinya, semakin pergi menjauh.
"Kalau begitu nikmati siklusnya secara berulang, Nona Adelaide Aurelie Bonaparte."
"Padahal aku yakin tidak pernah memberitahukan namaku. Dari mana dia..."
Saat menoleh, pria itu sudah tidak ada.
"Wah-wah siapa ini?" Mendengar suara wanita yang tidak asing itu membuat Aurelie akhirnya menoleh. Mendapati sosok wanita yang dengan berat hati ditemui di pesta membosankan ini.
Wanita itu tersenyum, senyuman mengejek yang menjengkelkan.
"Aku memenuhi undanganmu, Nona Bangsawan." Wanita yang ada di hadapan Aurelie itu jelas hanya hendak membuat jengkel. "Bonaparte, sudah membaca novel terbaruku?" Wanita yang mengenakan gaun merah burgundy itu bertanya tanpa beban. Gelang dengan ukiran dedaunan aconitum napellus yang menjalar di tangan dengan ruby merah pada bagian inti gelangnya menarik perhatian Aurelie. Dia selalu berhasil terlihat menonjol di antara ratusan orang. Ia mengambil segelas champagne saat salah seorang pramusaji menawarkannya, Aurelie juga mengambil champagne yang sama dengan yang diambil wanita itu.
Surai panjang bergelombang yang di cat dengan warna pirang berhighlight perak itu berkilau di bawah lampu. Aurelie hanya bisa menggelengkan kepala, wanita di hadapannya ini memang sangat gemar bersolek dengan begitu nyentrik, hingga kadang terkesan tidak terhormat seperti saat ini.
"Aku tidak mau membaca novel murahanmu lagi," jawab Aurelie tanpa beban.
"Hem, ini laurent perrier rose brut NV champagne. Aroma stroberi dan ceri hitam menyeimbangi rasa asam dan manisnya. Ini salah satu kesukaanku," ujar wanita itu dengan senyuman mengembang di wajahnya.
"Sejak kapan kau peduli dengan hal-hal semacam ini? Bukankah kau membencinya." sindir Aurelie, dengan tenang ia meminum champagne di tangan dan menikmati senasi karbonasi dan keasaman yang menyeimbangi rasa manis buah yang mengalir di tenggorokannya.
"Kau masih berpikir bahwa dirimu adalah anak spesial yang jenius bukan?" Wanita itu tersenyum meremehkan.
"Jaga ucapanmu Levana Ker Moirakhlis," Aurelie mempertegas ucapannya. Wanita yang dua tahun lebih muda dari Aurelie itu memang selalu memancing amarah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowned Villain's
Historical FictionKetika kau yang merupakan seorang penjahat sejati, harus berpura-pura menjadi protagonis demi menghindari akhir tragis. Banyak cerita mengenai seorang protagonis yang masuk ke dalam tubuh penjahat wanita. Perubahan karakter sang penjahat, menarik ke...